[ A.1 ] Just a Tool [ COMPLET...

By pjy1106

148K 17.8K 4.3K

Cover Fanart cr.by Pinterest. ---- Lisa fikir Lelaki itu adalah penyelamatnya namun kenyataan mengatakan lain... More

Pengenalan
1. Hay
2. Anggoro Sibling
3. Just A Tool
4. Sahabat
5. HappyBirthDay❀
6. Nerd?
7. Meet Rival
8. Get Ready?
9. Skinship?
10. First
11. Terlindungi
12. Hilang dan Menyesal
13. Terjebak?
14. Yoyo
15. Teman Lama
16. Kacau
17.
18. Game Over
19. Deg-degan
20. Dangerous.
21. Lose Control
22. Blushing.
23. Arrogant.
24. YOU'RE MINE !
25. Who am I to you ?
26. Terancam
27. Rahasia Lisa.
28. Who Juan ?
29. Teddy in Action.
30. Egois.
30. Panas.
31. Lose Control.
32. Dua Tahun Kemudian.
33. Night With You.
34. Pertengkaran.
35. Ketakutan.
I Love U.
36. Sedikit Perhatian.
37. Holidays.
38. Envy.
39. Dahyuni.
40. Cara Mencintai.
41. Pillowtalk.
43. Mimpi.
42. A Little Actions.
44. Double Job.
46. Kosong.
47. Memory.
48. Down.
49. Mantan.
50. Beside You.
51. Retak.
Hanbin Side.
52. Mau Aku Bantu?
53. Kalau Butuh, Jangan Gengsi!
54. Jangan Suka Sama Lisa!
Good Morning.
55. Fakta.
56. Kita Baikan?
57. Don't Get Tired.
58. Lisa Dimana?
59. Anggoro Family.
60. Pengakuan Dosa.
61. Perubahan Hidup.
62. New Pages.
CHAT
63.
CHAT-O2
64. Hari Itu Tiba.
EPILOG
NEW STORY HANLIS

45. Haruskah Berakhir?

1.3K 185 102
By pjy1106

Vote dulu baru baca!
Sedih bener, jomplang jumlah yang baca sama yang vote hoooooo~

22 Mei’20
-
-
-
-
-

Sudah dua minggu ini, intensitas pertemuan Hanbin dan Lisa berkurang. Bahkan seminggu ini, hanya bertukar pesan beberapa kali saja. Bukan karena obrolan tempo hari mengenai Danah, akan tetapi faktor utama dari kerenggangan mereka adalah kesibukan masing-masing.

Hanbin yang semakin hari semakin sibuk dengan Band-nya. Terakhir Lisa dapat kabar bahwa Hanbin dan Band-nya akan siap meluncurkan album dengan kata lain mereka siap debut. Tentu hal itu membuat Lisa bahagia, walau dibalik itu ada sedikit rasa sedih karena intensitas pertemuan mereka benar-benar terpangkas.

Disisi lain, Lisa-pun sama sibuknya. Mempersiapkan persyaratan demi beasiswa nya di Cambridge. Setelah melewati perdebatan panjang dengan Teddy juga Dara——orang tua nya—— akhirnya Lisa dapat memutuskan sesuatu hal yang besar. Dia memilih untuk menunda kuliahnya di Bandung, walau belum tentu kapan. Tapi Lisa sudah siap jikalau, dia benar-benar mendapatkan beasiswa itu. Baginya menjadi pengacara terkemuka adalah cita-citanya sejak kecil, dan Lisa harus mencapai pada titik itu.


"Masih nggak ada kabar?" tanya Jisya.


Lisa mengangguk, tanpa menghentikan kunyahan nya. Keempat gadis itu kini telah menyantap makan siangnya di kantin kampus. Tentu nya, menjadi pusat perhatian mata-mata nakal disana.


"Hanbin sibuk banget apa yak, sampai ngabarin aja nggak sempet." sungut Jennie kesal.


Lisa-pun terkekeh, "Bukan dia doang, gue-pun sibuk. Jangan disalahin, abang lo tuh udah salah banget dimata orang-orang haha." candanya.


Rose membeo, "Tapi keterlaluan kalau nggak ngasih kabar sedikit-pun. Bahkan June aja masih sempat chat gue atau telpon sekalipun singkat."


"Hanbin tuh perfeksionis, bagi dia kalau nggak penting-penting amat mana mau buang-buang waktu. Kita udah sama-sama gede lagian, timbang makan minum tidur tuh udah bisa dilakuin tanpa harus nunggu diingetin."


Jisya menghela nafas, menatap Lisa dengan sorot mata kasihan. "Sabar ya Sa, banyak kendalanya gue yakin hubungan lo bakalan indah pada waktunya."

Rose terkekeh geli mendengar perkataan Jisya yang terbilang cringe. "Restu dari adek nya aja udah lo kantongin, sis. Santai aja." sambil melirik Jennie.

"Nah, jadi kalau Hanbin macem-macem, gampang timbang gue doktrin aja nih adeknya." goda Lisa sambil menjuil hidung Jennie, Jennie hanya mendengus sebal sejurus kemudian dia tertawa.

"Gue bakalan suruh Jennie buat nolak cewek-cewek nya Hanbin nanti. Biar jadi bujang lapuk tuh bapak-bapak." candanya.

Merekapun terbahak, memang bukan sebuah lelucon lucu tapi bagi mereka membully Hanbin adalah hal terlucu yang tidak boleh terlewatkan. Sementara Jennie sebagai adik kandung Hanbin-pun tak ada pembelaan sama sekali, wanita itu bahkan sangat menikmatinya.

"Oh yah. Gimana kelanjutanya, udah sampai mana?" tanya Jisya.

Lisa berdehem, dia meminum es teh manis nya sampai tandas sebelum menatap Jisya dan tersenyum meyakinkan.

"Beres, semoga aja gue dapet." jawab Lisa.

"Gue nggak kebayang, Lis. Nanti kita nongkrong bertiga doang dong." kata Rose dengan wajah terlihat sedih.

Jennie-pun sama, dia mengangguk setuju. "Kita bakalan ldr-an, nggak bisa bobo bareng lagi. Selama lo pacaran sama Hanbin kita udah jarang bobo bareng, ditemenin Hanbin terus sih."

"Bayi gede gue itu." balas Lisa sambil tertawa. Gadis itu menatap ponselnya sekilas, tidak ada satupun pesan dari Hanbin. Bukan Lisa tidak ingin mengirim pesan terlebih dahulu, tapi dia sedikit takut juga kalau-kalau Hanbin sedang sibuk dan dia malah mengganggu.

Jadi lebih baik menunggu saja. Lebih aman.


Kelas nya baru saja selesai, Lisa berjalan berdampingan dengan ketiga teman nya menuju parkiran. Sambil sesekali, mereka melempar lelucon garing yang anehnya malah membuat mereka terbahak.

Humor nya tengkurep, dan memang mungkin hanya mereka saja yang mengerti dengan lelucon-lelucon garing yang mereka keluarkan. Tidak dengan orang lain di lingkup luar circle mereka, bahkan bisa di pastikan orang-orang itu akan memandang keempatnya aneh.

"Pak Doni tuh udah botak, mengkilat pula. Gue suka perih mata kalau dia udah jelasin materi. Apalagi kalau lampu pas diatas kepala dia, beuh mantul itu laser." kata Rose yang dibalas kekehan kecil teman nya.

"Kadang gue mikir untuk beliin obat penumbuh rambut. Tapi gue takut senasib sama si Banu." balas Jennie.

Lisa terbahak, mengingat bagaimana wajah cengo Banu ketika penghapus papan tulis terlempar ke wajah nya. Pasalnya, niat nya sudah baik kenapa malah kemurkaan yang dia dapat, bukan kata terimakasih atas kado berisikan penumbuh rambut untuk dosen killer nya itu?

"Melukai harga diri itu anjir hahaha." pekik Jisya.

"Coba kasih sisir aja entar." celetuk Lisa.

Jennie tertawa. "Gila, apa nya yang mau disisir? Bulu ketek? Apa jembut?" katanya sedikit vulgar.

Ketiga temanya bergidik geli, "Ew bahkan gue nggak yakin Pak Doni punya jembut. Irit begitu bulunya." celetuk Rose.

Mereka pun tertawa, tidak terasa kini keempatnya telah sampai di parkiran. Jennie menyarankan Lisa untuk ikut bersamanya dan diantar langsung ke Apartment gadis itu, Lisa sih tidak menolak. Namun sedetik sebelum dia akan membuka pintu mobil penumpang, tiba-tiba suara deruman motor yang terdengar keras namun halus itu membangkitkan rasa keingintahuan nya.

Lisa menoleh, bibirnya mengerucut lucu seolah-olah seperti anak kecil yang baru bisa bertemu dengan orang tua nya. Dia merajuk.

Pria dengan motor seharga hampir setengah Milliar itu melaju ke arahnya.

Hanbin memarkirkan motornya disamping Lisa, membuka helm fullface yang menutupi wajahnya. Tanganya terulur untuk mengacak surai rambut Lisa yang dia sadari sudah mulai bertambah panjang.

Ah gadisnya itu terlihat menggemaskan.

"Itu mulut jangan dimaju-majuin." kata Hanbin.

Lisa berdecak, dia menendang kaki Hanbin pelan membuat pria itu mengaduh sejurus kemudian dia tertawa.

"Ugh.. Merajuk. Pacar siapa ini?" katanya menggoda Lisa dengan mencubit pipinya pelan.

"Heleh, Bin. Nggak cocok lo sok manis begitu." celetuk Jennie.

Hanbin hanya terkekeh lalu mengerling, "Lisa balik bareng gue, lo duluan aja."

Jennie hanya mengangguk patuh, setelah berpamitan pada Lisa. Gadis itu menjalan kan mobilnya, setelah mobil yang dikendarai Jennie sudah tak terlihat Lisa kembali menatap Hanbin.

"Tumben, mobil mu kemana?"

"Ada kok, harus serba gesit sekarang. Pake mobil kurang produktif." balas Hanbin. "Naik ayo, laper aku belum makan." katanya.

Lisa-pun tanpa menunggu lama menaiki motor itu. Memeluk erat pinggang pria-nya karena jujur saja dia sedikit takut, pasalnya model jok penumpang motor tersebut lebih kecil ketimbang motor-motor sport lain nya. Lisa parno sendiri, bagaimana kalau tiba-tiba dia terlempar ditengah perjalanan?

Lisa menggelengkan kepalanya kuat-kuat, menyengahkan imaginasi aneh nya itu.

"Kenapa?" tanya Hanbin.

Lisa tersenyum polos. "Motor kamu serem, Bin. Takut kelempar waktu ditengah jalan aku."

Hanbin terkekeh mendengar penuturan Lisa yang terbilang polos. "Makan nya peluk yang erat jangan dilepas."

"Tas kamu ganggu." kata Lisa merengek.

Hanbin melepas tas nya, lalu dia pindahkan kedepan. Menggantung tas itu di dadanya. Lisa pun tertawa girang lalu memeluk kembali Hanbin dengan erat, membuat Hanbin terkekeh geli melihat sikap kekasihnya itu.

"Sa, saking takut kelempar kuat banget peluk nya." sindir Hanbin.

"Biarin. Ayok jalan, Pak." katanya dengan satu kali tepukan dipundak Hanbin, seolah-olah Hanbin adalah seorang Ojek untuknya hari ini.

"Sa."

"Apalagi?" tanya Lisa gemas.

"Kekencengan, gunung kamu kerasa banget."

Sudah lima belas menit mereka tiba di sebuah restoran, makanan-pun sudah mereka pesan. Hanya saja sedari tadi Lisa menekuk wajahnya, membuat Hanbin kelimpungan. Dia tidak mengerti, kenapa mood cewek akan secepat itu berubah.

"Jangan cemberut terus." bujuk nya.

"Bodo." kata Lisa.

Hanbin mengacak rambutnya, "Kenapa sih?" tanya nya gregetan.

Mata Lisa memicing, menatap Hanbin seolah-olah ingin menguliti lelaki itu hidup-hidup. "Mi to the kir. MIKIR!" balas Lisa.

Hanbin tidak menjawab, dia hanya menatap Lisa datar. Mencari tahu apa kesalahan nya, Lisa yang merasa di tatap-pun dengan sigap menyilangkan kedua tanganya di dada. Lalu menatap Hanbin nyalang.

"Dasar mesum!"

Ah sepertinya Hanbin tau ada apa dengan wanitanya.

"Serius, gunung kembar kamu kerasa dipunggungku. Kamu meluknya erat banget." godanya.

Lisa mencubit lengan Hanbin tanpa ampun. "Berisik, dasar mesum!"

Hanbin pun terbahak, melihat wajah Lisa yang sudah memerah membuatnya semakin bersemangat untuk menggoda gadis itu.

"Idih, sok malu. Padahal udah lihat juga." kata Hanbin santai.

Lisa semakin membelalakan matanya, apalah mulut pria ini belum pernah disumlah heels tujuh senti meter? Apa Hanbin mau mencobanya?

"Kamu tuh, bisa nggak buat jangan bahas beg——"

"Hanbin?"

Perkataan Lisa terpotong, keduanya serempak menatap seorang wanita yang berdiri disamping mejanya sambil menatap Hanbin dengan binar mata yang sulit diartikan.

"Kebetulan ketemu disini, boleh gabung?" tanya nya.

Lisa mendengus, dia meraih botol air mineralnya lalu meminumnya sampai tandas. Melihat wanita itu sungguh membuatnya haus tiba-tiba, bahkan rasanya sekarang dia ingin menyiram air itu pada wanita yang kini sudah duduk disampingnya.

Sial, rupanya Hanbin mempersilahkan wanita itu untuk bergabung.

"Lisa, udah lama nggak ketemu. Apa kabar?"

Lisa hanya tersenyum canggung. "As you can see, gue baik-baik aja."

Tanpa berniat memperpanjang obrolan dengan wanita itu, Lisa lebih memilih memainkan ponselnya sambil menunggu ayam bakar madu pesananya. Ah Lisa jadi tidak yakin dia akan makan dengan lahap.

"Bin, malam ini jadwal rekaman lagi kan? Aku udah siapin semuanya kok, co-producer nya pun udah siap." katanya.

Hanbin menghela nafas, "Sebenarnya tanpa Co-producer pun gue bisa handle. Terlebih gue punya temen-temen di band yang kemampuan nya nggak bisa dianggap remeh." balas Hanbin.

Danah tersenyum tidak enak, "Iya gue tau, tapi gue pengen semuanya berjalan lancar dengan hasil yang memuaskan. Jadi gue bener-bener atur ini sedetail itu."

Hanbin terkekeh, "Lo nggak perlu sampai segitunya lah. Dan ngomong-ngomong gue sama Lisa kesini buat makan, bukan untuk ngobrolin kerjaan. Mending lo order makanan aja, punya gue udah dateng." katanya sambil menunjuk pelayan yang berjalan kearahnya membawa pesanan yang mereka pesan tadi.

Lis ingin sekali mengumpat, sialan kenapa dia jadi nyamuk? Seolah-oalah acara makan ini adalah acara Hanbin dan Danah. Muak sekali, rasa laparnya pun kini menguap entah kemana.

Buktinya sudah dua puluh menit Lisa hanya menduil bumbu-bumu ayam tanpa menyentuh nasi nya.

"Makan, Lis." titah Hanbin.

"Ini lagi makan." balasnya tanpa berniat melihat Hanbin.

Hanbin menghela nafas, sudah dipastikan Lisa marah padanya. Dia sudah tau dari jauh-jauh hari hal ini pasti akan terjadi, jika itu menyangkut Danah. Dan sialnya, gadis itu kini malah berada satu meja dengan mereka.

"Lo diet, Lis?" Tanya Danah.

Lisa melirik gadis itu sekilas, "Badan gue udah ramping, nggak perlu diet." jawabnya tidak bersahabat.

Danah bukannya tidak sadar akan sikap Lisa padanya, hanya saja dia tidak memperdulikan itu toh Hanbin saja tidak keberatan.

Tiba-tiba mata Danah membelalak, ketika Hanbin dengan santai nya menyuapi Lisa dengan tangan nya sendiri tanpa sendok. Lisa menolak, namun Hanbin terus saja memaksa. Alhasil, nasi yang tadi tak dia sentuh sudah raib dan berpindah pada perut Lisa.

Mendengus, Danah seakan nyamuk sekarang. Menikmati acara Hanbin yang sedang mehyuapi Lisa. Berlebihan sekali, seperti anak kecil, batin nya.

"Udah kenyang?" tanya Hanbin.

Lisa mengangguk.

"Ya udah kita pulang." katanya, Hanbin melirik Danah. "Gue duluan kalau gitu, biar gue yang bayar." lanjutnya.

Danah mengangguk, sejurus kemudian dia menarik ujung kemeja Hanbin.

"Gue udah selesai juga, boleh nebeng nggak?"

Lisa berdecak, "Kita pakai motor, mau lo duduk dipentil?" katanya sarkatis.

Muka Danah sudah merah padam, antara marah ataupun malu. Hanbin jadi tidak enak, sejak kapan Lisa seberani itu?

Akhirnya setelah menghabiskn waktu setengah jam kini mereka sudah berada di unit milik Hanbin. Menjatuhkan badan nya keatas sofa, dengan tangan Hanbin yang menjadi bantal kepala Lisa.

"Lis."

Lis menoleh, "Apa?"

Hanbin berdehem, "Tadi kamu keterlaluan, tentang Danah. Harusnya nggak jawab gitu, dia kelihatan malu."

Kening Lisa berkerut, gadis itu bangun lali menatap Hanbin tidak percaya. Apakah kekasihnya sedang membela Danah?

"Kamu belain dia?"

Hanbin menggeleng, "Nggak gitu, cuma——."

"Bilang aja kamu belain dia, Bin. Danah itu masih nyimpen perasaan buat kamu, kamu nggak sadar apa?" ucap Lisa dengan nada sedikit naik, terdengar seperti membentak. Dan Hanbin tidak suka itu.

"Jangan bikin opini sendiri tanpa ada alasan yang jelas." desis Hanbin.

Lisa terkekeh, "Ya.. Ya.. Yaa.. Di kamus kamu tuh selagi cewek nggak bilang suka berarti nggak. Tapi kamu nggak tau, kalau ada jenis cewek yang licik, kaya ular. Main aman, percis tuh kayak mantan tersayang kamu itu."

"Lis. Aku nggak mau ribut."

Lisa menghela nafas, mengibaskan tanganya didepan wajah Hanbin. "Terus aku mau? Nggak, kamu yang mulai. Udah tau kita udah lama nggak ketemu, giliran punya waktu berdua kamu dengan santai nya malah ijinin tuh cewek buat gabung. Nyebelin banget."

"Nggak enak kalau nolak." desis Hanbin, pria itu mengacak rambutnya frustasi.

"Udah lah, Bin. Ketemu sama kamu malah ribut terus, mending nggak usah ketemu aja sekalian." kata Lisa sarkatis.

"Nggak usah kaya anak kecil dong, Lis."

Lisa berdiri, lalu mengusap wajahnya kasar. "Selalu, kalau kita lagi ribut selalu aku yang dibilang kaya anak kecil. Padahal masalah awal tuh dari kamu, sadar nggak sih? Danah masih suka kamu, dia liat aku aja kayak nggak mau, seolah-olah aku pengganggu padahal dia yang ganggu, gitu aja masa kamu nggak sadar."

"AKU TAU CUMA CARA KAMU SALAH." bentak Hanbin.

Lisa terkesiap, gadis itu menghela nafas sesaat sebelum menatap Hanbin dengan tatapan sendu. Oh apa barusan Hanbin membentaknya?

"Aku capek, Lis. Kita berantem terus, iya bener kata kamu. Lebih baik kita nggak ketemu dulu."

"Ma-maksud kamu?" tanya Lisa tergagap.

"Kita break."

Lisa tertawa hambar, dia menarik kaos Hanbin mencengkram nya kuat. "Cuma gara-gara Danah kamu minta kita break? Bin, kamu becanda kan?" balasnya.

Hanbin menggeleng tegas. "Bukan, aku udah mikir ini dari lama. Kamu sadar nggak, kita keseringan ributnya ketimbang akur? Aku bakalan intropeksi diri biar kamu nggak terus-terusan insecure kalau sama aku, kamu juga intropeksi diri biar nggak terus-terusan nething kaya begini." kata Hanbin, dia menepuk kepala Lisa pelan. "Ini yang terbaik, Lis."

Lisa mencelos, matanya sudah tidak bisa menahan bendungan bening. Kini, air matanya mengalir di pipinua. Dia merasa setengah dari dirinya telah hancur.

Break, apa itu?

Hanya sebuah kata yang lebih sopan dari kata putus. Lisa tau, break hanyalah alasan untuk mengulur waktu. Sampai waktunya tiba maka mereka akan berakhir dengan sendirinya.

Haruskah Lisa bersedih?

Atau menyalahkan Danah yang menjadi point di permasalahanya kali ini?

Tidak, dia lebih menyalahkan diri sendiri, karena tidak bisa menahan rasa muaknya terhadap bibit Adilaga itu.

Jadi apakah semunya akan berakhir?

Mana nih tim Lisa yang mutusin Hanbin?

Continue Reading

You'll Also Like

186K 19.6K 79
Tentang Kim taehyung yang harus membesarkan putra nya seorang diri karena istrinya pergi meninggalkannya begitu saja, Kim taehyung masih begitu muda...
Young Mom By -

Fanfiction

85.8K 8.1K 14
#VRene Bae Joohyun yang rela menganti namanya menjadi Bae Irene, dengan harapan mampu membuatnya melupakan sebagian masa lalu yang perlahan-lahan mem...
125K 17.2K 26
(TERSEDIA PDF UNTUK AFTER STORY) Isinya Jennie, perempuan cantik dengan segala kekonyolannya yang berusaha membuat Taehyung jatuh hati. Β© WHITEVCDKA...
51.9K 16.1K 35
Pera dan Hickory bergabung menjadi tim eksplorasi Winter Hunting yang ke-54. Mereka dibekali ilmu perburuan, pengetahuan tentang alam, dan mendapatka...