Prolog♡

617 78 35
                                    

Kamu hancur, kemudian menangis karena cinta.
Sedangkan aku menangisi kehancuran yang disebabkan oleh keluarga.

***

Byuurrr!!

"Ayah ...!" pekik seorang gadis bertubuh basah kuyup karena diguyur air satu ember oleh sang ayah.

Gadis itu terduduk gemetar, menangis bersamaan dengan ember yang terbanting pecah. Pipinya sebelah kiri terlihat memerah bekas tamparan.

Lelaki yang berstatus sebagai ayah itu, nampaknya tidak peduli apakah anaknya sedang sakit atau sekedar kedinginan.

"Apa ini?!"

"Kenapa nilainya merah semua, hah?!"

"Gara-gara nilai ini saya terpaksa membiayai pembayaran naik kelas bersyarat kamu. Karena saya malu!"

"Saya juga sudah sekolahin kamu mahal-mahal. Tapi hasilnya malah begini!"

"Malu saya punya anak kayak kamu! Kamu itu pembawa sial! Pantasnya dijauhi, dibenci!"

"Saya tidak mau tahu, pokoknya ini adalah kali terakhir kamu pindah!"

"Maaf, Yah ...." Suara serak gadis itu terdengar. Dia tidak bisa apa-apa selain menurut, melawan pun tidak sedikitpun terbesit dalam benaknya.

"Pembawa sial!"

Plakk!

***

Katanya, ayah adalah cinta pertama anak perempuan. Memang benar, tapi gadis satu ini tidak seberuntung itu. Cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Mirisnya, pekerjaan dan uang adalah hal yang paling dicintai ayahnya.

Dicaci maki, dibentak, bahkan dipukuli sudah menjadi makanannya sehari-hari. Rasanya mulut ini ingin berteriak untuk mengeluarkan semua rasa sakit, tapi tidak bisa. Dia sudah berjanji pada ibu untuk tetap berbakti pada ayah apapun yang terjadi.

Seusai pernikahan kedua sang ayah, gadis ini semakin merasa terasingkan. Rindunya pada ibu kandung saja tidak tersampaikan, berharap kasih sayang dari ibu tiri sampai kapanpun ia tidak akan dapat.

Setiap kali dia melihat ibu tirinya membelai saudara tirinya, di saat itu hatinya terasa tercabik-cabik. Ingin sekali memberanikan diri mendekat, namun ia sadar. Dirinya tidak akan mungkin mendapat kasih sayang yang sama.

Kesempatan tinggal di rumah bersama ayahnya tidak akan lama lagi. Hari ini dia harus pergi, mengikuti ke mana ayah membawa dirinya.

"Saya bosan melihat kamu setiap hari di rumah. Jadi mulai sekarang kamu tinggal di sini!"

Gadis itu hanya menerima dengan pasrah keputusan sang ayah. Dia tidak mau tinggal di kontrakan sendirian, tapi walaupun dia memohon berkali-kali, bahkan sujud sekalipun dia tidak akan mendapat apa yang dia mau.

"Saya juga sibuk dengan pekerjaan. Jadi kalau kamu mau sekolah, jalan kaki. Saya tidak mau waktu saya terbuang sia-sia hanya untuk mengantar anak sialan kayak kamu."

Sebelum ayahnya pergi, gadis ini berharap keningnya dicium oleh ayahnya meskipun hanya sekilas.

Tapi ekspetasi tak sesuai dengan realita. Mencium tangan ayah saja tidak bisa, apalagi berharap keningnya dicium dengan penuh kasih sayang.

Gadis itu berjalan gontai memasuki tempat barunya. Tidak terlalu besar seperti rumahnya yang dulu, tapi cukup layak menjadi tempat tinggalnya seorang diri di sini.

Dia terduduk lemas, menyandarkan punggung di dinding. Lelah bisa dia rasakan sampai-sampai tak tahan lagi menahan air mata.

Dia menangis dengan hati yang berharap bahwa yang dia alami saat ini adalah mimpi.

"A-yah ... Yossi mau kayak orang lain yang dapet kasih sayang dari ayah mereka. Yossi pengen Ayah sama Bunda bersatu kayak dulu. Biar Yossi lebih semangat sekolah."

"Yossi harap, semua ini cuma mimpi. Dan yang nyata adalah Ayah tetap bersatu dengan Bunda, Yossi sekolah dengan semangat. Tapi kenapa sebaliknya?"

Pertama, gadis ini berpisah dengan ibunya di saat dia menginjak kelas IV SD. Sekarang, karena kurangnya semangat belajar yang menyebabkan nilainya kecil dan sudah naik kelas bersyarat berkali-kali, membuatnya terpaksa berpisah dengan sang ayah.

Terkadang, anak yang keluarganya lengkap mengaku tak mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Sedangkan anak yang keluarganya bercerai berai sangat haus kasih sayang orang tuanya.

Anak yang keluarganya hancur berusaha untuk memperbaikinya, tapi anak yang keluarganya baik-baik saja kerap kali menyia-nyiakan kesempatan berbahagia itu.

Kenapa keadaan sering terbalik seperti itu? Karena kebanyakan manusia kurang bersyukur dan lebih mengedepankan rasa insecure.

"Yossi janji bakal lebih baik dari yang kemarin, seperti yang Ayah inginkan."

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now