"Ada apa denganmu hari ini. Tidak sopan seperti itu di depan tamu. Sudah besar masih saja makan tersedak!"
"Kau yang tidak sopan berbicara seperti itu, Mama!" Diana ingin kembali membela diri langsung terhenti saat Maria menatapnya tajam.
"Apa?!" teriak Maria tidak kalah nyaring.
Diana mendengus kesal kembali diam. Hanya memainkan cake tidak berniat makan. Omelan Mamanya membuat ia tidak nafsu makan lagi.
"Ya... Aku saja sampai kewalahan mengimbanginya. Kau tahu Maria, wanita itu sangatlah agresif. Baju kami saja tidak bisa dipakai kembali," lanjut Ethan tidak tahu malu seakan ia tidak mendengar pertengkaran kecil antara Ibu dan anak.
Diana yang tengah meminum air putih langsung menyemburkan air dalam mulutnya. Semburan itu mengenai pakaian Ethan. "Itu karena muntahan. Bukan sesuatu yang mesum seperti dipikiranmu, Sir!"
Ethan hanya menyeringai sedangkan Maria mengomel panjang lebar. Diana tidak memikirkan omelan Maria. Yang ia pikirkan sekarang adalah ponselnya yang juga ikut terkena semburan. Dengan sigap ia mengelap ponselnya dengan tisu membuat Maria mencubit pinggangnya.
"Aaargghhh Maaa!!!"
"Minta maaf sama Ethan!"
Diana menatap Ethan -yang menatapnya dengan bibir di tarik ke atas, masih menyeringai- setelah Maria melepaskan cubitannya.
"Aku... Aku... Mama, sepertinya kau banyak pelanggan? Para karyawanmu saja kewalahan,"ujar Diana mengalihkan permintaan maafnya.
Enak saja minta maaf. Dia tidak bersalah. Yang salah itu Ethan. Lebih tepatnya mulut Ethan yang ceplas-ceplos itu. Maria menatap sekeliling dan mengangguk membenarkan perkataan anaknya. Dia segera pamit meninggalkan Diana dan Ethan.
"Listen, hentikan omong kosongmu yang tidak berguna itu karena aku sama sekali tidak mengerti. Dan aku minta jangan pernah menggoda Ibuku. Demi Tuhan, dia sudah berumur bisakah kau lihat itu?" desis Diana berbisik marah sepeninggalan Maria.
Ethan mengangkat sebelah alisnya. Senyum tidak pernah lepas dari bibirnya. "Kau masih ingin bilang kau tidak ingat? Siapa yang ingin kau bodohi di sini? Dan satu lagi. Aku tidak menggoda ibumu. Apa kau melihat aku mengusap pipi Ibumu?"
Tidak. Jawab Diana dalam hati.
"Memanggil Ibumu dengan sebutan sayang?"
Tidak. Malah kebalikannya.
"Menatap Ibumu dengan intens?"
Tidak, malah kau sedari tadi menatapku dengan intens.
Tunggu...
Diana baru sadar dengan perkataan Ethan yang terakhir. Apakah itu semacam kode? Jadi apa sedari tadi Ethan tengah menggodanya? Tapi kenapa? Apa Ethan menyukai Diana?
Entah kenapa jantungnya terpompa cepat seperti sedang berlari karena di kejar ribuan anjing pitbull. Okay, itu terlalu berlebihan. Tapi dia tahu jika dirinya sangat penasaran dengan sikap Ethan yang selalu saja memulai pertengkaran dengannya.
"Jadi kau ingin bilang jika sedari tadi kau menggodaku?"
Menunggu...
Menunggu...
Dan terus menunggu Ethan membuka mulut sangatlah menyiksa Diana. Dan akhirnya pria itu membuka mulutnya, dan...
"Menggodamu? Yang benar saja. Untuk apa aku menggoda wanita pendek sepertimu."
Diana menggeram. "Jangan pernah mengatakan aku pendek!"
"Kau memang pendek. Apa kau ingin aku bilang tinggi? Bukankah itu lebih menyakitkan?"
Apa yang dikatakan Ethan memang benar. Tapi sekarang ini emosi Diana lah yang lebih dominan dari pada kerja otaknya. Dengan cepat Diana berdiri mencubit pinggang Ethan yang mengadu kesakitan.
"Panggil aku pendek lagi!"
"Pendek."
Wajah Diana merah padam. Saat Diana ingin kembali mencubit, tiba-tiba saja Ethan mengangkat satu tangannya menghentikan pergerakan Diana.
"Kau tahu, aku ini seorang aktor. Aku lebih jago berakting daripada kau."
"Terus?" tanya Diana ketus, menatapnya dengan bingung.
"Hanya mengetes sebodoh apa dirimu."
Butuh beberapa detik bagi Diana untuk mengerti apa yang dikatakan Ethan. Setelah sadar, kembali Diana mencubit pinggang Ethan. Kali ini lebih kuat dari yang tadi. Entah berapa lama Diana begitu, yang jelas ia berhenti saat mendapati Ethan tidak bergerak. Mata pria itu tertutup membuat Diana hampir panik.
"Hei... Ethan... Jangan bercanda." Diana masih berdiri di tempatnya, tegang.
Diana merasakan nafas dari hidung Ethan dengan jemarinya dan dapat ia pastikan Ethan pingsan atau pura-pura pingsan. Hanya itu spekulasinya.
"Ethan?" Diana menyenggol kaki Ethan tapi Ethan tetap tidak sadar. Dan jautuhnya tangan Ethan ke bawah semakin membuat ia panik.
"Oh Tuhan..." Diana menatap horor jemari tangannya. "Aku memiliki kekuatan super," desisnya berbisik.
Tidak lucu bukan seorang wanita lembut bak malaikat mencubit seseorang hingga jatuh pingsan? Pria pula!
Diana mencondongkan tubuhnya menepuk pelan pipi Ethan berusaha menyadarkan pria itu. "Ethan sadarlah. Kumohon... Aku tidak ingin mati konyol di kurung Mama," rengeknya berbisik.
Mendengar itu tanpa sadar Ethan mendenguskan tawa membuat Diana menjadi patung. Ethan sadar...
What?! Dia mempermainkanku?
Diana memukul-mukul dada Ethan dengan kasar. "Hei pencuri selangkangan! Bangun kau, aku tahu kau tidak pingsan. Sial, Ethan! Aku akan membunuhmu!"
Pukulan, cacian, umpatan keluar begitu saja dari mulut Diana. Sedangkan Ethan masih mengejamkan mata, mengulum senyum, dan menggigit bibir supaya tawanya tidak keluar.
"Demi Tuhan, apa yang kau lakukan Diana!!!"
Teriakan menggema dari Maria membuat Diana hampir terlonjak. Maria menghampiri mereka dengan menatap Diana marah.
"Oh my God! Kau apakan Ethan hingga pingsan seperti ini?!"
"Dia tidak pingsan, Ma. Dia pura-pura!" teriak Diana membela diri. Peduli setan jika banyak orang yang tengah menikmati pemandangan memuakkan itu.
"Seharusnya kau meminta maaf bukannya memukul dia sampai pingsan!"
"Mama!"
Maria tidak menggubris Diana. "Ethan sayang... Bangun nak." ujarnya lembut menepuk pipi Ethan.
Apa-apaan ini?! Bicara dengan Diana harus berteriak. Sedangkan dengan Ethan -yang jelas bukan anaknya- berbicara lembut lebih lembut dari sutra Paris Hilton. Entah berapa kali Diana melebarkan matanya karena tak percaya dengan kelakuan Ibunya. Tapi yang jelas ia ingin mencekik siapapun yang bersedia secara suka rela saat ini.
"Jika kau menggunakan nada seperti itu, dia malah ingin tidur, Ma."
Maria menatap tajam. "Kau harus menjaganya sampai ia bangun. Kalau perlu bawa ia ke atas. Istirahatkan dia dengan nyaman. Sepertinya dia kelelahan."
"Tapi bagaimana caranya aku membawa raksasa ini ke atas? Lagipula mau simpan di mana?"
"Dia bukan barang, Diana. Seenak jidat kau bilang simpan. Kau bisa menyuruh Sir Bernett membantu. Dan bawa saja ke kamarmu yang lama karena kamar yang lain sudah di penuhi karyawan."
"Apa?! Kamarku?! Tidak!"
"Kalau begitu kamarku saja."
"Ma!"
"Terserah kau ingin membawanya kemana. Aku sedang sibuk sekarang. Dan jangan tinggalkan dia!" Maria pergi begitu saja memasang kembali sarung tangan plastik.
Diana menyilangkan tangannya menatap Ethan dengan kesal. "Okay, fine. Berhenti berakting, buddy. Kau menang dan Ibuku sudah pergi, puas?"
"Bawa aku ke atas," bisik Ethan lemah.
"Mau berapa kali aku katakan, jangan berakting lagi!"
"Diana!" teriakan Maria dari jauh membuat Diana ingin menginjak selangkangan Ethan.
"Aku serius, aku merasa seluruh ruangan berputar," ujar Ethan kembali berbisik lemah.
Raut wajah Diana kembali panik melihat Ethan tidak menampilkan senyum menyebalkannya itu. "Ka-kau tidak bercanda?"
"Pandanganku mulai buram..." suara Ethan semakin tercekik semakin membuat Diana takut.
Saat Diana ingin keluar menemui Mr. Bernett, tukang penjual koran di dekat toko, tiba-tiba saja tangannya ditahan Ethan.
"Cukup kau saja yang membopongku."
"Apa?! Aku mana bisa membawamu!"
"Kumohon Diana..." bisik Ethan putus asa.