• I N T R O •

Start from the beginning
                                        

Sedang yang lebih tua lebih memilih bersembunyi dalam kamar mandi. Mengunci pintunya rapat rapat.

Sekujur tubuhnya terasa dingin. Degup jantungnya berpacu di luar kendali. Ia tahu, hal buruk sedang terjadi menimpa keluarganya saat ini. Berselimut rasa risau juga takut, ia merapal doa dalam hati.

Berharap jika malaikat masih berbaik hati untuk menyelamatkan jiwa mereka. Jikapun pintanya ini terlalu berat, ia akan meminta sang adik untuk tetap menghirup udara bebas nantinya.

"Kau harus selamat, saeng. Apapun yang terjadi"

Dug

dug

Braaakk!

Pintu kamarnya terbuka. Terdengar derap langkah beberapa orang masuk. Mereka saling berbincang dengan lirih pada satu sama lain. Indera pendengarnya sedikit pun tak mampu menangkap satu kata yang terucap dengan baik.

Sebuah bayang hitam terlihat di balik pintu tempatnya bersembunyi. Ajalnya akan menjemput dalam hitungan detik.

Tuhan, aku bukanlah kakak yang baik. Tapi kumohon satu saja, selamatkanlah adikku.

Kelopak matanya tertutup rapat. Kucuran air mata mengalir deras pada pipi hingga dagu. Membasahi piyama yang ia kenakan. Jari jari yang menggenggam erat tirai bath up bergetar hebat kala pintunya di dobrak paksa.

Derap langkah tenang menyisir setiap sudut kamar mandi. Maniknya melirik bayang hitam tersebut tengah berdiri dengan jarak delapan kaki darinya.

Tubuh tegap berselimut jas hitam dengan kaca mata hitam khas pengawal yang mampu ia tangkap sosok tersebut.

Lelaki manis itu mencoba menarik nafas dalam dalam. Meredam isak tangis juga rasa takut yang teramat hebat.

Tak butuh waktu lama bagi pria itu mendekat.

Tirainya terbuka.

Saeng, hyung mencintaimu.

.
.
.
.

Seorang anak meringkuk dengan tubuh bergetar di dalam lemari besar. Kumpulan jas juga kemeja yang menggantung mampu menutupi tubuhnya yang kecil.

Sebisa mungkin ia meredam isak tangis juga jeritan kala letupan suara senjata api terdengar di dalam kamar.

Kini fikirnya hanya tertuju pada sang kakak.

Dalam hati ia berdoa, semoga yang ia dengar kali ini salah. Hanya sebuah ilusi. Sang kakak akan baik baik saja. Lelaki yang lebih tua itu akan menjemput dan mengulurkan tangan kala kondisi telah kembali seperti semula.

Hyung, aku takut.

Indera pendengarnya tak lagi mampu menangkap suara gaduh lain. Suasana kamar terdengar lengang juga tenang.
Entah harus berapa lama lagi ia bersembunyi, tak tahu.

Lelaki kecil itu hanya berharap jika seseorang yang membuka pintu lemarinya nanti adalah sang kakak.

Lengkah senyap terdengar mendekati tempatnya bersembunyi. Besar harap baginya jika sosok tersebut adalah lelaki yang sedang ia pikirkan saat ini.

Sreeek!

"Hello, boy! Are you okay?"

Seorang pria paruh baya berwajah asing mengulurkan tangan. Ada seutas senyum menghiasi bibirnya.

"I-I...."



Seoul, 18 Oktober 1978


• K R A C H T •  JINV • ABOWhere stories live. Discover now