Rindu tak selalu tentang hujan, rindu tak selalu tentang angin, dan rindu juga tak selalu tentang kenangan. Tetapi rindu itu adalah perasaanku sekarang.
Rana-
***
Aku memantapkan hati dan terus berjalan menyusuri koridor sekolah dengan perasaan was was. Yaa, tidak ada lagi Rana yang dulu, Rana yang mudah ditindas atau berpura pura tak apa. Karena aku yakin dengan berbicara 'tak apa' malah akhirnya membunuh diri sendiri. Bertopeng boleh asalkan jangan terlalu memaksa, dan pada akhirnya topeng itu yang mempermainkan kita.
Aku berada didepan kelas, suasana ramai dan gaduh sudah kudengar. Ya pastinya guru belum masuk atau memang tidak ingin masuk?.
"Woee, gile gile ini seksi banget vroh!"
"Dasar monyet, otak lu mesum banget anjir"
"Normal vroh.."
"Heh lo pada ngapain sih mojok?! Homoan dih." ucap seorang wanita.
"Sini ikutan ti, lu ditengah ya!"
"Ogah!!!. Ngga tertarik gue!"
"Hehhh gile coba liat yang ini."
"Ngebet banget lu njir,"
"Beh sumpah pengen gua nikahin nih cewek.."
"Iye, manis banget ye."
"Lu pikir gula apa,"
"Ye songong lu"
Dan bla bla bla..
Suara tak asing terdengar dari dalam kelas, jangan menangis Rana. Ini adalah permulaan, dan pada akhirnya kamu harus berjuang lagi.
Aku masuk dengan sejuta rasa gaduh, jika dunia bisa berhenti, tolong berhentilah, lalu rekam semua ini dan tunjukan pada semua orang bahwa aku tidak menginginkan ini semua.
Deggggg!!!!!....
"Heh siapa tuh!"
"Shttttt....."
"Siapa sih dia?"
"Heh siapa lo?"
Berbagai pertanyaan kudapatkan saat aku masuk ke kelas.
Aku mendongak, menatap seluruh isi kelas dengan perasaan, akh tak tau...
"Huaaaaaaa!!!!!"
"Raaa.....naaaaaa?"
"Demi apaaa, lu Ranaaa????!!!!!"
"Ra-na! What the fuck?!"
"WOWWW"
"GILE ini Rana? Hidup lagi atau ini udah hari pembangkitan seluruh manusia yang udah the end?"
"Hueeeeee gue takut!!!!!"
*sambil naik ke atas kursi.
"Seriusan lo Rana?"
"Apa apaan sih ini?!"
"STOPP!! DIEM LO SEMUA!" suara itu menginterupsi seisi kelas menjadi diam, yaa Tia.
"Ini beneran lo ran?" ucapnya terbata bata.
Aku membuka topi jaketku, dan lebih mendongakkan kepalaku.
"Iya ini gue," jawabku gemetaran, dan sebisa mungkin aku lebih menunjukan sikap normal dan biasa.
Disaat seluruh isi kelas tegang, ketiga temanku melongo dan menghentikan aktivitasnya.
"He? GUA MIMPI YA DIM?"
"NGGA SAN, lu ngga mimpi. Cuman mata lu aja yang katarak,"
"Demi Rana yang baru kita datengin kemarin, dan dia bangkit lagi? Astagaa.." ucap Kenzo sambil menganga dibalik tubuh besar Dimas yang lumayan baginya.
"Najis lo oon. Minggir sana!" ucap Dimas dan berjalan menuju arah bangku depan, dan disusul oleh Ihsan dan Kenzo.
"Maksud ini semua apa ran?" Tia yang kini duduk di tengah sudah berada paling depan, seperti ingin mendapatkan penjelasan lebih dari Rana.
"Maafin gue selama ini, gue cuman sandiwara. Masalah penyakit itu emang bener, dan masalah kematian itu salah. Makam itu gue ambil alih dan ganti nama atas izin dari pak Tarjo, dia orang yang selama ini tau tentang gue. Kalian jangan salah paham-"
"Pengecut lo ran! Gue ngga nyangka!"
"Tau nih! Lo mainin kematian!"
"Lo ngga tau apa gimana seluruh kelas nangisin lo?!"
"GUE BILANG STOP YA STOP! BIAR RANA JELASIN DULU!. Jangan ngebacot kalo kalian ngga tau!" bela Tia dan menoleh kepadaku seperti ingin mengatakan 'lanjutkan', dan aku segera melanjutkan lagi.
Reaksi pertama sudah seperti itu,
"Oke gue selalu mantau kalian, dimanapun kalian dan kalian ngapain aja. Walau sepenuhnya gue juga ke Semarang buat ngejalanin pengobatan, gue cari tau tentang seluk beluk asal gue, gue cari tau semua tentang keluarga gue. Ini terlalu rumit buat kalian pahami, gue tau kalian kecewa dan bahkan kalian mungkin udah nganggep gue sampah atau pengecut. Demi Tuhan gue ngga ada niat buat ngebales dendam atas perlakuan kalian ke gue masalah kak Farhan dulu. Setelah berbulan bulan gue ngga muncul, gue selalu mantau kalian. Banyak yang harus gue sembunyiin emang, tapi sedikitpun gue ngga pernah ada rasa buat bales dendam. Sorry kalau kalian kecewa sama gue, gue ngga maksa kalian buat nerima atau bahkan maafin gue lagi. Gue kesini cuman mau bilang ini aja, dan satu hal lagi. Gue udah ngga tinggal sama kak Farhan, dan gue udah tinggal sama keluarga kandung gue. Jangan khawatirin atau nyari lebih tentang gue. Gue bakal pindah dan ngga akan nampakin wajah ke kalian lagi. First, i'm sorry Tia, Dimas, Kenzo dan Ihsan, gue tau kalian syok berat dan ngga percaya, but trust me kalo gue selalu sayang dan khawatirin kalian. Makasih semua atas rasa kasihan atau sayang kalian ke gue-"
"Setelah apa yang terjadi, lo pergi lagi?!. LO MIKIR NGGA KALAU GUE HAMPIR STRES DAN GILA?! hiksss...hiksssss" Tia sudah meluncurkan air mata hebat dan deras.
"Lo tega sama kita ya ran," ucap Dimas dengan nada merendah, lalu Ihsan dan Kenzo menatapku dengan sinis. Aku belajar tersenyum, ya! Tersenyum.
"Gue minta maaf. And second, gue bakal pindah sekolah, sorry but ini jalannya. Kalian ngga usah khawatirin gue, banyak hal yang ngga kalian tau tentang gue-" lanjutku lagi yang masih egois.
Aku pergi keluar dan meneteskan air mata tak kalah deras dari Tia. Bahkan aku sempat tersandung sandung saat berlari, tetapi itu tidak ada sakitnya daripada melihat respons dari teman temanku.
Kutinggalkan Tia yang masih sesenggukan, dan Dimas, Ihsan, Kenzo yang duduk lemas tak percaya. Kulihat teman temanku yang lain menatapku dengan tatapan jijik dan remeh. Kuterima semua untuk yang kedua kalinya.
Saat berada didepan area perpustakaan aku berhenti, menormalkan keadaan dan semuanya. Tetap tegar.
"Ran-a?" deg, aku menoleh dan mendongakkan kepalaku.
"Kaaa-kk Rei?" aku menatapnya kaget dan tentu saja takut.
"Lo Rana?" tanyanya sekali lagi tak percaya. Lalu aku mengangguk untuk memastikan.
"Bukannya lo?-"
"Iya gue masih hidup." jawabku langsung dan mencoba menetralkan hatiku.
"Gimana bisa?"
"Sorry gue harus pergi, jangan cari tau lebih tentang gue. Sorry-" tundukku lalu berlalu begitu saja.
Kudengar dia masih mencoba memanggil manggil namaku. Aku takut ini hanyalah perasaan kagum saja dan bukan soal cinta.
Rei POV.
Aku keluar dari perpustakaan untuk memanggil pak Hamdan, karena ada masalah dengan pengurus OSIS. Ya rencana sekolah akan mengadakan pesta perpisahan untuk kelas 12 nanti, dan aku sebagai Ketua OSIS ikut terlibat dalam hal seperti ini-
Dan tiba tiba aku melihat seseorang manangis sesenggukan di dekat perpustakaan, tanpa ragu ragu aku mendekatinya.
"Ran-a?"
"Kaaa-kk Rei?" jawabnya.
"Lo Rana?" tanyaku sekali lagi.
"Bukannya lo?-" lanjutku bingung.
"Iya gue masih hidup." dia langsung memotong dan menjawab, apa apaan ini?.
"Gimana bisa?"
"Sorry gue harus pergi, jangan cari tau lebih tentang gue. Sorry-" ucapnya berlalu begitu saja.
Aku masih terpatung di tempat, menetralkan perasaan dan keadaan. Bagaimana bisa? Otakku yang semula lancar berubah menjadi lambat. Itu benar Rana? Lantas siapa yang ada di makam itu? Lantas untuk apa dia memberi semua? Balas dendam?.
Aku menutup mataku dan memikirkan semua, lalu mengacak ngacak rambutku sendiri dan berdecak kesal.
End.
Sungguh aku tak tau harus bagaimana lagi, disatu sisi aku malu, didua sisi aku bersalah dan disisi lain aku menyesali semua. Bagaimana nanti kak Rei? Bagaimana nanti semua? Atau bagaimana nanti kak Farhan yang dicap sebagai biang dari masalah ini?. Sungguh, aku tak tau.
Aku belum siap bertemu denganmu lagi, aku takut perasaan ini tak terima dan ingin terus mengejarmu lagi. Kutau kau hanya singgah dan menetap untuk memberikan sejuta kenangan, ingat itu hanya KENANGAN. Tak lebih dari sebuah harapan yang terpendam.
Aku memejamkan mataku, berpikir sejenak untuk melanjutkan semua.
---
New story.
1. Life or love?
And if you want know me more?
Ask fm : reginaeriyanti98
Instagram : rgnaerynti
Line : @vzg8180b use '@' yes.
Next? Give me vote and comment!
Thank you!