17. Putus II

102 89 22
                                    

Mah, pah. Anak kalian sudah dewasa.
Luka yang dulu dikaki kini beralih ke hati.
Luka yang tadinya dangkal kini malah mendalam.

Andai aku bisa mengulang waktu.
Inginku kembali ke masa kecil. Dimana yang terluka hanya kaki dan tangan, bukan hati. Dan ketika mamah memberi harapan palsu karena tidak dibelikan mainan, bukan diberi harapan palsu karena rasa yang dimainkan.

___oOo___

"Del, mari kita akhiri hubungan kita sampai disini".

Cewek kelas XI itu terdiam saat mendapat lontaran kalimat yang menyesakkan dada dari adik kelasnya.

Mereka berdiri dibelakang gedung sekolah. Berdua. Hanya ditemani hamparan rumput, pohon cemara, dan semilir angin lembut juga sang raja siang yang bergegas ke ufuk barat.

Edel menunduk dalam. Cewek itu kemudian mendongak menatap lawan bicaranya yang lebih tinggi darinya. "Gw boleh tahu apa alasannya?". Edel bertanya sambil tersenyum getir. Padahal ia fikir mereka memiliki perasaan yang sama. Apalagi dengan segala perhatian yang Avi berikan, membuatnya semakin yakin kalau cowok itu juga mencintai nya. Edel tidak menyangka kalau akhirnya hubungan mereka kandas juga.

"Lo udah tahu dari awal. Lo itu cuma gw jadiin objek taruhan". Cowok itu memberi alasan. Padahal hatinya merasa sakit atas ucapannya sendiri.

"Gw fikir, semalam yang mau lo omongin itu, lo mau nembak gw. Jadiin gw pacar beneran lo". Kata Edel dengan suara bergetar menahan sesuatu yang mendesak keluar dari matanya.

"Sorry kalau gw buat lo kecewa, harusnya lo gausah kebawa perasaan. Katanya lo fuckgirl. Masa gitu doang baper".

"ANJING LO MAININ SAHABAT GW? UDAH PERINGATAN LO DARI AWAL BERANI MACAM-MACAM SAMA SAHABAT GW, LO BERURUSAN SAMA GW BANGSAT".

Aileen keluar dari tempat persembunyiannya. Murka, luar biasa murka atas apa yang telah Avi lakukan terhadap sahabatnya. Ia memaki cowok itu mentah-mentah.

Avi tidak peduli, ia berjalan melewati Aileen beserta para sahabatnya yang menatapnya seakan ingin membunuh.

Aileen hampir menyusul Avi untuk menghajar nya, namun Edel segera berlari untuk menahan.

Sambil bercucuran air mata Edel memohon pada Aileen. "Lo jangan hajar Avi gw mohon".

"Gw sayang sama dia gw gak mau dia jadi salah satu korban tinju lo". Imbuh Edel.

"Tapi dia pantes dihajar del". Komentar Anna.

Ara turut menambahkan. "Dia udah nyakitin lo".

"Lo berdua jangan memperkeruh suasana deh, biarin Edel tenang dulu". Mei yang selalu menjadi penengah diantara mereka merengkuh tubuh Edel. Membiarkan sahabatnya sesenggukan di pelukannya. Sambil mengusap-usap punggungnya.

___oOo___

"Huaaa,,,, ". Edel terus menangis tanpa henti. Sembari mengelap ingus di hidung dengan tisue dan membuangnya ke sembarang tempat.

Faulin yang penasaran beranjak ke kamar sang adik. Melihat kamar adiknya sekarang berantakan dan penuh dengan tisue yang berserakan dimana-mana mulai mengomel. "Sumpah Demi apapun, gw panggil tukang sampah sekarang juga buat buang lo ke pembuangan sampah, mau?". Pekiknya kesal kepada si adik yang terus saja menangis.

"Sadar diri dong. Lo tuh kalo nangis jelek banget bikin semua telinga orang terguncang".

Faulin terus mengoceh dan memarahi Edel yang tangisnya lebih nyaring dari suara compreng nya, sampai mulut berbusa. Sedangkan Edel tidak menggubris ocehan kakanya itu dan lebih memilih untuk menangis saja.

Story About Edel (TERBIT)Where stories live. Discover now