Hellow, hellow!!!✌🏼😆
Apakah masih ada yang menunggu kelanjutan cerita Gamels?!🤔😂
Tenang, aku akan terus melanjutkannya kok! *lanjut terus pantang mundur!*
Selamat membaca chapter ini yang
makin-makin buat kalian kepoh karena pada
dasarnya kerjaanku emang seneng
bikin orang kepo yha😜😙
eh, btw chapter kali ini panjang banget loh,
semoga aja gak capek ya bacanya😅
Jangan lupa comment & vote yaaa!!
muah!😙❤️
***
Countless of soul perish in his hand,
River of blood coloring the ground underneath his foot,
yet,
Everything he's done is only based on one purpose,
And it's to protect her,
He's willing to do all those things for her,
He's not a typical white knight in shining armour,
He's not even a knight,
He's a monster,
Her monster.
***
Nothern Villa, Fairbanks, Alaska.
Kedua alis Amel perlahan berkerut sesaat sebelum ia melirik laki-laki disampingnya yang masih sibuk memarkirkan mobil yang dikendarai mereka saat ini dengan tatapan yang sulit diartikan. Merasakan tatapan aneh dari kucing kecilnya membuat Gavin menatap kedua mata abu tersebut setelah ia selesai memarkirkan kendaraan mereka.
"Ada apa?" tanyanya sambil menaikkan kedua alisnya sebelum bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang ia dan Amel kenakan.
Perlahan Amel menggelengkan kepalanya pelan sebelum menghela nafas pelan. "Tidak apa-apa" jawabnya pelan sebelum keluar dari mobil dan berjalan kearah pintu masuk Villa dengan Gavin yang mengikuti tidak jauh dibelakangnya.
Baru saja kedua kakinya melangkah masuk ke dalam bangunan Villa tersebut, Amel merasakan tubrukan besar yang membuat tubuhnya terhuyung ke belakang sebelum lengan besar melingkari tubuhnya dan menariknya ke dalam pelukan erat. Kedua mata Amel berkilat samar sebelum dengan refleks ia bergerak untuk menggenggam satu lengan tersebut dan memelintirnya, dengan gerakan cepat ia membanting sosok yang menyerangnya kearah lantai kayu yang melapisi seluruh ruang tamu Northern Villa ini.
"Fuck!!!! Aw, aw, aw!! Sister-in-law!!! Kenapa kamu kejam sekali!! Damn, sakit banget!!" teriak suara cukup familiar dalam ingatan Amel namun, ia sama sekali tidak bisa mengenal pemilik suara ini. Ia hanya merasa suara laki-laki ini familiar. Perlahan kedua mata abu itu menatap kearah sosok laki-laki yang penuh dengan ekspresi kesakitan tergeletak tepat di bawah kaki kanan yang ia gunakan untuk menahan punggung laki-laki ini agar tidak dapat bergerak sama sekali.
Siapa laki-laki mesum yang menyerangnya tiba-tiba ini? dan apa dia bilang? Sister-in-law? pikir Amel sambil mengerutkan dahinya perlahan. Larut dalam pikirannya, Amel tidak menyadari sosok yang masih ia tahan di bawah kakinya ini masih sibuk meraung-raung meminta ampun agar ia segera melepaskan tubuhnya yang benar-benar berada di posisi tidak menguntungkan ini.
Rafael menatap sosok perempuan mungil yang masih menginjak punggungnya ini dengan tatapan penuh penderitaan sambil mengeluh kesakitan. Too tyrannical! Too domineering!! Pantas saja Gavin bisa jatuh hati sama perempuan ini, sikapnya benar-benar sangat mirip dengan laki-laki itu teriaknya dalam hati.
"Hello, sister-in-law? Amelia? Bisakah kau melepaskanku saat ini? Berada di posisi ini benar-benar menyakitkan!! Kau benar-benar kejam sebagai seorang perempuan!" pekik Rafael dengan nada berlebihan sambil menatap Amel seakan ia baru saja melakukan tindakan kriminal yang benar-benar merugikan dirinya saat ini.
Sepasang mata abu itu berkedip untuk beberapa saat sebelum keduanya membulat dengan sempurna sambil menatap sosok menyedihkan dibawahnya ini dengan ekspresi kaget. "Oh astaga!! Maafkan aku!! Aku benar-benar refleks melakukan itu" pekik Amel kaget sambil mengangkat kaki kanan yang dari tadi menahan punggung laki-laki menyedihkan dibawahnya ini tetapi, baru sempat kakinya berpindah dari punggung laki-laki asing dibawahnya ini sebuah kaki besar kembali menahan punggung laki-laki asing tersebut sebelum Amel merasakan sebuah lengan melingkari pinggangnya.
Tubuhnya menegang seketika ketika ia kembali merasakan lengan asing menyentuh tubuhnya tetapi, ketika ia mencium harum maskulin yang familiar dalam ingatan Amel perlahan seluruh tubuhnya berubah menjadi lebih santai dari sebelumnya sebelum suara berat tersebut menggema tepat di samping telinga Amel.
"He deserved it" ucap Gavin singkat yang langsung mendapat tatapan tajam penuh dengan keluhan dari laki-laki malang tersebut.
"Brother!! Bagaimana kau bisa melakukan hal ini kepadaku!!" keluh Rafael dengan nada penuh penderitaan sambil menatap Amel dengan tatapan memelas, berusaha membuatnya merasa kasihan kepadanya.
Merasakan tatapan memelas laki-laki menyedihkan ini membuat Amel merasa bersalah. Lagipula, ini salahnya karena tiba-tiba dengan refleks membanting tubuh laki-laki ini. "Vino, lepaskan dia" ucap Amel pelan sambil melirik kearah wajah Gavin yang masih sibuk menatap tajam kearah laki-laki menyedihkan ini.
"Mhmm" jawabnya pelan sebelum mengangkat kakinya dan menarik Amel kearahnya. Dengan gerakan cepat Gavin segera membawa kucing kecilnya mundur beberapa langkah untuk menjauhi sosok yang perlahan bangkit dari posisi tergeletaknya itu.
Ujung bibir Amel berkedut melihat sikap Gavin saat ini. Kenapa laki-laki ini bersikap seperti orang yang sedang cemburu? pikirnya dalam hati namun, ia segera menghilangkan pikiran aneh tersebut. Gavino Ramirez? cemburu? Mimpi apa aku semalam laki-laki ini bisa cemburu karenanya? Bahkan, sebuah keajaiban laki-laki ini bisa merasakan emosi cemburu.
"Kalian benar-benar mem-bully-ku! Sikap kalian berdua terlalu kejam!!!" keluh Rafael sambil menatap kearah pasangan dihadapannya ini dengan tatapan menyalahkan.
"Tsk, tsk, tsk. Aku tidak menyangka akan melihat kejadian lucu ini. Kapan lagi kita melihat Rafa diperlakukan seperti itu oleh seorang perempuan, benar?"
"Betul sekali. Apalagi posisi menyedihkannya itu. Ekspresi yang benar-benar sangat berharga!"
Tawa keras menggema di seluruh ruang tamu yang luas tersebut sebelum Rafael menatap kearah kedua sosok laki-laki yang berjalan kearahnya dengan ekspresi penuh kekesalan. "Diam, kalian berdua!!!" teriak Rafael dengan nada penuh kekesalan. Sepasang mata hijau itu menatap kedua sosok yang berjalan kearah mereka saat ini dengan ekspresi malu dan kesal yang saling bercampur, membuat wajahnya memiliki sedikit semburat merah pada kedua pipinya.
Amel yang memperhatikan perubahan ekspresi laki-laki yang terduduk dihadapannya ini berusaha menahan tawa yang terancam keluar dari sela bibirnya saat ini, bagaimana ia tidak mengetahui bahwa ego laki-laki ini benar-benar hancur karena dirinya yang dengan mudahnya membanting tubuh laki-laki ini?
"Brother, sudah lama kita tidak bertemu" ucap Dimitri ketika akhirnya merasa berdiri tidak jauh dari posisi Gavin dan Amel saat ini. Kedua mata itu perlahan bergerak kearah Amel sebelum sebuah senyuman terbentuk di wajah tampannya. "Dan ini pasti tuan putri kecilmu, Amelia" lanjutnya perlahan sebelum mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan kearah Amel yang menatapnya dengan kedua alis yang berkerut dalam.
"Apa maksudmu dengan tuan putri? Memangnya kamu pikir aku seorang tuan putri? Kamu pasti salah mengenal orang" jawab Amel dengan nada waspada. Kedua matanya menatap laki-laki dihadapannya ini dengan tatapan penuh penilaian. Laki-laki ini bukan orang yang mudah di tebak, sangat berbeda dengan laki-laki menyedihkan tadi. Kedua mata hitam itu menatapnya seakan ia bisa menebak seluruh rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Laki-laki ini benar-benar mengingatkannya dengan sikap rubah yang licik. Ia harus berhati-hati jika berurusan dengan laki-laki ini pikirnya dalam hati.
Mendengar balasan Amel bukannya merasa kesal, Dimitri malah tertawa pelan mendengarnya. "Feisty! Benar-benar sosok perempuan yang pantas berada disisimu, Gav" ucap Dimtri di sela-sela tawanya.
"Aku Dimitri, laki-laki bodoh itu Rafael dan ini Leo. Kami semua sahabat baik Gavin well, kecuali Rafael yang merupakan sepupu Gavin" ucap Dimitri sambil memperkenalkan dirinya dan sosok laki-laki lainnya.
Kedua mata abu Amel memperhatikan setiap sosok asing dihadapannya sebelum menganggukkan kepalanya pelan namun, matanya menatap sosok terakhir perlahan sorot kaget terlihat dari sepasang mata abu tersebut. Amel mengenal laki-laki ini!!! Bukankah laki-laki ini merupakan sosok laki-laki yang pernah berpartisipasi dalam presentasi di kantornya dulu?
"Aku pernah melihatmu" jawab Amel perlahan sebelum menatap Leo dengan tatapan kaget. Kalimat tersebut keluar dari mulutnya sebelum otaknya mampu memproses apa yang baru saja terjadi. Namun, lawan bicaranya hanya tertawa keras sebelum menganggukkan kepalanya pelan.
"Yep. That's me. Senang, kamu masih mengingatku Ms. Candrakirana atau aku bisa panggil Amel saat ini?" ucap Leo dengan senyum lebarnya.
"Mhm. Salam kenal semuanya. Kalian bisa memanggilku Amel" ucapnya pelan sambil tersenyum sopan sebelum kedua matanya menatap sosok Rafael dengan ekspresi penuh rasa bersalah. "Dan aku minta maaf untuk tindakanku sebelumnya. Aku terbiasa melindungi diriku dengan bela diri. Kamu bergerak tiba-tiba sehingga membuat tubuhku refleks melakukan hal itu. Aku benar-benar minta maaf" ucapnya pelan dengan nada bersalah yang langsung di balas dengan gerakan tangan seakan mengatakan bahwa itu bukan sebuah hal besar.
"Tenang saja, aku tidak apa-apa. Sis...Amel" balas Rafael cepat namun, segera mengubah panggilan yang biasa ia ucapkan untuk mendiskripsikan Amel ketika merasakan tatapan penuh peringatan dari sepupunya ini.
"Aku benar-benar tidak menyangka bahwa laki-laki es batu ini akhirnya bisa bersikap lembut kepada perempuan" komentar Dimitri pelan sambil melirik kearah pasangan yang masih terus saling menempel ini dengan tatapan penuh humor ketika mereka semua berjalan kearah sofa ruang tamu tersebut.
Wajah Amel mendadak memerah begitu mendengar ucapan Dimitri. Jantungnya berdegup kencang sebelum ia menatap tajam kearah Gavin sebelum berusaha melepaskan pelukan Gavin namun, siapa yang bisa mengira bahwa laki-laki ini malah mengeratkan pelukannya!? Apa yang laki-laki menyebalkan ini inginkan sih!? Apa dia mau mempermalukannya!?
Kedua matanya menyipit sebelum menatap Gavin dengan tatapan penuh peringatan namun, saat ini lawan bicaranya hanya menatap balik kearahnya dengan ekspresi polos dengan kedua mata biru yang seakan mengatakan bahwa ia tidak mengerti kesalahan apa yang ia perbuat samapai membuat Amel menatapnya dengan tajam.
Melihat interaksi menarik keduanya membuat Rafael tertawa pelan sebelum menggelengkan kepalanya. Gila, ia benar-benar tidak menyangka bahwa dalam kehidupan ini ia dapat melihat sepupu es batu yang kebal terhadap emosi ini bersikap seperti seperti ini kepada seorang perempuan!
"Lepaskan, Vino! Aku ingin istirahat, aku lelah" ucapnya cepat sebelum menatap tajam kearah Gavin dan segera berjalan cepat meninggalkan kumpulan laki-laki yang menatapnya dengan sorot humor tersebut.
Melihat punggung mungil tersebut itu perlahan menghilang dari pandangannya, perlahan sorot hangat yang terlihat dari kedua mata biru tersebut perlahan menghilang sebelum ia mengalihkan pandangannya kearah ketiga sosok laki-laki yang menatapnya dengan senyuman bersalah menghiasi wajah mereka.
"Kalian menganggu waktu liburanku dan Kira" ucapnya perlahan sebelum menyesap wine yang baru saja diberikan oleh Butler Martin kepadanya. Kedua matanya menatap dingin kearah ketiganya yang langsung membuat mereka merasakan keringat dingin mengaliri pelipis wajah mereka.
Shit, kita dalam masalah! pikir ketiganya dalam hati.
"Brother...kita hanya khawatir akan nasib sister-in-law! Kami pikir kamu menyiksanya!" ucap Rafael dengan nada gugup namun, ekspresinya langsung berubah ketika mengingat kejadian yang baru saja terjadi. "Namun, siapa yang bisa mengira bahwa sister-in-law sudah berada dalam genggamanmu!! Brother, kau benar-benar menganggumkan! Aku mengira, kau sama sekali tidak memiliki kemampuan bagaimana cara mendekati perempuan! Tapi, lihat!! Kau sudah membuatnya jatuh ke dalam genggamanmu" lanjutnya dengan nada semangat.
"Kau pikir, Gavin itu seburuk itu? Siapa yang tidak ingin berada disisinya?" ucap Leo dengan nada merendahkan kearah Rafael seakan apa yang baru saja ia dengar merupakan ucapan terbodoh yang pernah ia dengar.
"Hey, Brother. Apa sister-in-law sudah secara sukarela berada disisimu?" tany Rafel masih dengan nada yang sama. Tidak menyadari sedikit perubahan yang terjadi pada ruangan ini.
"Segera" jawab Gavin singkat.
Obrolan mereka terhenti ketika mereka mendengar langkah kaki yang bergerak kearah mereka sebelum sosok familiar terlihat memasuki ruang tamu, tempat mereka bereempat berada saat ini. Mata biru yang cerah tersebut menatap mereka dengan tatapan penuh keluhan. "Kalau bukan karena Rafa, aku tidak akan pergi ke tempat ini di tengah pekerjaanku yang sibuk!" gerutu Diego sebelum merebahkan tubuhnya di sofa sambil menghembuskan nafas berat.
"Oh ayolah, ini tidak seburuk itu! Anggap saja kita sedang liburan!" ucap Rafael berusaha menghibur Diego yang masih menatapnya dengan kesal tersebut.
"Humph, kau pikir aku seperti dirimu yang selalu santai? Pekerjaanku banyak tahu!" keluh Diego dengan nada merajuk sebelum ia mengedarkan pandangannya kearah sekeliling ruangan. "Hey, big brother. Dimana kucing kecilmu? Aku pikir kau tidak akan bisa berpisah 3 cm pun dari kucing kecilmu itu?" tanya Diego dengan nada sarkastik kearah Gavin yang masih menyesap winenya dengan tenang sebelum menjawab pertanyaan adik laki-lakinya ini.
"Istirahat di kamar" jawabnya singkat.
"Sudah jauh-jauh di bawa kabur kesini dan dia malah tidur!? Ungrateful witch!" gerutu Diego pelan.
Ketiga laki-laki yang mendengar ucapan Diego langsung menaikkan kedua alis mereka. Apa yang kucing kecilnya Gavin lakukan sampai membuat Diego bersikap seperti ini? pikir mereka dalam hati.
"Hey, hey dia itu sister-in-law-mu, Diego. Bersikaplah lebih sopan kepadanya" goda Rafael yang langsung mendapatkan tatapan kesal dari Diego.
"Sister-in-law your ass! Aku belum menyetujuinya untuk menjadi pasangan Gavin!" sergahnya dengan cepat.
"Hey, sudah...kita harus membicarakan hal yang lebih penting" ucap Dimitri berusaha menenangkan suasana yang mulai terasa panas ini.
"Ada apa?" tanya Diego sambil menaikkan kedua alisnya ketika ia menatap Dimitri.
"Untuk perintah yang kau berikan, Gav. Kami sudah melakukan investigasi ke tempat itu" ucap Dimitri perlahan dengan nada yang serius. Mendadak suasana ruangan yang tadinya terlihat sedikit aneh berubah menjadi serius ketika mereka sudah membicarakan hal seperti ini.
"Johanson Anderson memang benar pernah berada Nizhny Novgorod, Rusia. Ketika aku dan Leo terbang kesana untuk melakukan investigasi, kami sempat kehilangan jejak laki-laki tersebut. Namun, tentu saja sepintar-pintarnya orang membersihkan jejak, pasti akan ada yang tertinggal. Kami menemukan sosok Johanson Anderson terlihat berinteraksi dengan beberapa orang asing di salah satu gang kecil dari bukti CCTV supermarket yang tidak jauh berada dari posisi mereka. Kamera CCTV supermarket itu sayangnya merupakan kamera tua yang membuat kondisi rekaman tersebut terlihat buram dan lagi orang-orang itu juga...tergolong cukup pintar. Mereka berdiri dengan postur tubuh yang mampu menutupi kepala mereka di dalam bayang-bayang sehingga kita cukup kesulitan untuk melakukan scanning wajah untuk mencari identitas mereka tetapi, sisi wajah Johanson dengan mudah terlihat karena sinar lampu yang berada tidak jauh dari posisi mereka malam itu sehingga kita bisa mengindentifikasi laki-laki itu" ucap Dimitri sambil melaporkan hasil temuan mereka sebelum menyadarkan tubuhnya kearah sofa sambil menompang kepalanya dengan satu lengannya.
"Kalau menurut hasil analisis dan rekaman seluruh CCTV kota tersebut, dari tinggi badan, postur tubuh, bentuk rahang yang terlihat dari pantulan bayangan yang ada di tembok tersebut dapat dipastikan bahwa mereka semua laki-laki berdarah eropa. Aku juga sempat melakukan pembobolan data rekaman suara dari salah satu jaringan dan melakukan full scanning untuk mencari suara yang memiliki tingkat similaritas dengan Johanson Anderson dan aku menemukan rekaman ini" ucap Leo sebelum mengeluarkan ponselnya dan membuka rekaman suara yang sudah ia simpan sebelumnya.
<sound recording start>
Johanson: Mr. Alec, saya sudah mendapatkan perintah anda.
Mr. Alec: hm.
Johanson: Kapan saya akan memulai ini semua?
Mr. Alec: Segera.
Johanson: Tentu saja. Mr. Alec, saya sangat berterima kasih atas bantuan anda. Jika bukan karena anda, saya tidak mungkin bisa pergi dari tempat mengerikan tersebut. Tenang saja, saya akan melakukan apapun yang anda perintahkan. Say –
<sound recording end>
Keheningan menyelimuti ruangan tersebut, tidak ada yang bisa menebak apa yang mereka pikirkan saat ini sebelum suara Leo akhirnya memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka. "Aku sudah berusaha melacak lokasi Mr. Alec tersebut tapi, sayangnya karena panggilan tersebut dilakukan terlalu cepat sehingga aku mengalami kesulitan untuk mencari lokasi pasti sumber panggilan tersebut. Aku hanya sempat mencari bahwa panggilan itu sama-sama dilakukan dari Rusia" ucapnya pelan.
"Apakah ada orang bernama Alec dalam komunitas dunia bawah?" tanya Rafael sambil mengerutkan dahinya berlahan sebelum melirik kearah Leo dengan tatapan penuh tanda tanya.
Leo menggelengkan kepalanya pelan sebelum menghela nafas pelan dan menyenderkan tubuhnya kearah sofa. Kedua matanya menatap langit-langit ruangan tersebut dengan pandangan menerawang. "Laki-laki ini benar-benar teliti dengan pergerakannya. Ia menggunakan alat pengganti suara untuk menyamarkan suara aslinya namun, biasanya alat pengganti suarapun aku tetap bisa lacak dengan menggunakan program yang aku miliki supaya bisa mengetahui suara asli laki-laki tersebut tetapi, sepertinya laki-laki ini sudah mengantisipasi langkah yang akan aku ambil jadi dia menggunakan program tidak terlacak yang diimplementasikan di dalam alat pengganti suara yang ia gunakan supaya aku sama sekali tidak bisa melacak suara asli laki-laki ini" gumamnya perlahan. "Baru kali ini aku menemukan lawan yang menarik" lanjutnya perlahan dengan nada pelan seakan sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
Pandangan Dimitri penuh dengan sorotan yang sulit di tebak sebelum ia menatap Gavin dengan ekspresi serius. "Tidak mungkin ada orang yang bernama Alec di dunia bawah. Jika ia memang anggota komunitas underworld, pasti nama "Alec" ini hanyalah sebuah nama samaran. Aku juga berani menjamin jejak Johanson hilang di Nizhny Novgorod dan beberapa laki-laki yang bertemu dengan Johanson pasti merupakan bagian dari tindakan Mr. Alec ini" ucap Dimitri perlahan sebelum terdiam untuk beberapa saat.
"Gav, ada beberapa hal yang membuatku bingung. Apa yang Mr. Alec ini inginkan? Jika memang ini perkerjaan kelompok organisasi atau keluarga yang berusaha menggulingkan kekuasaan yang Ramirez miliki di dunia bawah, mereka pasti akan melakukan provokasi lebih. Buat apa mereka hanya menyerang Leroy Mansion? Kenapa tidak menyerang pangkalan kita yang lain? Dan lagi kenapa harus menolong Johanson Anderson? Laki-laki Amerika yang tidak memiliki kemampuan apapun itu, tidak akan berguna untuk mereka. Kecuali..." suara Dimitri perlahan menghilang namun, keempat laki-laki yang ada disana sudah dapat mengetahui kelanjutan perkataan Dimitri saat ini.
"Kecuali semua ini ada hubungannya dengan kucing kecilmu karena dia adalah satu-satunya orang yang berhubungan dengan Johanson Anderson" suara Diego saat ini menggema di seluruh ruangan membuat suasana ruangan tersebut terasa lebih dingin dibandingkan biasanya. Mereka semua menatap sosok Gavin dengan ekspresi yang sulit dijabarkan.
Pandangan Gavin perlahan menggelap, ekspresi wajahnya perlahan berubah membuat semua orang yang melihatnya langsung menahan nafas mereka karena rasa takut yang tiba-tiba menyelimuti tubuh mereka.
Uh-huh...Gavin benar-benar marah...
"Lanjutkan investigasi" ucap Gavin dengan nada dingin yang membuat mereka semua tanpa sadar merinding ketika mendengarnya dan menganggukkan kepala mereka secara serempak.
"Hey, Leo. Apa kamu menemukan petunjuk mengenai identitas Amel?" tanya Diego sambil menatap Leo dengan ekspresi penuh tanda tanya.
Mendengar ucapan Diego, perlahan Leo menaikkan kedua alisnya. "Bukankah, kamu tidak begitu menyukai Amel? Kenapa sekarang kamu terlihat mengkhawatirkannya?" goda Leo dengan seringai tipis yang terbentuk dibibirnya yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari lawan bicaranya.
"Diam kau, Raf!" bentak Diego dengan nada kesal yang bercampur dengan rasa malu yang ia rasakan sebelum ia mengalihkan pandangannya dan menegak langsung wine yang ada di tangannya. "Meskipun, aku belum menyetujui hubungan mereka tapi, lihat sendiri sikap Gavin! Ia benar-benar bersikap seperti budak cinta yang rela melakukan apapun untuk perempuan itu. Jadi, bukankah lebih baik kita mengetahui siapa Amel ini supaya kita tahu siapa yang kita hadapi saat ini?" ucap Diego yang terdengar cukup masuk akal untuk mereka semua ketika mendengar alasan tersebut. Tentu saja, meskipun Diego tidak menyetujui hubungan Gavin dan Amel, tidak ada yang bisa membatasi apa yang ingin Gavin lakukan. Jika ia memang sudah memutuskan Amel untuk berada disisinya berarti pada dasarnya tidak ada lagi bisa mereka lakukan. Jadi, jika masalah ini memang berhubungan dengan Amel, bukankah lebih baik jika mengetahui siapa yang mereka sedang mereka hadapi saat ini?
Musuh yang berada di wilayah terbuka lebih baik dibandingkan musuh yang bersembunyi di dalam bayang-bayang.
"Aku masih belum menemukan hal aneh dari data Amel. Ia terlihat cukup normal untukku. Semakin dalam aku berusaha mencari tahu mengenai Amel, semakin jelas juga terlihat bahwa perempuan itu merupakan perempuan biasa. Tapi, aku akan berusaha terus mencari tahu" jawab Leo dengan serius.
"Aku yakin perempuan itu bukan perempuan biasa" ucap Diego dengan nada serius seakan apa yang ia bicarakan saat ini merupakan informasi yang sudah benar kepastiannya. Rafael menaikkan kedua alisnya kearah Diego sebelum menatapnya dengan ekspresi seakan menanyakan "bagaimana kau bisa seyakin itu, bodoh?"
Merasakan tatapan tersebut dari Rafael membuat ekspresi wajah Diego menggelap sebelum menatap tajam kearah Rafael. "Aku melihatnya sendiri. Perempuan itu memiliki aura yang biasa dimiliki oleh orang-orang yang biasa hidup di dalam komunitas dunia bawah! Mana ada perempuan biasa memiliki aura seperti itu?" ucap Diego berusaha meyakinkan Rafael namun, lawan bicaranya malah tertawa keras ketika mendengar ucapan Diego barusan.
"Apa kau yakin? Hahaha, perempuan semanis itu? Anggota dunia bawah? Kau pasti bercanda" sergah Rafael sambil menggelengkan kepalanya pelan di tengah tawanya.
"Aku serius!" ucap Diego dengan nada kesal. Bodoh! Kau tidak berada disana! Kau tidak melihat ekspresi perempuan itu! Bahkan, aku yang sudah biasa mengotori tanganku dengan darah saja merinding begitu melihat ekspresi perempuan itu! teriak Diego dalam hati dengan nada frustasi.
"Tapi...mungkin bisa jadi? Lihat bagaimana dia bisa membanting Rafael? Perempuan yang beratnya jauh di bawah Rafael bisa membantingnya seperti itu benar-benar hal yang mengagumkan loh" komentar Dimitri sambil tersenyum tipis.
"Hey, hey, hey...ayolah. Kita semua harus menggunakan akal sehat kita semua! Sister-in-law sendiri yang bilang kalau ia memang pintar bela diri untuk melindungi dirinya. Tidak anehkan memiliki kemampuan bela diri di Amerika dengan alasan melindungi diri sendiri?" sergah Rafael sambil menggerakan tangannya seakan alasan Dimitri tergolong tidak masuk akal. Ia masih tidak bisa membayangkan tubuh mungil seperti itu merupakan bagian dari komunitas dunia bawah. Terlalu absurd.
"Tapi, bisa saja ia tidak sengaja berurusan dengan orang dunia bawah dan sekarang orang tersebut berusaha mengejarnya?" ucap Leo menyuarakan pendapatnya yang langsung mendapat pukulan keras di punggung laki-laki tersebut sebelum ia meringis kesakitan.
"Nah! Ini maksudku! Ini jauh lebih masuk akal dibandingkan alasan kalian semua!" ucap Rafael sebelum tertawa keras seakan tidak mempedulikan tindakannya barusan yang membuat Leo menatapnya dengan tajam.
Di tengah kehebohan yang terjadi diantara mereka berlima perlahan suara dingin menggema di sekitar mereka membuat ruangan tersebut langsung diselimuti oleh keheningan seketika. "It doesn't matter" ucap Gavin singkat sebelum menegakkan posisi tubuhnya dan menatap ke seluruh wajah yang berada disekitarnya dengan ekspresi dingin.
"Tidak masalah, apapun identitas yang dimiliki, Kira. She will always be mine. Siapapun yang memiliki niatan kepadanya akan aku hancurkan" kalimat yang singkat tersebut diucapkan dengan nada dingin dan penuh dominasi yang membuat semua orang merasakan seluruh hati mereka bergetar ketika mendengarnya.
Too...scary...too domineering!!
A true definition of a domineering great devil!
Senyum tipis terbentuk di wajah Dimitri saat ini namun, dapat di lihat bahwa senyuman yang terbentuk di wajah tampan tersebut sama sekali tidak terpancar dari kedua mata hitamnya. Senyum tersebut terlihat dingin dan mengerikan membuat orang biasa yang melihatnya pasti akan merasakan ketakutan.
"Gav, jika dia merupakan orang biasa. Bukankah lebih baik jika kamu melepaskannya? She's too innocent and pure. Perempuan seperti itu tidak akan bertahan untuk tinggal di dalam dunia kita" ucap Dimitri dengan santai. Tidak ada yang bisa menebak apa yang laki-laki ini pikirkan saat ini.
Rafael dan Leo menatap Dimitri dengan tatapan horor seakan apa yang baru saja mereka dengar ini benar-benar tidak bisa mereka percayai. Dimitri Ivansov, ada apa dengan kepalamu saat ini!? Bagaimana kau bisa berkata seperti itu!? Apa kau ingin memprovokasi Gavin? Tidakkah kau lupa konsekuensi apa yang bisa terjadi jika kau memprovokasi Sang Iblis!!??
Suasana ruang tamu tersebut langsung berubah semakin mencekam ketika Dimitri menyelesaikan kalimat yang diucapkannya tersebut. Rafael, Leo bahkan Diego tanpa sadar menelan ludah gugup, keringat dingin membanjiri punggung mereka begitu menyadari maksud dari perkataan Dimitri. Bahkan, Diego juga ikut merasa gugup karena meskipun, ia belum menyetujui hubungan Sang Kakak dengan perempuan itu tapi, ia juga tidak buta untuk melihat bahwa Gavin benar-benar memperlakukan Amel dengan sangat spesial. Dan untuk Dimitri menanyakan hal itu kepada Gavin sama saja...ia sedang memprovokasi Gavin!
Laki-laki ini benar-benar sedang mencari mati!
Ketiga pasang mata tersebut langsung membulat kaget begitu melihat seringai yang terbentuk di wajah Gavin. Perlahan kedua mata biru itu menunjukkan kilatan mengerikan ketika pandangannya masih berfokus kepada sosok laki-laki yang masih tersenyum tipis dihadapannya saat ini.
"I don't care. She is mine and i won't let her go. I will kill anyone that tries to take her away. Even if it's one of you"
Suara dingin yang mengerikan itu menggema di seluruh ruang tamu tersebut membuat suasana hening yang menyelimuti mereka saat ini menjadi semakin mencekam. Larut dalam keadaan tersebut, tidak ada menyadari bahwa ada satu sosok perempuan yang bersembunyi di balik tembok lantai dua dan mendengarkan setiap pembicaraan mereka sedari tadi.
Amel menatap tembok yang ada dihadapannya dengan tatapan kosong. Jantungnya berdegup kencang ketika ia mendengar kalimat terakhir yang Gavin ucapkan.
I will kill anyone that tries to take her away.
Kalimat tersebut terus menggema dalam pikirannya. Laki-laki ini akan melakukan apapun untuk melindunginya? pikirnya dalam hati. Rasa hangat langsung menyebar dalam hatinya membuatnya merasakan sebuah rasa aman yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Apa...ia bisa bergantung dengan laki-laki ini?...
Apa laki-laki ini bisa membantunya?
Tapi...
Pandangan Amel berubah menjadi sulit diartikan. Tidak ada yang bisa menebak apa yang ia pikirkan saat ini.
TO BE CONTINUED