BAB 42

2K 162 47
                                    

"Kamu mau aku berhenti aja?" Tanya Dina.

Gavin menghela nafasnya.
"Enggak bisa! Lo lanjutin aja! Gue tetep harus tau semuanya." Ucap Gavin kemudian.

Dina tersenyum.
"Oke!" Ucap Dina lalu melepas pelukan Gavin kemudian melanjutkan lagi ceritanya.

"Saat itu kami kehabisan waktu dan tidak tau harus kemana lagi, akhirnya kami hanya bisa kabur ke Jakarta. Di Jakarta, kami tinggal di daerah P. Dan untuk mengelabuhi papa, aku bersekolah di SMA PELITA."
"Jarak yang cukup jauh untuk ditempuh, dan harus berganti-ganti angkutan agar bisa sampai ke sekolahan. Semua itu kami lakukan untuk mengecoh papa."

Gavin akhirnya mengerti ketika mengingat pertama kali mereka berkencan.
"Jadi karena itu, dulu lo minta dijemput di Super Giant dan nggak mau gue anter pulang karena rumah elo jauh?"

Dina tampak mengingat-ingatnya kembali.
"Saat kencan pertama kita?" Tanya Dina.

Gavin mengangguk.

Iya." Jawab Dina.

"Jadi itu sebabnya lo naek angkot setelah itu." Ucap Gavin lebih kedirinya sendiri.

"Ka..kamu lihat?" Tanya Dina kaget.

Gavin mengangguk. Lagi-lagi Gavin menghela nafasnya. Gavin merasakan berat sekali menjadi Dina saat itu.
"Oke lanjutin lagi ceritanya!" Perintah Gavin kemudian.

Dina mengangguk.
"Aku nggak tau dengan cara apa papa mencari kami sampai-sampai papa berhasil lagi menemukan lokasi kami."

"Tadinya mama ngajak aku buat pindah ke Sumatra, tepatnya ke Medan Sumatra Utara."
"Tapi aku nggak mau. Aku capek selalu lari dari papa. Aku udah merasa nyaman banget berada di Jakarta. Saat itu aku seneng banget bisa punya temen deket kayak Bunga dan waktu itu m untuk pertama kalinya aku juga ngerasain jatuh cinta, ya... itu sama kamu." Ucap Dina dengan wajah memerah.

Gavin tersenyum lalu menggenggam tangan Dina.

"Saat itu aku berhasil meyakinkan mama untuk tetap tinggal di Jakarta."
"Lalu mama memutuskan untuk menyewa rumah di dekat sekolahan saja dan resikonya, mama yang akan menempuh jarak lebih jauh untuk pergi ke kantornya."

"Satu tahun kami tinggal disana, kami pikir papa sudah menyerah mencari kami karena kami sudah tidak pernah mendengar kabar tentangnya lagi. Tapi ternyata....." Ucap Dina sedih.

"Malam harinya sebelum kita pergi ke Puncak, papa datang kerumah dan memaksa aku untuk ikut kembali pulang ke Bandung."

"Aku menolaknya, tetapi papa marah dan menyeretku paksa. Saat itu mama yang sedang kalut, berlari ke dapur dan keluar dengan membawa pisau untuk mengancam papa agar mau melepaskan aku dan pergi dari rumah."

"Karena papa melawan, mama secara tidak sengaja melukai lengan papa, dan luka itu terlihat cukup parah. Papa panik, lalu berlari keluar dan pergi begitu saja."

"Setelah papa pergi, mama menghubungi sahabatnya yang tinggal di Medan. Malam itu mama memutuskan akan membawaku tinggal ke Medan."

"Aku menolak, aku meminta mama untuk pindah dari rumah itu saja seperti yang sebelumnya. Mencari kontrakan rumah yang baru dan tidak perlu sampai harus ke Medan karena aku nggak mau pisah sama kamu."

"Tapi keputusan mama sudah bulat. Aku nggak bisa membujuk mama lagi. Untungnya saat itu teman mama bilang baru bisa memberi kepastian keesokan harinya."

"Karena takut papa akan kembali lagi, pagi-pagi sekali mama mengajakku untuk meninggalkan rumah dan menyewa sebuah kamar dihotel sambil menunggu kabar dari temannya itu."

"Di hotel aku masih berusaha terus merayu mama untuk tetap menetap di Jakarta, tetapi mama kekeh tetap menginginkan pindah ke Medan."

"Akhirnya aku meminta pada mama untuk memberiku waktu 1 hari agar aku bisa ikut kamu ke Puncak untuk berpamitan."

Be Mine (TAMAT)Where stories live. Discover now