•••
Meera meneguk minumannya sampai tandas. Perempuan itu merebahkan diri di sofa ruang tamu. Pandangan matanya menatap langit-langit dengan damai.
Pikirannya seakan terarah pada lelaki yang bernama Fabian itu. Ketua geng dari Lion. Meera sering mendengar nama geng itu, ketika ia akan menaiki bus yang menuju kampusnya, sering orang-orang membahas geng tersebut.
Ada yang bangga karena melihat lelaki tampan seperti Fabian yang menjadi ketuanya. Bahkan ada pula yang menjelek-jelekkan geng tersebut karena terbilang berbahaya bagi warga sekitar.
Tapi jika dipikir memang benar. Geng-gengan seperti itu dapat membahayakan seseorang, apalagi jika mereka tawuran di tempat yang terbuka dan banyak aktivitas warga pasti akan mencoreng nama baik sekolah juga.
"Ganteng sih tapi takut juga kalau dianya ketua geng."
"Siapa yang ganteng?"
Meera terkejut mendengar nada suara Mamanya yang terbilang keras. Perempuan itu bangkit dari tidurnya, lalu menatap sang Mama dengan tajam.
"Mama ngagetin!"
"Hilih gitu aja kaget."
"Ya 'kan suara Mama kayak toa masjid!"
"Berani ya kamu bilang gitu sama orang tua???"
"Beranilah emang kenyataannya kayak gitu."
"Anak siapa sih kamu?"
"Anak Bapak Bhisma dan Ibu Maya tersayang."
Mamanya mendelik. Lalu ikut duduk dihadapan sang anak. Maya mulai menetralkan suasana di ruang tamu ini. Ada pembicaraan penting yang akan ia sampaikan pada Meera.
"Meera umur kamu udah berapa tahun?"
Meera yang tadinya sedang mengambil camilan langsung tidak jadi ketika mendengar pertanyaan dari Mamanya.
"Ya ampun masa gak tahu sama umur anak sendiri."
"Mama lagi serius. Ayo jawab!"
"Umur aku 19 tahun, Ma."
Maya mengangguk. "Kamu udah dewasa 'kan?"
"Ya udahlah masa enggak."
Maya kembali mengangguk. "Mama sama Papa udah rundingin ini dari kemarin. Niatnya mau nanti dikasih tahunya, tapi mumpung kamu gak sibuk ngerjain tugas, ya jadi sekarang aja Mama yang wakilin Papa."
Dahi Meera mengerut tak paham. Sebenarnya ada apa? Mamanya ini sedang membahas apa? Sungguh Meera tak paham akan tujuan Mamanya itu.
"Kamu mau menurut sama permintaan Mama dan Papa?"
"Permintaan? Permintaan apa? Mama mau jodohin aku ya?"
"Iya."
"WHAT!!!" teriak Meera begitu histeris sampai Maya refleks mencubit paha mulus milik anaknya.
Masih dengan keterdiaman nya. Meera menatap Mamanya dengan dahi yang masih berkerut serta terkejut. "Ma pasti bohong 'kan?"
Maya malah menggelengkan kepalanya. Yang pasti hal itu membuat Meera kembali histeris.
"Meera udah duduk!"
"MEERA!!"
"Ma... Meera gak mau! Apa-apaan main jodoh-jodohin aja aku tuh masih muda, masih mau ngejar mimpi."
"Bisa dengerin dulu penjelasan Mama?" tanyanya. "Mama melakukan ini juga demi teman Mama. Dia sedang berjuang untuk penyakitnya. Teman Mama meminta Mama untuk menikahkan anak-anaknya, dan itu permintaan dia untuk terakhir kali kalau seandainya teman Mama itu udah nggak ada."
"Mama mau nikahin aku demi teman Mama, terus aku? Aku yang jadi bahannya gitu? Mama egois!"
"Mama gak egois. Ada bagusnya kamu menikah di usia muda, apalagi calon suami kamu juga sudah sangat mapan walaupun masih duduk di bangku perkuliahan."
"Tapi tetap aku gak mau, Ma!" putus Meera lalu pergi dari hadapan Mamanya.
•••
Fabian dan anggota geng Lion berkumpul dititik yang sudah ditentukan. Dihadapan mereka sudah ada geng Wolf.
Banyak yang membawa senjata tajam. Di mulai dari cerulit, golok sisir, golok, tongkat bass ball dan masih banyak lagi. Lion tidak pengecut untuk menghadapi Wolf yang begitu gila akan senjata tajam.
Ya, setiap kali disatukan dalam pertarungan. Wolf selalu siap sedia senjata tajam.
Fabian maju ke depan satu langkah. Menatap jajaran di depan sana dengan tajam. Wajah datarnya begitu menakutkan. Apalagi aura kejamnya nanti.
"Gue mau tanya dulu."
"Siapa orang yang udah kirim kotak yang isinya bangkai tikus dan pisau berlumuran darah ke rumah gue?"
Mereka terdiam dan saling pandang. Suasana di jalanan sepi ini begitu hening. Hanya ada hembusan angin yang menemani mereka.
"Banci gak? Banci gak kirim begituan?!" teriak Fabian dan disetujui anggotanya.
"GAK ADA YANG MAU NGAKU???"
"Gue kenapa?" pelan namun pasti membuat amarah yang ditahan Fabian menggebu. Salah satu anggota Wolf yang menjawab tadi menampilkan tampang meremehkan.
Fabian terkekeh kecil, lalu meludah pada aspal yang dingin itu.
Telunjuknya mengacung ke atas. Menandakan untuk anggotanya supaya siap ketika pertempuran di mulai.
"SERANG!!!"
Lion dan Wolf maju dan saling beradu. Fabian tidak mengarah pada ketua Wolf, tapi kali ini lelaki itu mengarah pada orang yang sudah membuat Mamanya kambuh.
Kini, Fabian dan Riki— orang yang menjadi pelaku itu berhadapan dan saling adu pandang. Fabian dengan cerulit nya dan Riki dengan goloknya.
Satu tebasan Riki ayunkan pada Fabian. Namun masih mampu ditahan oleh cerulit. Kini giliran Fabian yang melawan Riki, satu ayunan cerulit itu mampu membuat Riki jatuh tumbang. Ya, Fabian melayangkan cerulit nan tajam itu pada bahu milik Riki.
Lengan baju Riki sobek akibat tebasan itu. Serta darah yang mulai mengucur dan berjatuhan di aspal.
"Lo mau bunuh Mama gue dengan cara kirim begituan, hah?" Senyum miring tercetak jelas dari wajah Fabian.
BUGH
BUGH
SRETT
Dua kali tonjokan Fabian berikan pada rahang bawah milik Riki. Lalu satu tebasan lagi diberikan pada bahu kiri lelaki itu, dan darah pun kembali mengucur.
Suara senjata tajam serta adu jotos masih terdengar jelas. Tentu menegangkan dalam situasi seperti ini. Tidak akan sempat untuk kabur, kabur pun akan ke mana? Pasti akan selalu dikejar dan dihajar sampai puas.
Sebagian anggota sudah tepar dengan darah yang bercucuran. Prinsip Lion dalam tawuran berlangsung yaitu, jangan membuat lawan mati, hanya perlu koma dan pingsan saja itu sudah cukup. Jika ada yang mati maka urusannya sudah beda lagi.
Suasana sudah kembali hening. Wolf dan Lion hanya menyisakan beberapa orang saja. Dan kali ini balas dendam Fabian pada Wolf sudah terbalas lagi. Jumlah anggotanya yang tumbang dengan Wolf jauh berbeda.
Maka dari itu, Lion memenangkan tawuran ini.
•••
Fabian sudah rapih dengan kaos putih yang dipadukan jaket denim berwarna hitam. Tak lupa beberapa lebam menambah ketampanan lelaki itu.
Ia membuka ruangan Mamanya di rawat. Dan di dalam sudah banyak orang yang berkumpul. Alisnya menyatu dan hatinya bertanya, ada apa ini?
"Fabi." Panggil Papanya ketika Fabian sudah memasuki ruangan ini.
Mata Fabian beralih pada Mamanya yang setia memandang wajahnya dengan teduh. Fabian menghampiri Mamanya lalu mencium kening Mamanya cukup lama.
Perlakuan Fabian terlihat jelas oleh seseorang yang sedari tadi diam di sudut ruangan ini. Ya, dia Meera. Meera datang ke rumah sakit atas paksaan Mama dan Papanya. Katanya ingin menjenguk teman Mamanya serta ingin membicarakan sesuatu yang begitu penting.
Meera sudah tahu, pasti permintaan Mamanya di rumah akan dibahas lagi di sini. Meera juga tidak menyangka. Orang yang akan menjadi calon suaminya itu katingnya di kampus.
Ada rasa senang tapi takut juga. Teringat akan kata temannya, yang menyebutkan bahwa Fabian itu kejam jika sudah berurusan dengan musuhnya.
"Fabi, kenalin ini teman Mama, namanya Maya. Kamu bisa panggil dia dengan sebutan Mama juga. Karena nanti kamu akan menjadi menantunya."
Fabian menghela napas gusar. Tapi selanjutnya, lelaki itu menyalimi tangan orang yang akan menjadi mertuanya.
"Kamu ganteng banget. Gak berubah dari dulu," ucap Maya dengan senyumnya.
"Pastilah, Ma." timpal Bhisma.
"Oh ya, Meera ke sini sayang."
Meera yang masih di sudut ruangan itu pun langsung terkejut karena namanya dipanggil. Meera takut untuk menunjukkan wajahnya pada Fabian. Apalagi mengingat kejadian waktu itu membuat rasa takutnya semakin bertambah.
"Meera..."
Perempuan itu mengambil napas terlebih dahulu. Lalu berjalan sambil menunduk untuk menemui Mamanya.
"Fabi, dia yang akan menjadi calon istri kamu. Umurnya terpaut sedikit dengan kamu, tapi tidak apa yang penting kalian berdua bahagia nantinya."
"Meera angkat kepala kamu sayang," pinta Firda begitu lembut.
Meera secara perlahan mengangkat kepalanya. Seperkian detik kemudian wajah Fabian yang awalnya datar, kini semakin datar ketika melihat siapa perempuan itu.
•••
Say hello to...
Sarah Latufi
Marcel Imanuel
Felix Smith
Jerry Aurelio
Razel Axel Prawira
Logo kedua geng...