42 || Perkelahian yang Terulang Kembali

Mulai dari awal
                                    

"Kalo mau ghibah di kelas aja, ya. Gak usah di sini. Haram."

Dara menggerakkan kepalanya, tersenyum tipis mendapati Farzan yang menegur sekelompok cewek kemudian duduk di tempat yang sudah disediakan oleh Pak Tegar, disusul dengan lainnya.

"Heran, ngeghibah gak tau tempat bener," keluh Farzan seraya duduk.

"Gak usah di dengerin, Ra," Asep menunjuk tim IPS 5 dengan dagunya, "fokus aja sama empat anak itik itu."

"Yang bener anak curut, Sep."

"Oh, iya, Zan."

"Ini mereka lawan siapa?" tanya Revan sembari memperhatikan pertandingan.

"Sekarang IPA 2."

"Loh?" Dara mengernyit bingung. "Bukannya tadi IPS 1? Cepet banget."

"Tadi udah mau abis waktunya," Dio kembali menyahut. Ia menunjuk para tim yang sedang beradu bermain takraw. "Kelas kita menang, sekarang lawan IPA 2."

"Yang bener lawan anak-anak caper, Yo."

"Nyinyir banget, tapi gapapa karena itu bener," sahut Asep lagi seraya mengangguk setuju.

"Siapa yang nyinyir, Sep?"

Farzan tersentak hingga nyaris terjengkang kalau saja Asep tidak menahannya. "Pak, jangan kayak setan dong suka nongol tiba-tiba. Mending jadi setannya pas mergoki adek kelas lagi pacaran."

"Gak sopan kamu, Tarzan!" balas Pak Tegar memukul kepala Farzan dengan kertas yang digulung.

"Pak nama saya Farzan, Pak, Farzan. F-A-R-Z-A-N."

"Gak nanya nama kamu, monmaap," Pak Tegar kembali menyahut dengan tidak acuh.

"Ajege," umpat Farzan pelan tetapi tidak dihiraukan oleh wali kelasnya itu. Beliau malah kembali berjalan mengambil tempat di samping Revan.

"Bapak ngapain?"

"Nyari cewek," jawab Pak Tegar cuek, tetapi sejurus kemudian ia kembali menghadiahkan pukulan dari gulungan kertasnya itu kepada Revan. "Nonton pertandingan anak-anak Bapak, lah! Gimana, sih, Master Anu ini?"

"Jangan di sini, Pak."

"Kenapa, tuh?"

"Rame."

Pak Tegar mengangguk paham. Beliau menepuk bahu cowok itu. "Tau malu juga kamu. Bapak pikir malunya udah ilang diambil Tante Mia."

"Kita beda selera, Pak."

"Selera Bapak lebih mantap."

"Ini Pak Tegar kok kospley jadi Pak Fucek?" tanya Farzan heran membuat Dara terkekeh.

"Oh, iya. Minum anak-anak gimana? Udah ada? Bapak———" pertanyaan Pak Tegar terpotong saat ponselnya mengeluarkan suara notifikasi tanda pesan masuk. Beliau lantas mengambil ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk. Beberapa saat kemudian, dengan wajah yang tenang pria tersebut berdiri dan pamit, "Bapak pergi sebentar, ya."

Farzan sontak bertanya, "Mau ke mana, Pak?"

"Biasa, kalo kata anak muda sekarang," Pak Tegar mengedipkan sebelah mata, "nyebat."

"WIHH KEREN-KEREN," seru Farzan heboh seraya mengacungkan jempolnya.

Pak Tegar tertawa keras dan membalas Farzan dengan jempolnya juga. "Bapak duluan. Ra, Yo, bisa handle, kan?"

Dara dan Dio serempak mengangguk membuat Pak Tegar tersenyum puas dan beranjak pergi.

Revan terus menatap punggung yang sudah berjalan menjauh dari tempatnya. Ia spontan menghela napas pelan mengingat apa yang tadi kedua matanya lihat.

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang