[FINISHED]Kapten Basket vs Vl...

By Zabilae

92K 3.9K 353

Ini bukan hanya cerita tentang Nabila dan Khalil. Bukan hanya tentang permasalahan masa SMA yang melibatkan c... More

Satu. Who?
Dua. Meet You
Tiga. Taruhan
Empat. Lo lagi lo lagi
Lima. Au ah gelap!
Enam. Start!
Tujuh. Jangan Injek Kaki Gua
Delapan. Mom?
Sembilan. Baper enggak?
Sepuluh. Hari Pertama
Sebelas. Pentas Seni
Duabelas. Minggu Ketiga
Tigabelas. Penjelasan
Empatbelas. Ken?Can
Limabelas. Potongan masa lalu (1)
Enambelas. Potongan Masa Lalu (2)
Tujuhbelas. Lomba
Delapanbelas. Gudang, Album, dan Kenangan
Sembilanbelas. Kevan kenapa?
Duapuluh. Khalil ketemu Kean
Duapuluh satu. Lucas
Duapuluh dua. Please, stay with me
Duapuluh tiga. Dita
Duapuluh Empat. Home Tour
Duapuluh lima. Something... wrong?
Duapuluh enam. Meet up
Duapuluh tujuh. Let's Find The Truth
Duapuluh delapan. Lucas (2)
Duapuluh sembilan. Siapa yang bisa dipercaya?
Tigapuluh satu. Flashback
Tigapuluh dua. Lari
Tigapuluh tiga. Hopeless
Epilog. Hey, I miss you

Tigapuluh. It's hurt

1.2K 70 7
By Zabilae

Nabila terus-menerus menelpon Khalil, berharap yang ditunggu menjawab panggilannya. Perjalanannya pun belum selesai, ia masih merasakan mobil itu terus berjalan.

Genangan air matanya menandakan bahwa Nabila sedang khawatir sekarang. Ia tidak bisa berbuat banyak, ia terus merapalkan doa, berharap tidak terjadi apa-apa kepada Khalil.

Nabila ingin menyerah, ia ingin berteriak dan berlari mencari Khalil kemanapun. Tetapi, seolah ada kaca besar yang tidak bisa dihindarinya.

Ia dipaksa untuk melihat kejadian demi kejadian yang selama ini membuat hidupnya tak karuan. Dan sayangnya, ia tidak bisa menembus kaca itu.

Nabila menyerah saat dirasanya Khalil tidak dapat dihubungi. Ia lalu teringat untuk menelpon Rachel, karena terlalu panik ia tidak mengingat apapun selain Khalil.

Rachel tak kunjung mengangkat telponnya, Nabila mulai panik. Ia tak tahu lagi ingin berbuat apa.

Dari sebrang, terdengar panggilannya sudah tersambung. Nabila mendesah lega, tapi sebelum ia membuka mulutnya, mobil itu berhenti.

Nabila buru-buru memutuskan sambungan, ia tak ingin suaranya sampai terdengar oleh Kean.

Ia memutuskan untuk mengirim pesan saja, "Kak, tolong bila kak. Tolong kakak ke alamat bila ini. Bila udh hidupin GPS, jadi tolong dateng ke sini. Secepatnya ya kak"

Nabila mengantongkan handphonenya,  tadi ia mendengar suara mobil terbuka dan tertutup. Ia bahkan mendengar langkah kakaknya yang keluar dari mobil.

Dengan perlahan, ia membuka pintu mobil itu dan keluar, berharap tidak mengeluarkan bunyi sedikit pun.

Nabila melihat sang kakak yang memasuki sebuah bangunan tua di depannya. Tanpa mengunci pintu belakang, Nabila mengendap memasuki rumah itu.

"Ini dimana sih?" Nabila terus mengendap, netra nya menelusuri bangunan tua yang minim pencahayaan ini.

"Arghh..." Nabila terpaku, ia mengenali suara itu. Suara jeritan yang menyiratkan kesakitan. Tanpa sadar, air matanya sudah jatuh menuju pipinya.

"Khalil?" Kakinya melemas, ia ingin sekali menangis sembari berteriak, tapi ia harus mengontrolnya. Ia menutup mulutnya, mencegah berbagai teriakan yang ingin keluar.

Nabila tidak bisa berdiam di sini terus-menerus. Dengan air mata yang terus mengalir, ia berjalan perlahan mempertahankan langkah tanpa suaranya.

Ia yakin, suara itu berasal dari lantai atas. Nabila mempercepat langkahnya, getaran di sakunya mengalihkan atensi Nabila.

Ia merutuki bunyi notifikasi yang cukup kuat, terdengar langkah seseorang dari arah lain. Nabila cepat-cepat bersembunyi dalam sebuah lemari tua yang untungnya muat dimasuki.

"Siapa di sana?" Suaranya berat. Nabila yakin itu bukan kakaknya, suara Kean tidak seberat itu.

Nabila menutup mulutnya, ia takut mengeluarkan suara sekecil apapun. Jika bisa, ia ingin menghentikan deru nafasnya sebentar, agar tidak ada suara yang keluar dari dirinya.

Nabila juga tak lupa mematikan suara di handphonenya, ia tidak mau ketahuan sekarang. "Rei, ada apa?"

Nabila mendengar suara kakaknya, Nabila sangat yakin itu adalah suara Kean. Tapi, ia masih tidak percaya dengan semua ini.

Satu notifikasi muncul di layar handphone Nabila. Tampak Salsha yang menanyakan dimana ia sekarang.

"Ini bos, tadi ada bunyi notifikasi handphone" Kean mengangguk. Ia lalu menyerahkan handphone Khalil kepada bawahannya itu.

"Dari handphone anak ini mungkin, tuh lihat saja banyak telpon dari adikku dan keluarganya" Nabila tercekat, jadi... ini memang direncanakan?

Nabila mendengar suara langkah kaki menjauh, ia tidak tau kemana arah langkah itu. Nabila pun memutuskan untuk menghubungi Salsha dan menyuruhnya masuk.

Tak lama, Nabila mendengar langkah kaki lagi. Apakah itu mereka? Samar Nabila mendengar suara bisikan yang menyerukan namanya.

Nabila pun keluar dan mendapati Salsha serta Kevan berada di tempatnya tadi. Ia langsung berlari dan memeluk Salsha. Ia menangis dan menumpahkan semuanya kepada sahabatnya.

Nabila tak mau berlama-lama, ia segera melepas pelukan itu dan membawa keduanya menuju sebuah ruangan yang sepertinya kosong. "Tolongin Khalil"

Suara Nabila bergetar, ia tidak bisa memikul kesedihan ini sendiri, "Gue mohon tolongin Khalil"

Kevan menatap nanar Nabila, secinta itukah gadis itu kepada Khalil? Ingin rasanya Kevan menjadi egois dan membawa Nabila keluar dari rumah ini. Bisakah sekali saja?

"Bil" Netra yang memancarkan kesedihan itu bertemu dengan netra Kevan yang ditutupi emosi.

"Kita pulang sekarang"

Baik Salsha maupun Nabila tidak percaya dengan apa yang diucapkan Kevan. "Van, sumpah ini nggak lucu"

Kevan menoleh ke arah Salsha, "Gue serius." Kedua netra itu menyiratkan keseriusan, Salsha tau Kevan ingin melindungi Nabila. Tapi, ia tak suka dengan cara ini!

"Lo apa-apaan sih van?" Nabila emosi, tapi ia tetap tidak meninggikan suaranya. Ia tak mau ketahuan, ini sudah sangat dekat.

"Tempat ini bahaya bil! Gue nggak bisa biarin lo di sini!" Deru nafas Kevan yang tidak teratur menandakan ia sedang menahan emosinya.

"Tapi Khalil sahabat lo van! SAHABAT!" Salsha tidak tahan, ia lalu menampar Kevan. Kali ini Kevan sungguh keterlaluan.

Kevan diam, ia sama sekali belum goyah. Kevan lalu menarik tangan Nabila dan berjalan menuju pintu "Lepasin gue van"

Langkah mereka terhenti, Salsha sendiri masih terdiam di tempatnya. Rasa sakit itu sudah menjalar, harapannya pupus. Kevan masih sangat mencintai Nabila.

Air mata lah yang bisa menggambarkan perasaan Salsha. Ia bahkan terlalu takut untuk sekedar mengangkat kepala dan melihat Kevan yang sangat memerdulikan Nabila tanpa menghiraukan dirinya.

"Gue sakit van" hanya Salsha, hanya Salsha yang dapat mendengar itu.

Sementara itu, Nabila dan Kevan yang sudah berada di belakang pintu tetap mempertahankan masing-masing tujuan yang mereka inginkan.

"Gue nggak habis pikir van, lo itu kenapa?" Nabila menatap Kevan tajam, ini bukanlah Kevan yang selama ini ia kenal.

Kevan masih diam dan menggenggam erat pergelangan tangan Nabila, "Bisa nggak sih? Bisa nggak sih gue egois dan memperjuangin cinta gue bil?"

Nabila terpaku, itu berarti "Ya, gue cinta sama lo. Jauh sebelum Khalil cinta sama lo"

Tangan Nabila melemas, apalagi ini? Pegangan Kevan pada Nabila juga terlepas. Ia ingin mendengar respon dari Nabila.

"Tapi maaf van, gue cintanya sama Khalil" Kevan sudah menduga ini. Tapi, kenapa tetap terasa sangat sakit?

"Kalo lo nggak mau bantu, gue bisa sendiri" Nabila memutar knop pintu dan berjalan keluar meninggalkan Kevan dan rasa sakitnya.

"Van..." Salsha mendekati Kevan, ia menepuk pelan pundak pemuda yang dicintainya itu. "Gue egois ya sal?"

Salsha bisa melihat itu, ketika air mata pertama yang Kevan jatuhkan untuk cintanya kepada Nabila. Air mata itu, kesedihan itu, membuat Salsha semakin sakit.

"Gue ngerti van" Salsha berjalan ke depan Kevan, ia melihat tatapan kosong dari pemuda itu. "Gue egois sal"

Tetes demi tetes mulai berjatuhan, Kevan menyesali kebodohannya untuk memilih egois dan tidak memerdulikan Khalil, yang notabenenya sahabat karibnya.

Salsha tidak tahan melihat air mata itu, ia lalu memeluk Kevan dan menyembunyikan wajah pemuda itu di lehernya. "Sakit sal, rasanya sakit"

"Gue bahkan lebih sakit dari lo van"

...

Nabila berjalan sepelan mungkin, suara-suara itu tidak lagi terdengar. Itu membuat Nabila kesulitan menemukan ruangan Khalil.

Dari luar, terdengar deru mobil. Nabila pun mencari jendela terdekat dan melihat keluar. Beruntung Kean pergi bersama dengan seseorang. Nabila bersyukur akan hal itu.

Ia mulai mencari, Nabila menempelkan telinganya di setiap pintu di lantai ini, guna mendengar dimana kekasihnya berada.

Nabila frustasi, ia tak kunjung menemukan Khalil. Ia menangis lagi, Nabila tak kuat semua rasa itu terus memenuhi pikiran dan hatinya sehingga membuatnya tertekan.

"Toh..tolongghh"

Nabila mendengar suara itu, suaranya sangat lirih, beruntung suasana di sini sepi jadi Nabila dapat mendengarnya.

Ia lalu langsung berjalan menuju pintu diujung koridor itu. Persetan dengan kegelapan yang menyelimuti koridor itu.

Nabila memastikan lagi dengan menempelkan telinganya di pintu. Dan benar saja, ia dapat mendengar suara rintihan seseorang.

Pintu itu terkunci, dan membuat Nabila sedikit kesusahan. Ia lalu memutar knop itu dengar sekuat tenaga sembari mendorong pintunya.

Brak

Mata Nabila memanas, sekarang di depannya ada Khalil. Air mata mulai berjatuhan dari pelupuk mata Nabila. Rasa sakit menjalar di hati Nabila saat melihat keadaan Khalil.

Sedangkan Khalil, ia tersenyum senang ke arah Nabila seolah mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Khalil akhirnya bisa bernafas lega, setidaknya ia masih bisa melihat Nabila sebelum ia pergi.

Nabila berlari menuju Khalil yang sedang terduduk dengan tangan dan kaki diikat. Keadaannya sungguh mengenaskan. Dengan segera, Nabila melepaskan semua tali yang mengikat tangan dan kaki Khalil.

Tubuh Khalil langsung jatuh dan beruntungnya langsung ditangkap oleh Nabila. Sungguh, rasa sakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya.

Bagaimana tidak, badannya sudah penuh dengan lebam dan sayatan. Terlihat wajahnya yang babak belur dan sepanjang kedua lengannya terdapat luka sayatan yang berbagai macam bentuk dan panjangnya.

Tidak hanya itu, pada salah satu Khalil tertancap sebuah pisau yang langsung ditarik begitu saja oleh Khalil.

Nabila terkejut, Khalil benar kakaknya bukanlah seorang kakak yang ia kenal dulu.

Nabila menyobek baju bagian bawahnya sedikit. Ia lalu melilitkan kain itu ke kaki Khalil untuk menghentikan pendarahan.

"Gue minta maaf lil" Nabila masih menangis tersedu-sedu sembari terus menggenggam kedua telapak tangan Khalil.

"Lo nggak salah bil" Khalil tersenyum teduh, Nabila tidak bisa memaafkan dirinya sendiri saat melihat keadaan Khalil.

"Sekarang kita harus pergi dari sini. Lo masih bisa jalan nggak?" Khalil mengangguk, Nabila mencoba membantu Khalil dengan memapahnya.

"Berhenti!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continue

Ecieee digantung mulu🤭🤭🤭 bentar lagi end nihhhh. Nah karena udah mau end, mari jawab pertanyaan ini dulu

Tau cerita ini dari mana?

First impression kalian tentang ceritaku gimana?

Ceritaku ini gimana sih??

Alurnya keleletan nggak sih?

Ceritanya nggak ngefeel ya?

Part yang paling kalian suka?

Pemain yang paling kalian suka?

Publish sequel? Yes or Not?

Kalau iya, cuma satu part or satu cerita kek gini?

Yaudah yaa ini aku lagi belajar masih aja sempetin update🤭🤭🤭

Don't forget to vomments😆😆😆 acu suka bacotan kelean🤣🤣🤣

Zabilae
Senin, 26 November 2018

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 258K 58
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
4.1M 242K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
3.5M 170K 63
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
5.3M 226K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...