Loyalitas adalah salah satu kelebihan yang Monica miliki selain lemak di tubuhnya tentu saja. Hal itulah yang menjadi penyebab mengapa Monica bertahan di kantor yang sama selama 5 tahun, meski tidak mendapatkan perlakuan yang adil.
Richard terus menatap berkas pribadi milik Monica itu yang Ia ambil dari kantor Lama monica. Ia masih mencoba mencari tau orang seperti apakah seketarisnya itu.
Willy melirik ke arah kakanya yang duduk di sampingnya. Ia akan mengambil file monica yang sudah di baca Richard.
"Jangan menyentuh barang pribadi ku"
"Sejak kapan data karyawan menjadi barang pribadi? " Tanya Willy
Richard menutup file terakhirnya, lalu mengambil Yang lainnya.
"Sejak dia menjadi seketaris pribadi ku. "
Willy mencebik, Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela tentu saja dengan mencebik.
Ia akan mati bosan kalau tidak mengunyah sesuatu yang manis dan berwarna pink.
Memakan marshmallow membuat Willy ingat sesuatu.
"Ka, apa kau tau warna kesukaan ku?'
Richard melirik Willy dingin. "Apa aku belum terlihat terlalu sibuk?"
Willy mengamggukan kepalanya. Richard memang tidak peduli dengan hal paling pribadinya.
"Kalau makanan kesukaan ku?"
Richard menghela napasnya kasar. "Apa kau tidak punya pekerjaan? Apa perlu aku tambahkan?"
"Jangan.. Sudah banyak terimakasih" ucap Willy dan tak berani bertanya lagi.
Jika Richard tak tau, lalu apa benar Monica memiliki kesukaan yang sama dengannya. Tetapi kenapa bisa pas sekali?
***
Richard berjalan dengan terus membaca Ipadnya.
"Selamat pagi pak.." Sapa Monica
"Kau sudah baca Email saya kan..?" Tanya Richard
"Sudah pak.." Jawab Monica dengan memegang segelas kopi dan membuka kan pintu untuk Richard.
"Sebelum jam 11 siang semua yang saya minta sudah ada di meja saya" ucap Richard yang kini melepaskan jasnya lalu memberikannya pada Monica.
"Besok kita sudah ada rapat perdana, saya tau kamu belum ada pengalaman menjadi seketaris. Tapi kita tidak punya waktu untuk bersantai. Belajar lah dengan praktek langsung."
Kini Richard duduk di kursinya dan meletakan Ipadnya.
"Mengerti?"
Monica menganggukan kepalanya lalu memberikan satu gelas kopi yang sejak tadi Ia pegang.
"Saya tidak minum kopi saat pagi"
"Tadi bapak minta saya untuk memilih kopi yang enak sebagai welcome drink hotel dan akan juga kita gunakan saat rapat. Ini pilihan saya,kebetulan saya pernah part time di cafe jadi saya cukup tau jenis kopi, jadi ini pasti enak."
"Lalu?" Tanya Richard
"Bapak harus coba"
"Saya sudah bilang tidak minum kopi saat pagi"
"Saya ingin memberikannya nanti siang atau sore, tapi jadwal bapak di luar semua. Dan kita tidak punya waktu seperti yang bapak bilang. Jadi saya minta maaf ya pak, bapak harus meminumnya sekarang" ucap Monica
Richard nyaris saja memutar bola matanya tak percaya. Bagaimana mungkin Ia di atur-atur oleh seorang seketaris yang bahkan belum punya pengalaman seketaris.
"Kamu memirintah saya?"
Monica menggeleng dengan polosnya.
"Saya hanya menuruti perintah bapak, seperti yang bapak bilang kita harus mencoba sendiri produk yang akan kita keluarkan apapun itu."
"Dan sekarang berani menyauti ucapan saya"
Monica menggeleng.
"Apa menurut mu melawan saya itu akan membuat mu nampak menggemaskan? Tidak sama sekali."
Monica mengangguk. "Baik saya minta maaf. Ini saya ambil kembali. Ada lagi yang bisa saya kerjakan pak?" Tanya Monica dan mengambil kopi tersebut.
Richard menatap Monica dengan kesal. Andai saja Ia punya banyak waktu untuk mengganti seketaris pasti sudah Ia ganti.
"Keluarlah"
Monica membungkuk sebentar lalu mengeluarkan sesuatu dari kantungnya.
Ia meletakan 3 bungkus kecil coklat. "Happy nice day sir.." Ucap Monica dan keluar dari ruangan Richard.
Richard menatap coklat tersebut. Ia merasa sedang di ejek oleh seketarisnya sendiri.
"Wah..wah benar-benar.. Apa aku tidak menakutkan sedikit pun dimatanya..?"
"Kau ingin bermain-main dengan ku hah? Baiklah.." Ucap Richard.
Ia membuka laptopnya lalu tanpa basa basi mengirimkan banyak pekerjaan untuk Monica yang harus di selesaikan hari ini juga meski nampak mustahil.
...
...
Monica melongo menatap tugas Yang mendadak banyak sekali masuk ke komputernya. Bahkan tugas-tugas Yang menurutnya tak penting.
"Ckckck.. Seperti ini kelakuan mu dengan pekerja mu? Kamu meragukan ku hmm? Apa kamu tidak tau aku sudah mengerjakan banyak pekerjaan sekaligus selama 5 tahun? Fine, aku terima semua tugas mu"
..
..
Seharian ini Monica benar-benar di buat susah oleh Richard. Entah apa yang merasuki Richard sampai lebih memntingkan rasa kesalnya di bandingkan kesiapan rapat besok.
Richard tersenyum senang saat melihat jam kerja monica yang hampir habis namun belum ada satupun pekerjaan yang Ia perintahkan sudah masuk di emailnya. Richard pun sudah akan mengirimkan ultimatum pada Monica namun belum sempat Ia melakukan itu Monica sudah masuk ke dalam ruangan Richard.
"Maaf pak.. Saya ingin membuat laporan.." Ucap Monica dan tak lupa tersenyum yang membuat Richard semakin kesal.
Monica meletakan satu tumpuk file di atas meja Richard.
"Ini semua yang bapak minta.. Untuk persiapan rapat besok juga sudah 99% persen. Saya sudah meneliti takut ada yang kurang, tapi semuanya lengkap. Untuk salinan dari File ini akan segera saya kirimkan lewat Email. Karna jam kerja saya sudah selesai apakah saya boleh pulang?"
Richard tak tau lagi kata apa yang bisa Ia gunakan dalam kondisi saat ini selai kata di permainkan.
"Banyak pekerjaan yang masih harus kamu kerjakan..jadi lembur lah.."
"Mohon maaf saya tidak bisa pak hari ini."
"What?"
"Saya minta maaf pak..tapi saya benar-benar tidak bisa malam ini."
"Apa kau yang berhak membuat peraturan disini? Kau bisa lembur dan tidak sesuka mu?" Bentak Richard.
Monica cukup tersentak. Ia mengerti mengapa Richard marah. Tapi sungguh Ia tak bisa saat ini.
"Pak saya minta maaf, tapi saya janji besok pagi saya akan datang lebih pagi. Untuk memastikan semuanya lengkap!"
"Sudah saya bilang apa kau yang menetapkan aturan disini!"bentak Richard bersamaan dengan Richard Yang membanting Ipadnya dengan kencang di atas meja hingga kaca pada layar Ipad Richard pecah lalu serpihannya menyebar ke berbagai arah salah satunya mengenai pipi Monica hingga berdarah.
Tubuh Monica gemetar, Ia kaget sekaligus takut. Sangat amat tak menyangka Richard bisa melakukan itu. Bahkan Richard sendiri terkejut dengan perbuatannya. Ia melihat pipi Monica yang mengeluarkan darah,entah mengapa hatinya terasa sakit dan itu membuatnya semakin marah. Ia mengepalkan tangannya di atas meja. Mencoba mengatur napasnya sendiri.
Dengan susah payah Monica menahan air matanya. Jantungnya berdegup sangat cepat. Richard nampak sangat berbeda dari Richardnya.
"Kembali lah kemeja mu dan kita selesaikan pekerjaan ini bersama." Ucap Richard dengan suara Yang ia buat setenang mungkin.
Monica menguatkan dirinya sendiri. Ia sangat takut saat ini. Ia bahkan belum pernah melihat Richard semarah ini. Monica pun tak mengerti apa Yang membuat Richard menjadi sangat marah.
"Sekali lagi saya minta maaf. Tapi saya tidak bisa pak.. dan bapak juga tidak bisa memecat saya karna saya tidak melakukan kesalahan apapun terlebih saya sudah menandatangani kontrak" ucap Monica dan membungkukan badanya sekilas sebelum meninggalkan ruangan itu.
Richard menatap punggung Monica yang benar-benar berlalu. Mengapa lagi-lagi Ia merasa sedang di campakan. Ia sungguh tak suka di lawan. Selama ini tak ada yang benar-benar berani melawannya.
...
...
Monica terus melangkahkan kakinya berjalan pergi. Namun tangannya tak berhenti mengetuk dadanya Yang terasa sesak. Rasanya masih tak percaya Richard dapat bersikap sekasar itu. Apakah itu sifat asli Richard sebenarnya? Atau mungkin Richard hanya lelah dan dia hanya membuat Richard semakin lelah. Tetap saja apapun itu, hati Monica terasa sangat sakit.
Jika saja hari ini bukan jadwal kemo ibunya. Ia pasti akan tetap di sana membantu Richard bahkan tanpa perlu Richard minta.
Air mata Monica lolos begitu saja, dengan cepat Monica menghapusnya, namun semakin Ia hapus air mata itu semakin berjatuhan.
Ia mempercepat langkahnya bahkan setengah berlari karna tak ingin ada Yang melihatnya berlari.
Willy Yang berjalan berlawanan arah dari Monica pun menjadi penasaran melihat Monica seperti itu.
"Apa dia menangis? Apa dia kalah dari Richard? Ya tentu saja.. Lagi berani sekali melawan Richard" gumam Willy.
Meski ucapannya terkesan tak peduli kenyataanya Willy merasa penasaran. Ia bahkan memutuskan untuk mengikuti Monica.
...
...
...
Willy masih mengikuti Monica yang berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit.
"Apa dia sakit?" Tebak Willy. Namun sejurus kemudian Ia menggeleng.
"Ia terlalu sehat, untuk menjadi orang sakit. Lihat saja tubuhnya"
Willy masih mengikuti Monica dan Ia berhenti mendadak karna Monica yang juga berhenti mendadak lalu bersembunyi.
"Ngapain sih dia..?"
"Dia bersembunyi dari siapa?"
Rasa penasaran Willy semakin meningkat saja. Ia sungguh ingin tau siapa Monica sebenarnya.
Dan karna itulah Willy masih di rumah sakit. Ia terus memperhatikan Monica.
...
...
Setelah ibunya di bawa ke dalam ruangan, barulah Monica berani mendekat pada ruangan itu. Ia tak masuk hanya melihatnya dari kaca.
Ada Magisa yang menemani ibunya di dalam sana. Rasanya Ia ingin sekali masuk ke dalam dan menggemggam tangan sang ibu seperti yang magisa lakukan.
Monica membekap mulutnya dan menjauhkan dirinya dari kaca saat melihat ibunya yang terus-terus muntah dan merasa kesakitan.
Sekuat tenaga Monica membekap mulutnya sendiri. Ia tak ingin menangis, Ia harus kuat agar ibunya kuat.
Ia merosot dan berjongkok di lantai. Hatinya terasa teramat sakit. Ia tak sanggup melihat ibunya yang selalu nampak kuat kini merasa sangat kesakitan dan tak berdaya di dalam sana.
Monica menangis tertahan karna tangannya yang membekap mulutnya.
Hal itu tentu tak luput dari perhatian Willy. Ia tak tau mengapa Ia ikut merasa sedih melihat monica yang seperti itu.
Sebelumnya Ia tak pernah tersentuh melihat wanita manapun menangis. Tapi kali ini Willy ingin sekali mendekat hanya sekedar untuk menemani wanita itu menangis.
***
Puntenn......