"Eh, aku mau ke toilet dulu" ucap Ghina sebelum ketiganya melangkah masuk ke dalam kamar kecil yang berada koridor yang mereka lalui. Menunggu Ghina dan Kara yang saat ini berada di bilik toilet, Amel memutuskan untuk mencuci tangannya sambil menggumamkan lagu pelan tanpa menyadari beberapa perempuan melangkah masuk ke dalam kamar mandi tempatnya berada saat ini.
"Lihat siapa yang ada disini? Siapa lagi kalau bukan cewek sok suci kita semua" ucap suara yang membuat Amel mengerutkan dahinya pelan ketika mendengarnya. Ia mengalihkan pandangannya kearah sumber suara tersebut.
"Laila?" ucap Amel dengan nada kesal sambil menyipitkan matanya. Amel masih kesal dengan kelakuan yang nenek sihir ini lakukan beberapa hari yang lalu, belum lagi rumor buruk yang beredar mengenai dirinya.
"Wah, apa yang membuatku bisa dikunjungi oleh nenek sihir kesayangan kita semua ini, huh?" ucap Amel dengan nada sarkastik dengan senyum tipis yang mengejek.
"Kamu...kurang ajar!" jerit Laila dengan nada marah sambil berjalan cepat kearah Amel diikuti oleh kedua pengikut setianya. Aiya...seperti Baginda Ratu dengan dayang-dayang bodohnya ejek Amel dalam hati.
Tangan Laila terulur untuk mencengkeram tangan Amel dengan kuku-kuku tajam yang Amel yakin semuanya merupakan nail extension. Kadang Amel suka bingung sendiri, bagaimana bisa orang menyukai kuku panjang mengerikan seperti itu? Bukannya, dengan kuku sepanjang itu malah menyulitkan pekerjaan sehari-hari mereka? Pikirnya dalam hati. Kedua matanya menyipit ketika melihat tangan dengan kuku mengerikan itu mendekati tubuhnya, ia segera menepis tangan Laila dengan keras membuatnya berteriak kesakitan sambil menatap tajam kearahnya.
Hellow? Apa sikapnya saat ini tidak berlebihan? Aku hanya menepis pelan loh? Ya...sedikit keras tapi, hanya sedikit enggak perlu sampai teriak-teriak kesakitan begitu...Sudah kayak mau diapain aja gerutu Amel dalam hati sambil menatap perempuan dihadapannya dengan jijik.
"Huh...aku rasa kau bisa kecilkan suara cemprengmu itu. Aku masih butuh gendang telinga ini untuk bekerja jadi, bisa enggak usah teriak-teriak lebay seperti itu? Suaramu itu terlalu mengerikan, wahai nenek sihir kesayangan om-om" jawab Amel dengan nada yang di tekankan pada kalimat terakhir yang langsung membuat wajah Laila memerah saking kesalnya.
"Hey, siapa yang kamu bilang nenek sihir?! Kamu yang nenek sihir" balas salah satu minion pengikut Laila yang berdiri di belakangnya dengan tatapan kesal yang diarahkan kepada Amel.
Seriously?
Amel menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar jawaban minion 1 yang membuatnya menatap ketiga sosok perempuan dihadapannya dengan tatapan mencemooh. "Oh? Tetapi, kamu tidak menyangkal bahwa nenek sihir kita ini kesayangan om-om?" ucapnya sebelum tertawa dengan gerakan pura-pura menghapus air matanya, Amel menatap Laila.
"Lihat? Bahkan minion-mu saja tidak menyangkal bahwa kamu itu kesayangan om-om" ucapnya dengan nada mencemooh yang sukses membuat Laila berteriak kesal.
"Dasar perempuan kurang ajar!!!" teriaknya sebelum mengangkat tangannya untuk menampar Amel yang masih tersenyum menatapnya. Sebelum tangan Laila berhasil mendarat di salah satu pipi Amel sebuah tangan dengan sigap menahan tangannya membuat seluruh mata menatap kearah sepasang mata hijau yang memandang Laila dengan tatapan penuh amarah. Jika sebuah tatapan bisa membunuh seseorang, Amel yakin saat ini Laila sudah tergeletak di lantai kamar mandi ini karena tatapan Ghina. Melihat sikap Ghina membuat Amel tersenyum tipis, merasa senang dengan sikap perhatian yang diberikan oleh temannya yang satu itu.
"Hey, bitch. Kamu pikir kamu siapa bisa memukul adik kecilku?"
Or not.
Mendengar itu membuat Amel yang dari tadi tersenyum mendengarnya langsung berubah menjadi cemberut dibuatnya. Bisa enggak sih temannya yang satu itu gak perlu bawa-bawa status sama umur? Gerutu Amel dalam hati.
Siapa yang dia sebut adik!? Bahkan aku sendiri gak punya kakak perempuan!
Merasakan tatapan tajam Ghina membuat Laila menelan ludah gelisah tanpa sadar dengan cepat ia menarik lengannya sebelum menatap tajam kearah Ghina. "Jangan ikut campur Ms. Rivera atau kau akan terima akibatnya" desisnya pelan.
"Hey! Nenek tua, siapa bilang kau boleh mengancamnya, hah?" ucap Amel dengan tatapan yang tajam. Ia bisa menerima jika Laila terus menghinanya atau melakukan tindakan "pengecut"-nya itu kepadanya. Amel siap menghapi perempuan menyebalkan ini head-on-head tetapi, jika perempuan dihadapannya ini mulai mengancam salah satu temannya maka Amel tidak akan tinggal diam. Tidak ada yang boleh menyakiti orang penting dalam hidupnya.
"Kamu –" pekik Laila pelan sebelum ia terdiam berusaha mengatur nafasnya untuk beberapa saat untuk menenangkan dirinya. Untuk sosok seperti Laila menjaga image merupakan hal yang terpenting untuknya.
"Kamu pikir kamu siapa Ms. Candrakirana? Kamu tahu kalau kamu itu bukan siapa-siapa. Aku bisa saja menghilangkanmu dari perusahaan ini hanya dengan menjentikan jari. Mulut tajammu, kelakuan menjijikanmu. Jangan sok suci di hadapan kita semua, aku yakin kamu juga tidak sebersih yang orang-orang pikirkan"
Hening.
"Terutama...dengan latar belakangmu itu" ucap Laila sebelum senyum mencemooh terbentuk di bibirnya yang sukses membuat Amel menyipitkan matanya. Amel mengepalkan kedua tangannya dengan keras berusaha menahan emosinya.
"Huh? Apa aku menyentuh topik yang sensitif?" ucap Laila dengan nada yang di buat-buat. Senyumnya semakin merekah ketika melihat reaksi Amel.
"Laila...hentikan. Kita akan pergi dari sini jadi, kumohon berhenti" ucap Kara perlahan sambil berdiri tepat di samping Amel. Tangan lembut Kara perlahan mengelus bahu Amel yang bergetar pelan dengan usaha untuk meredakan emosi yang dirasakan oleh Amel.
"Keh. Enak saja. Kenapa adik kecil? Kau takut bahwa masa lalumu diketahui oleh banyak orang? Bahwa kamu itu berasal dari keluarga miskin? Atau...bahwa...kakak laki-laki kesayanganmu itu mati karena mencuri?" ucap Laila dengan nada mengejek.
Amel terdiam beberapa saat sebelum perlahan melangkah mendekati sosok perempuan dihadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Melihat perubahan ekspresi Amel membuat seluruh rambut di tubuh Laila berdiri. Rasa dingin tiba-tiba menyelimutinya membuat kakinya bergetar. Ia menatap kearah Amel yang masih berjalan kearahnya dengan ekspresi tenang dengan tatapan campur aduk. Perlahan Laila berjalan mundur berusaha menghindari perempuan mungil yang tiba-tiba berubah menjadi sosok yang tidak ia duga sebelumnya.
"Ma...mau ap – apa kau? Kalau kamu menyentuhku..a..aku akan bilang Johan dan kamu ak..akan dalam ma..masalah" ucap Laila terbata-bata.
Amel masih berjalan perlahan dengan ekspresi tenang kearah Laila sebelum berhenti tepat beberapa langkah dihadapannya. Suasana kamar mandi saat ini terasa sesak dengan segala ketegangan yang menyelimuti mereka hingga hal yang tidak mereka duga terjadi.
Tidak minion-minion bodoh itu, tidak Ghina dan Kara bahkan, Laila sama sekali tidak dapat menduga ketika Amel tiba-tiba menggenggam rahang Laila dengan kuat dan menariknya agar membuat kepala Laila setara dengan kepalanya sebelum sebuah senyum merekah di wajahnya. Senyuman mengerikan yang sukses membuat jantung Laila mendadak berhenti beberapa saat. Butuh beberapa saat sebelum rasa sakit dari genggaman Amel menyebar di seluruh wajahnya namun, kedua matanya masih terus menatap ekspresi wajah Amel yang benar-benar membuat Laila ketakutan melihatnya.
Ba...bagaimana bisa perempuan kecil ini memiliki ekspresi wajah mengerikan seperti ini!?
Seluruh tubuh Laila membeku ketika melihat ekspresi wajah Amel bahkan ia tidak sempat menjerit kesakitan ketika tangan kecil itu menggenggam rahangnya dengan tenaga yang kuat yang Laila sendiri yakin akan membuat kulit wajahnya membiru karena genggaman tangan Amel.
"Aku tidak tahu apa yang membuatmu membenciku seperti ini. Selama ini sepertinya aku tidak pernah melakukan sesuatu yang menyinggungmu Ms. Mitchell. But believe me sweetheart...berurusan denganku bukan hal yang mudah karena...jika aku sudah memutuskan untuk bergerak..." ucap Amel dengan nada lembut dengan tatapan yang masih berfokus kearah manik mata Laila sebelum ia mendekatkan wajahnya perlahan kearah salah sisi wajah Laila.
"Kamu akan menyesalinya. Even I will make you regret that you're breathing the same air with me" lanjutnya tepat berada di atas telinga Laila masih dengan nada lembut yang sama namun, semua orang yang ada di dalam kamar mandi ini bisa merakan aura berbahaya yang terpancar dari tubuh Amel.
Perlahan Amel segera melepaskan rahang perempuan dihadapannya yang sukses membuat Laila kehilangan tenaganya dan jatuh terduduk tepat dihadapan Amel. Tanpa melirik perempuan pucat yang terduduk dihadapannya Amel segera berjalan meninggalkan ketiga sosok yang menatapnya dengan tatapan penuh ketakutan diikuti oleh Ghina dan Kara yang menatap punggung Amel dengan tatapan campur aduk.
Mereka mengerti sikap Amel saat ini, terutama ketika mereka mengetahui masa lalu yang terjadi dalam keluarganya. Masa lalu Amel merupakan yang tabu. Bahkan mereka berdua tidak pernah membahas itu lagi setelah mendengar cerita Amel beberapa waktu lalu mengenai masa lalunya. Namun, mereka tidak menyadari bahwa Amel bisa bersikap seperti ini ketika ada orang yang membahas masa lalunya.
Sikap yang benar-benar tidak seperti Amel.
Seakan perempuan barusan bukan Amel yang mereka kenal selama ini...
TO BE CONTINUED