Etek Diza Ngamuk

3.4K 323 1
                                    

Benar yah apa kata orang, kalau kita udah ikhlas dengan ketentuan Tuhan, maka menunggu hari hingga menahun saja tidak terasa.

Seperti halnya yang aku rasakan saat ini. Pasalnya tadi malam bang Adit bilang kalau bulan depan itu dia bakalan pulang. Aku yang mendengar kabar itu senangnya bukan main.

Penantianku akhirnya akan ada pertemuan.

"Kau kenapa sih ?" kesal Fahmi padaku. Pasalnya sejak aku sampai dirumahnya, senyumku tak pernah luntur.

"Aku lagi bahagia Mi, banget malah" jawabku dengan senyum mengembang.

"Senang kenapa?"

"Abang Adit bakalan pulang!"

"Beneran?" aku mengangguk mantap. "Wah bagus dong, kapan emang pulang nya?" tanya dia kembali.

"Bulan depan" jawabku dengan tersenyum lebar.

"Widihhh bakalan berakhir nih masa ldr nya?" aku mengangguk antusias.

Senyum Fahmi ikut mengembang, mungkin senang kali liat aku senyum sedari tadi.

"Bagus dong, berarti kakak aku yang satu ini bakalan jadi normal lagi" Fahmi tersenyum miring menatapku.

"Maksud kamu apa?" aku belum ngeh sama yang dikatakan Fahmi.

"Iya selama ini kan kau hampir kaya orang gila semenjak si Adit ke Malaysia" dia menaik turunkan alisnya, seperti mengejek.

"Dasar lucknut kau!" ku geplak kepa Fahmi saking kesalnya.

"Heh!. Udah berapa kali sih aku bilang jangan suka mukul kepala!" deliknya kesal. Tapi aku gak peduli.

"Salah sendiri!. Ngapain kau bilang aku gak waras!"

"Itu kan betulan!, kau aja yang gak sadar!" jawabnya tak kalah garang.

"Kalau aku gak waras gak bakalan jadi guru yah!, kau aja itu yang kurang waras makanya seenaknya ngomongin orang kayak gitu"

"Kau yang gak waras!" Dia tetep kekeh gak mau disalahin.

"Kau!"

"Kau!"

"KAU!"

"ELU YANG GAK WARAS BODAT"

"KAU...."

PLAK!

Belum sempat Fahmi selesai ngomong. Etek Diza datang membawa sapu lalu memukul sopa dengan keras, hingga tiang sapu itu patah.

"KALIAN BERDUA YANG GAK WARAS!. Udah berumur masih aja suka berantam!, mau jadi apa  kalian hah?!"

Aku menelan ludah kasar menatap etek Dizah yang udah marah besar. Aku merutuk didalam hati. Salahku ikut kepancing sama ejekan Fahmi.

"Kenapa diam kelen!?, udah gak punya mulut lagi?" bentak tek Dizah kembali.

Kami berdua diam, tak ada yang berani bicara.

"Kau Hanin!" tunjuk etek padaku. Aku hanya menunduk tak berani menatapnya. "Bisa-bisanya kau ngomong kasar kaya tadi, dimana otak kau hah?. Ada pernah orang tuamu mengajarkan seperti itu?"

Aku menggeleng tanpa suara.

"Kau juga Fahmi!. Kenapa kau suka sekali mencari gara-gara sama Hanin?. Harusnya kau itu sedikit lebih sopan kalau ngomng sama dia, dia itu lebih tua dari kau!. Apa mamak pernah ngajarin kau kayak tadi hah?"

Fahmi juga hanya menggeleng. Kami berdua kicep kayak anak kecil yang ketauan maling mangga tetangga. Memunduk tak berani menatap mata etek Dizah yang masih garang menatap kami.

"Maaf tek" jawabku dengan suara kecil.

Etek Dizah hanya mendengus. Dia mebuang sembarang sapu yang udah patah tadi kesembarang tempat. Lalu ikut duduk di sopa dan wajah yang masih memerah menahan marah.

"Fahmi juga minta maaf mah" seru Fahmi menunduk.

Etek tetap bungkam. Dadanya naik turun. Sepertinya masih menetralkan emosi. Aku menyenggol lengan Fahmi.

"Apa!" jawabnya tanpa suara.

Aku melirik etek sekilas, lalu Fahmi menggeleng sambil menggidikkan bahu. Aku menghela nafas berat. Sepertinya kami sudah salah besar disini.

Setelah beberapa menit hening, etek kembali membuka suara. Kali ini nada suaranya sudah melembut dari pada yang tadi.

"Jangan kalian ulangi lagi" kami berdua mengangguk bersamaan.

"Kalian berdua itu udah dewasa. Bisa-bisanya kalian berantam seperti anak tk yang rebutan mainan" kami kembali menunduk.

"Etek gak habis fikir sama otak kalian berdua. Bisa-bisanya kalian berantam, astaga" etek Diza menggeleng tak percaya.

Kalau ada orang lain yang melihat kami saat ini, mungkin dia udah terbahak-bahak. Bayangkan saja, kami yang udah dewasa ini dimarahi seperti anak kecil oleh etek Diza.

Mau menjawab keburu jantungan menatap mata tajam miliknya. Jadilah kami berdua hanya menunduk, lalu terkadang menggeleng dan mengangguk kalau etek udah ngasih pertanyaan. Benar-benar kayak anak Tk.

"Udah kalian berdua salaman, lalu minta maaf" tuh kan, ini mah kita berdua udah beneran kayak anak tk.

Aku melirik Fahmi, namun dia menatapku dengan sorot permusuhan. Aku juga tak mau kalah, ikutan menatapnya garang.

PLAKK

Suara meja ditambar membuat mata kami menoleh kearah lain.

"Mau berantam lagi kalian, iya?"  sontak kami berdua menggeleng cepat. "Yaudah kalau enggak buruan minta maaf"

"Aku minta maaf Mi" pintaku sambil mengulurkan tangan padanya.

"Aku juga minta maaf" jawabnya pelan.

"Yaudah sekarang pelukan" dan tanpa ba bi bu kami berdua menurut. Sumpah udah kayak anak tk beneran.

Hahahahahahaha

Seketika tawa etek Diza membahana diruang tamu. Saking hebohnya, sofa yang ia duduki jadi sasaran pukulan.

Kami berdua saling pandang, lalu menggidikkan bahu acuh.

"Adududuh sakit perutku hahahaha" etek Diza masih saja tertawa, sampe-sampe air matanya keluar.

"Istighfar mak" seru Fahmi kasian. Dia mengelus-elus pundak etek menenagkan.

"Aduh ini tuh gara-gara kalian tau gak?" tanya dia masih dengan menahan tawa.

"Ko gara-gara kita sih tek?" jawabku bingung. Fahmi juga mengangguk mengiyakan.

"Iya, kalian udah kayak anak kecil yang musti didamaikan dulu kalau berantam. Etek jadi ingat kalian waktu kecil juga sering berantam, hahahahaha"

Tuh kan etek lagi-lagi tertawa. Aku sama Fahmi hanya bisa diam dan saling pandang.

"Ck heboh kali mamak kau yang ketwa itu Mi" aku terkikik geli.

"Etek kau itu"

"Lah emang iya itu etek aku, tapi tetep aja emak kau" jawabku sebal.

Jangan sampai kepancing emosi. Nanti bukan lagi sofa yang dihajar tapi malah kami berdua.

"Ekhemm mau berantam lagi?" tiba-tiba saja etek udah menatap kami garang. Padahal kan tadi dia masih sibuk ketawa.

"Enggak loh mak, ih emosian kali"

Fahmi beranjak dari sofa, lalu naik kelantai dua sambil menghentak-hentakkan kaki.

"Kenapa dia?"

"Gak tau tek" jawabku mengangkat bahu.


















Terima kasih
NurDyh ❤

PARIBAN (End)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz