Ngidam

4.6K 348 0
                                    

Gak terasa hampir satu tahun aku menjalani pernikahan dengan bang Adit. Kabar baiknya minggu depan aku bakalan wisuda.

Jangan tanyakan bagaimana reaksi bang Adit. Luar biasa bahagia sekali dia.

Kalau kata dia sih, gak perlu bolak balik Medan- Jakarta kalau mau ketemu sama aku nanti. Iya, selama hampir setahun ini bang Adit yang selalu mengunjungiku kesini.

Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa meninggalkan kuliahku. Akhirnya sekali dalam sebulan dia yang akan mengunjungiku kesini.

Pembohong sekali bukan?, padahal dulu katanya dia akan berkunjung setiap satu dan minggu. Huh tapi nyatanya Sabtu Minggu yang ia maksud itu ternyata berlaku hanya dalam sekali sebulan.

Tapi gapapa, setidaknya aku masih bisa menyalurkan rasa rinduku setiap bulannya. Bebeda dengan sewaktu dia di Malaysia, dua tahun lamanya menahan rindu tanpa temu.

Dan sepertinya Tuhan memberikan kejutan diwaktu wisudaku kali ini. Aku diijinkan untuk mengandung anak bang Adit. Padahal aku sudah sempat khawatir selama ini, karena selama berhubungan dengan bang Adit, tidak pernah sekalipun kami memakai alat kontasepsi atau minum pil kb dan semacamnya.

Aku juga mengungkapkan kegelisahanku kepada bang Adit, namun dia menenangkanku. Mengatakan semua ada waktunya, gak perlu khawatir. Dan benar saja, ternyata Tuhan punya rencana lain.

Mungkin dia tidak mau aku kerepotan nanti kalau hamil diwaktu menjalani pendidikan. Lagi-lagi aku harus lebih banyak bersyukur pada-Nya.

Tukk

Aku terkejut ketika sebuah tangan menyentil keningku. Aku melotot sebal pafa sang pelaku.

"Lo apa-apan si Wan, sakit tau kening gue" aku mengelus kening yang baru saja dianiaya oleh Awan.

"Habisnya lo ngelamun dari tadi kampret!. Lo gak denger apa kalau nyokap gue sedari tadi ngomong sama lo" eh aku kelagapan sendiri. Bisa-bisanya aku menghayal diwaktu yang tidak tepat.

"Aduhh maaf yah tante" aku merutuki diri sendiri didalam hati.

"Gapapa. Yasudah, kayaknya kamu lagi banyak pikiran. Tante pamit dulu yah. Habis ini masih harus pergi arisan. Bajunya titip sama Awan aja nanti" aku dan nyokapnya Awan cipika cipiki sebelum beliau keluar dari boutiqe.

"Lo ada masalah Rin?" tanya Awan ketika tinggal kami berdua didalam ruanganku.

"Enggak ko" aku menggeleng cepat. Beneran kan aku gak ada masalah?. Tadi aku hanya melamun, mengingat kembali kebelakang tentang perjalanan aku dan bang Adit sampai tahap saat ini.

"Terus ngapain lo bengong tadi?" tanya dia kembali.

"Gak ada. Gue lagi mikirin makan rujak. Enak kali yah Wan" aku menelan ludah sendiri membayangkannya.

"Sehat lo Rin?, biasanya lo paling gak suka sama rujak deh perasaan" Awan mengkerutkan dahinya. Apa yang dia bilang memang betul, aku paling gak suka makan rujak. Berteman dengannya selama dua tahun, membuat dia tau apa aja yang aku suka dan tidak aku sukai.

"Iya itu biasanya, tapi sekarang aku lagi pengen Wan" lagi-lagi aku menelan ludah.

Mata Awan memicing memandangiku. Lalu dengan tiba-tiba dia memukul meja, membuatku berjengkit kaget.

"Lo hamil Karina?" wajahnya benar-benar kaget sekarang.

Aku hanya bisa menyengir lebar dihadapannya.

"Ya Allah...., akhirnya gue bakal punya ponakan" saking bahagianya dia memelukku dengan erat. Kubiarkan saja hingga ia melepas pelukannya sendiri.

"Udah berapa bulan?" tanya dia antusias.

"Alhamdulillah baru tiga minggu Wan" aku mengelus perutku yang masih rata.

"Suami lo udah tau belum, terus reaksinya gimana?, pasti senang dong yakan?" Aku memijit pangkal hidung mendapat rentetan pertanyaan dari Awan.

"Satu-satu Wan nanyak nya. Gue bingung mau jawab yang mana dulu" Awan menyengir.

"Hehehe habisnya gue semangat banget pas denger lo hamil Rin"

Awan mentapku dengan wajah bahagia. Jelas sekali kalau dia tidak bohong akan pengakuannya. Aku juga bahagia punya sahabat sebaik Awan.

Kalau aku mengingat kebelakang lagi, sewaktu mengajar dulu juga aku punya Hafidz yang selalu ada  menghibur dan membelaku setiap saat. Ah sekarang bagaimana kabarnya yah?, aku rindu ketawa bareng dia lagi.

"Bang Adit belum tau Wan. Bahkan orang rumah juga belum ada yang aku kasih tau. Kamu orang pertama yang tau" Awan kaget bukan main. Sampe-sampe dia menampar wajahnya berkali-kali.

"Ya Allah se-spesial itu gue bagi lo Rin?" matanya sampe berkaca-kaca loh. Aduh gemesnya aku.

"Iya. Lo emang spesial buat gue Wan. Lo sahabat gue, lo yang selalu nemenin gue kalau gue sedih soal bang Adit. Lo juga yang selalu ngebantu gue kalau kesulitan ngerjain tugas. Pokoknya lo ada tempat lain di hati gue"

Cukup sudah. Awan kembali memelukku dengan erat. Kali ini dengan isakan kecil. Lupa kalau dulu dia yang pernah bilang padaaku gak bakalan mudah nangis. Tapi sekarang, see?. Gapapa, aku gak bakalan mengejeknya kali ini.

"Lo mau rujak kan tadi?" dia melepas pelukan kami.

"Iya gue pengen rujak" jawabku sambil nyengir.

"Tunggu disini!. Gue bakalan beliin rujak buat lo" Awan bangkit dari duduknya.

"Yang pedes yah Wan" teriakku padanya.

"Iya apa aja dah, yang penting ponakan gue seneng!" teriaknya dari luar ruanganku.

"Bentar yah nak, om Awan lagi nyariin rujak buat kita" aku mengelus perutku yang masih rata.

                       🍭

Aku sesekali melihat kesana kemari, mencoba mencari keberadaan bang Adit. Iya, hari ini bang Adit bersama mertuaku bakalan datang untuk menghadiri wisudaku besok hari.

Sebenarnya sedari tadi aku menahan gejolak didalam perut yang meronta ingin dikeluarkan. Namun mengingat hanya aku yang menjemput, akhirnya aku berusaha menahannya. Takut nanti kalau aku ketoilet mereka nyanpe dan nyariin.

Lama menunggu, akhirnya aku menangkap siluet tubuh bang Adit dipintu kedatangan sambil menyeret koper warna merah yang aku yakini milik mertuaku. Kenapa aku bilang begitu, karena  bang Adit tak mungkin bawa baju, dirumah ada baju dia yang dibawa dulu.

Aku melambai padanya, dan dengan senyum yang mengembang dia menggeret koper dengan sedikit terburu-buru kearahku.

Grep.

Ketika sudah dekat, dia langsung membawaku kedalam pelukannya.

"Ih lepas bang!, aku mau nyalam orang tua kamu dulu" namun permintaan ku tak ia turuti.

"Abang masih kangen dek" gumamnya ditelingaku. Aku menangkupakan kedua tangan dibelakang punggung bang Adit, lalu ngomong maaf tanpa suara kepada mertuaku. Mereka mengangguk mengiyakan.

"Kamu ko kurusan sih dek?" ucapnya setelah melepas pelukan kami.

"Eh?, masa sih bang?" aku memegang pipiku sendiri untuk memastikan.

"Iya kurusan dibanding terakhir kali kita ketemu" aku hanya ber oh ria.

Mungkin ada benarnya juga. Semenjak seminggu lalu, nafsu makanku emang berkurang. Ditambah lagi perutku sesekali mual, walau tidak sesering kakak iparku dulu sewaktu hamil anak pertamanya.

"Mungkin Hanin kecapean aja bang. Abang taulah Hanin kan sibuk ini itu, belum lagi sama urusan boutiqe" ucapku menenangkan.

"Yasudah kita pulang sekarang aja. Kalian pasti capek kan?"

Akhirnya kami pulang dengan aku sebagai supir. Awalnya bang Adit menolak, namun aku kasian padanya yang baru saja turun dari pesawat. Kami berdebat cukup lama, hingga pada akhirnya dimenangkan olehku juga.














Terima kasih
NurDyh ❤

PARIBAN (End)Where stories live. Discover now