How to Get 11 Out of 10 [Harr...

By livelifeloveluke

219K 21.3K 3.5K

Gwen Kruger. Gadis kaya raya manja yang sangat nakal dan sulit diatur, membuat ayahnya yang selalu sibuk beke... More

Prologue
02. Young Slut
03. I'm Here to Pick You Up
04. Harry, Harry Styles
05. The Damn Door
06. Program Introduction
07. Badass Bitch from Hell
08. Fake Numbers
09. "Deal"s
10. Pull Over
11. Central Park
12. Party (And) Fever - Part 1
12. Party (And) Fever - Part 2
13. The Girlfriend
14. Room 93
15. Francesca
16. Free for the Night
17. How to Hail a Cab - Part 1
17. How to Hail a Cab - Part 2
18. Brunch In a Car
19. 19 Abandoned Letters
20. Insolent
21. The Resignation - Part 1
21. The Resignation - Part 2
22. I Could Sue You
23. Jobs
24. Front Door
25. Reconsider
26. A Little Light
27. The Three Musketeers
28. Logo on the Key
29. Raconteur
30. Pillow Talk
31. Big News
32. Puffy Eyes
33. Dresses
34. Not So Prom Queen - Part 1
34. Not So Prom Queen - Part 2
Epilogue
Author's Note + Bonus Scenes + Explanation

01. The Perfect Plan

9.8K 727 80
By livelifeloveluke

G W E N

"Gwen!"

"Steveeen!" Aku terpaksa nyengir menyambut kedatangan Steven yang baru pulang dari Filipina itu. Tentu saja terpaksa, kebebasanku selalu dibatasi jika Steven Kruger, ayahku, berada di rumah. Tapi biasanya itu tidak berlangsung lama. Rekor terlama yang pernah kucatat adalah 4 hari 4 malam.

"So," aku membuang napas setelah berpelukan cukup lama, "how's Philippine, Steve?"

"Ya, begitulah. Menurutku, akan lebih baik jika meluaskan perusahaan ke UAE dahulu," jawab Steven mengelus-elus dagunya yang secara kurang menarik—namun cukup mempesona—berewokan itu. Aku mengangguk tetapi masa bodoh apa yang dibicarakannya, aku tak mengerti, dan tak akan.

"Wow! That's Amazing. Talk to you later!" Seruku (tidak luar biasa sebenarnya) seraya mengangkat heels-ku dan berlari menaiki tangga melingkar di rumahku yang super mewah di Upper East Side. Ya, memang mewah, harus aku akui. Aku Gwen Kruger, anak Steven Kruger yang kaya. Sangat kaya dan aku sedikit bangga dengan itu—atau banyak.

Aku bahkan tidak tahu bagiamana ia membuat uang sebanyak itu.

Setelah sampai di kamar, aku melempar sepatuku sembarang. Itu salah satu keajaiban dunia, kau tau? Sepatu itu akan tersusun kembali ke rak dengan sendirinya. I don't care who cares about it.

Aku ke kamar mandi untuk mandi (tentu saja), dalam tiga puluh menit aku selesai. Aku mengambil buku kimia yang aku peroleh dari penyiksaan ringan Ursula tadi siang lalu melemparnya ke arah ranjang yang empuk dan sebenarnya bisa memuat empat orang itu.

Aku berjalan menuju rak kaca elegan tempatku menyimpan sekumpulan komik—dan ya seluruhnya komikku. Aku mengambil The Rare Ranger yang ke-17. Itu adalah komik favoritku. Sekarang sudah terbit sampai edisi ke 24, dan aku sudah membeli semuanya, walaupun baru selesai kubaca yang ke-18.

Karena cintanya dengan The Rare Ranger, aku pernah merelakan musim panas hanya untuk pergi ke Jepang dan membeli komik itu. Karena menurut pemikiranku yang secara istimewa tidak istimewa ini, jika menunggu dan beli Amerika, 'harusnya sudah bertelur, malah baru ingin melakukan pembuahan'. Anyway, menurutku musim panas tidak begitu menarik. Akan ada banyak pesta dimana akan ada banyak lelaki mabuk merayuku dan there will be a lot of bitches that go fiercer (mungkin aku juga termasuk).

The Rare Ranger bercerita tentang seorang lelaki yatim sejak ia berumur 2 tahun, Zu, yang tinggal bersama ibu dan tiga saudara perempuannya, sehingga ia memiliki sifat seperti wanita (ini konyol tetapi aku selalu membayangkan ia super tampan seperti Lucky Blue Smith). Ketika negaranya, Chaioa, terancam diserang, ia harus mengikuti semacam pelatihan —seperti wajib militer—dan Zu membuatnya rumit karena ia tidak hanya mengikuti latihan, tetapi juga latihan agar ia menjadi seperti laki-laki sesungguhnya.

Entah mengapa aku menyukainya. Seperti ada suatu keterkaitan antara aku dan komik ini. Konyol, aku tau. Mungkin karena ini lucu?

Aku mengambil komiknya dan buku kimianya, lalu meletakkan komik di dalam buku kimia. Dengan demikian, aku dapat membaca The Rare Ranger tanpa khawatir Steven akan masuk dan mencurigaiku.

Time flows. Setelah membaca hampir setengah The Rare Ranger yang ke-19, Steven masuk ke kamar—yang sangat mengganggu karena Zu hampir dicium oleh laki-laki lain dalam kemah.

"Gwen?" Steven membuka pintu kamar dengan pakaian seolah ia ingin bekerja malam hari ini.

"Ya?"

"Kau sedang apa?"

"Belajar kimia. You know, besok ada tes," aku tersenyum pada Steven yang ada di ambang pintu kamar. Dia mulai mendekat dan aku harus menutup buku kimia a.k.a. komiknya. "But yeah, aku sudah selesai. Ada apa?"

"Aku ingin bicara. Ini cukup penting. Aku butuh bantuanmu," ujar Steven dengan suara agak memohon. Bagiku itu cukup memalukan mengingat ia adalah seorang pengusaha besar yang sukses dan sedang bicara pada seorang gadis yang hampir berumur 17 tahun.

"Jangan terlalu formal, Steven," ucapku memutar kedua bola mata, "go ahead."

"Aku mempunyai—semacam rekan."

"So, you have—a kind of business partner," ulangku sambil mengelus-elus dagu.

"Tapi belum."

"So, not business partner. Yet."

"Dan sangat luar biasa jika aku bisa bekerja bersamanya."

"So it will be awesome."

"Tapi dia cukup sulit diajak kerja sama."

"So, he's such a jerk," aku mengangguk.

"Language Gwen!"

"Maaf," aku bergumam. "Lanjutkan."

"Dia punya satu anaklaki-laki."

"So he has a son," ulangku. "Dengan siapa yang tidak kita tau," gumamku.

"Gwen!"

"Hormone Steve," teriakku balik. "Sorry."

"Baik. Dia cukup tampan. Aku rasa kau juga akan menyukainya."

"So he has a hot bo—wait! HOT BOY! Aku sudah pasti ikut, Steven. Serius, apapun itu," jawabku bersemangat. Setelah muak dua hari dengan Gillian, pastinya.

"Dia ingin lihat apakah—umm, kau cocok dengan anaknya. Jika bisa, ya—kerja samaku dengannya akan lebih mudah. Kita lihat dulu," Steven menyelesaikan penjelasannya.

"Baiklah. Kapan?"

"Mereka sedang dalam perjalanan. Oh, kau belum makan malam kan?"

"Ya. Apakah mereka makan makanan Jepang?"

"Entahlah. Apa itu masalah?"

"Just asking," aku mengangkat kedua tanganku. Sebenarnya aku ingin ke restoran Jepang, tapi Steven tidak peka. Terserahlah, bukan masalah besar.

"Kita sekalian mengajak mereka keluar untuk makan malam bersama."

"Baiklah. Aku akan ganti baju dulu," jawabku.

"Ya, silahkan, jangan gunakan pajama seperti ini," Steven terkekeh.

Aku segera masuk ke pintu yang membawaku ke walk-in closet yang berukuran setengah dari kamarku tadi. Jadi, itu seperti dua ruang yang berbeda.

Aku mengambil legging hitam matte, crop top putih bertuliskan 'Save Rock n Roll' dan boots bewarna hitam. Setelah itu aku duduk di dekat kaca, memoleskan sedikit bedak, eye shadow eyeliner, dan mascara, aku hampir lupa—juga lip gloss. Setelah melihat refleksiku sekali lagi di kaca, aku keluar dari lemarinya.

"I'm ready."

"Gwen! Apa-apan ini?" Steven mendekat lalu memperhatikanku dari ujung rambut ke ujung sepatu. "Kau terlihat seperti..."

"Taylor Momsen?" Aku bertanya dengan mata berkaca.

"Dari The Pretty Reckeless?"

"Kau tau band itu? Oh, God! Kau keren untuk ukuran seorang bapak-bapak pengusaha Steve!" Aku mengangkat satu tanganku untuk mengajak Steven melakukan tos.

Steven malah menepis tanganku pelan, "Band sesat! Cepat ganti bajumu!"

"Tapi Ste--"

"Gwen," Steven menatapku, memulai cara jitunya untuk mendiamkanku. "Fine!" aku kembali masuk ke dalam lemari. Aku bisa mendengar Steven berteriak 'ingat kita akan berhadapan dengan pengusaha besar!'

Aku melepas semua pakaiannya. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengenakan kemeja putih polos dan rok bewarna hitam, agar aku tak perlu menghapus makeup untuk menyesuaikannya. Aku memakai choker, lalu beberapa gelang, dan keluar. Harus aku akui kemeja dan rok ini tidak terlalu keren tanpa semua aksesoris yang kupakai.

"Another comment, Kruger?" ucapku menerkan kata 'another'.

"You look great, Kruger. Let's go."

Aku dan Steven keluar dari kamar. Dari balkon lantai dua, aku dapat melihat Mrs. Dolce, salah satu pembantu kami, membukakan pintu dan masuklah tiga orang; seorang bapak yang tidak kalah rapi dari Steven, seorang ibu yang rambutnya disanggul dengan gaun merah tua bermotif bunga-bunga (yang bagiku adalah norak), dan seorang laki-laki kurus kerempeng berkacamata, rambut ditata rapi ke samping dan baju yang dimasukan kedalam cela--wait "What the damn hell Steven!"

"Language! What's wrong? Ayo, mereka sudah datang," ia mulai berjalan meninggalkanku, tapi masih di lantai dua.

"Kau bilang ia tampan. Ia sama sekali tidak, Steven!" Jawabku, ia berbalik.

"Ia memang tampan."

"Way too bad, Steve. I'm not in," aku mengangkat kedua tanganku.

"Gwen," ia menatapku. Ugh, jurus jitu itu lagi.

"Fine, fuck," aku mengutuk laki-laki itu dibawah napasku. "Tapi aku harus ke kamar mandi sebentar," ujarku. Steven menyuruhku agar tidak lama dan turun menemui keluarga Leeward—nama keluarga mereka.

Aku menuju kamar, mengambil sebungkus ramuan bubuk PPITM buatanku, Carmen, dan Helen yang ada di laci meja belajarku. Setelah itu aku membuka ponsel dan mengirim SMS pada Helen.

Gwen: Jika kau tidak datang ke rumah dalam lima menit, kau akan tewas mengenaskan seperti kodok yang dibedah Carmen waktu itu.

Oh, aku lupa sesuatu.

Gwen: Lewat pintu belakang, menuju dapur.

Kemudian aku segera berlari ke tangga belakang, tangga lain, yang menghubungkan lantai tiga dan dua ke dapur di lantai satu.

Setelah sampai di dapur, aku berbisik memanggil Bonita, seorang gadis, salah seorang pelayan yang sedang ada di dapur. Ia tengah membawa nampan berisi lima gelas minuman bewarna putih, tapi itu bukan susu.

"Ada yang bisa aku bantu?"

"Bloody Hell. Tentu saja iya, jika tidak untuk apa aku memanggilmu. Mendekatlah," ujarku. Bonita meletakan nampan itu lalu berjalan ke arahku. "Bodoh. Bawa nampannya!" Bisikku, dan dengan ekspresi konyolnya ia mengambil nampan itu dan kembali berjalan ke arahku.

Aku membuka bungkus ramuan PPITM dan meletakannya di salah satu gelas, lalu mengaduknya dengan jari telunjukku (aku tidak tau apa itu higienis atau tidak tapi kedengarannya higienis karena aku merawat tubuhku, of course) "Berikan gelas ini pada laki-laki berkacamata itu."

"Tapi—"

"Bonita..Ini bukan racun, oke? Itu tak berbahaya. Aku mungkin gila, tapi aku tidak gila," aku memutar bola mata. Bonita masih menatapku. Aku memutar bola mata lagi lalu meletakkan nampannya di tangga. Aku menghela napas lalu memeluk Bonita. Dia suka pelukanku—seperti terobsesi padaku. Menjijikan bukan?

Akhirnya Bonita setuju. Tepat saat ia berjalan mengantar minuman, Helen datang. Ia tidak tinggal jauh dari sini. Dengan mengendarai mobil selama 10 menit dan kecepatan sedang, itu cukup. Tapi waktu memaksakan ia menambah kecepatan, atau aku, bukan waktu. Terserahlah.

"What the hell is going on,Gwen?" Tanya Helen dengan raut kesal.

"Lower your voice! Aku butuh bantuanmu."

"Lalu apa yang aku dapat? Polisi hampir menangkapku."

"Shut up, kau berbohong."

"I'm fucking serious."

"Aku tau orang tuamu tidak di rumah saat kau mengecat rambut merah menyala, jadi aku kurang mempercayaimu sekarang," jawabku tak mau kalah, tentu saja.

"How do you kn—"

"Shut your freaking mouth. Sekarang diam dan dengarkan. Nanti, akan ada seorang laki-laki di toilet, dekat dapur. Setelah ia keluar, aku ingin kau menariknya keluar dan bilang 'Hi! Aku Gwen Kruger, maaf terlambat. Ayahku menyuruhku mengajakmu jalan-jalan, jadi ayo!'," jelasku pada Helen. Kemudian aku bersyukur bahwa toilet tidak terlihat dari ruang tamu di lantai satu.

"Apakah ia tampan?"

"Apakah kau pikir aku akan merelakan ia jalan-jalan denganmu jika ia tampan?"

"Dammit Gwen!"

"Lakukan itu. Aku akan mengomandomu lewat SMS. Bersiaplah di tempat!" seruku lalu naik ke tangga belakang agar nanti aku dapat turun lewat tangga depan.

"Wait!"

"What?" Aku berbalik.

"Selagi aku mengajaknya jalan apa yang akan kau lakukan?" Tanya Helen.

Aku tertawa memikirkan rencana sempurna ini, "hang out with a random cool guy from Jefferson High, baby!"

*

*

*

A/N:

Thank you so much for your amazing feedbacks on prologue! Abang Harry masih belum muncul ): Baru muncul chapter ke-3 bagian ujung.

The Rare Ranger, PPITM itu sebenernya gak ada. PPITM bakal dikasih tau di next chapter!

Bakal ada banyak swear words di cerita ini so...i hope you guys don't mind. 30+ votes for the second chapter?

Love you guys x

Continue Reading

You'll Also Like

51.4K 2.4K 12
wia yang ditolak saat hari pertama bertemu dengan orang yang dijodohkan dengannya, mau tidak mau menempuh segala cara agar dia bisa menikah dengan la...
50.2K 977 6
Setelah melihat kematian kakaknya, Light, di depan mata, Thunder berubah menjadi malaikat kematian. Bertahun-tahun ia tenggelam dalam nerakanya. Samp...
99.2K 4.4K 12
Anak kedua klan Murphy, Queen, memilih menjadi mandiri dan melakukan segalanya seorang diri. Bahkan Queen tidak membagi perasaannya pada siapapun, wa...
21.5K 4.3K 56
Park Shin-hye seorang ibu tunggal dari seorang anak bernama Park Shin-hwa. Awalnya semua baik-baik saja sebelum Park Shin-hwa masuk SMA. Setelah masu...