SLUT [DITERBITKAN]

Door badgal97

559K 24.4K 2.4K

[TELAH DITERBITKAN DENGAN JUDUL 'LUST'] Shay McConnell yang memiliki nama 'lain' sebagai Rita, dan berakhir d... Meer

PROLOGUE
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5°1
Chapter 5°2
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8°1
Chapter 8°2
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12°1
Chapter 12°2
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
AUTHOR NOTES
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Ini Penting
EXTRA CHAPTER
OPEN PO!!!!!!
CASHBACK!!!
EBOOK VERSION

Chapter 20

17.8K 635 58
Door badgal97

20

Shay melirik kamera pengintai yang terpasang di sudut ruangan kamar Justin. Kamera kecil itu tampak hancur dan pecahan lensanya kini berserakan di lantai. Beberapa menit lalu Justin baru menghancurkannya dengan tongkat bisbol. Shay menghela napasnya lantas menegak segelas Le Montrachet dengan santai.

"Mon cher, ma chère salope, Oh
Regardez-moi! Vue!(Sayangku, Jalangku tercinta, Oh lihat aku! Lihat!)"

Shay mendesah, diliriknya Justin yang tengah berdiri di depannya, lelaki itu tampak kacau dengan rambutnya yang berantakan dan wajahnya yang memerah. Terdengar suara cegukkan beberapa kali dari mulutnya, lalu setelah cegukkan, ia akan terkikik pendek dan menjulingkan matanya seperti orang sinting.

Justin Allard Rousseau tengah mabuk, dan dia telanjang.

Ya, setelah Shay masuk ke dalam kamar sambil membawa sebotol penuh anggur Le Montrachet DRC tahun 1978, Justin langsung berhamburan memeluknya lantas menegak anggur yang dibawakan Shay hingga nyaris habis. Shay hanya kebagian sebanyak satu gelas yang baru saja ia minum barusan. Justin tidak mau menjelaskan ke mana ia pergi, dan dia juga menyembunyikan ransel usang kesayangannya yang Shay curigai berisi sesuatu. Sampai akhirnya, kini Justin nekat melucuti pakaiannya sendiri dan dengan bangga memamerkan sebungkus pengaman yang entah ia dapat dari mana. Justin mabuk, benar-benar mabuk. Wajahnya memerah padam dan..miliknya tampak begitu keras.

"Ya, aku melihatnya, Justin." balas Shay datar. Oh, dia tidak tahu harus berbuat apa. Justin benar-benar nekat melakukan ini bahkan Shay sudah menerima amplop berisi tumpukan uang dari bocah itu.

Justin mencebikkan bibirnya, alisnya saling bertaut. "Ayo! Kita lakukan sekarang--lihat! Aku sudah memilikinya!" tangan Justin kembali terangkat memamerkan pengaman yang dimilikinya. "Ayolah, Jess! Jangan membuatku gila,"

"Apa kau bisa menggunakannya?" Shay menaikkan satu alisnya, lantas kembali menegak anggurnya.

"Kau mau bermain-main denganku?" Justin memicingkan matanya sambil memainkan miliknya yang kian mengeras selama beberapa detik.

"Tidak, aku hanya ingin menontonmu saat melakukannya." Shay mengerling. "Melihat bocah belajar memakai kondom sepertinya akan terlihat manis."

Justin tertawa, terbahak-bahak. Ia membungkuk sambil memegangi perutnya lantas tawanya terhenti ketika ia kembali cegukkan. Justin mengerjapkan matanya yang sayu lantas mengusap sekilas rambut cokelatnya. Tubuhnya yang putih bersih membuat Justin tampak seperti bayi besar, Shay bahkan sempat tergelak saat melihatnya telanjang bulat.

"Kau tahu aku tidak bisa melakukannya, Oh, aku tak tahan lagi!" gumam Justin melantur lantas kembali memainkan miliknya.

"Kau akan belajar. Cepat lakukan atau aku tak akan memberimu di bawah sini," Shay menunjuk ke dalam rok seragamnya, Justin mendengus.

"Bajingan!" gumamnya. Dengan terpaksa Justin membuka bungkusan pengaman miliknya lantas mengeluarkan pengaman tersebut. Justin mengernyitkan hidungnya lantas kembali bergumam. "Ini seperti kulit cicak, kau pernah memegang cicak?"

Geez, Shay memutar matanya jengah. Beginikah perangai bocah jika sedang mabuk? Justin tampak bodoh dan menyebalkan. Juga konyol. "Pakai saja dan jangan banyak bicara,"

Justin memandang monoton pengaman di tangannya. Ia kembali terkikik lantas dengan perlahan ia mendekatkan pengaman itu ke miliknya yang untungnya sudah dalam keadaan ereksi penuh. Justin melebarkan pengaman itu dan membuka cincin karetnya. Ia mendengus ketika miliknya mulai ia masukan ke dalam karet pengaman. "Ini terasa aneh,"

"Dan kurasa itu terbalik, Justin. Jika kau memakainya seperti itu, kemungkinan besar pengaman itu akan cepat robek dan aku tidak sudi jika terjadi kesalahan lagi."

"Bastard!" Justin menggeram lantas berjalan cepat menghampiri nakas dan mengambil pengaman baru. Shay sontak terkejut melihatnya, apa bocah itu memiliki banyak cadangan? Sial. Justin dengan cepat melepas pengaman terbalik yang terpasang di miliknya lantas dengan cekatan ia menggantinya dengan yang baru. Justin cepat belajar. "Well, kurasa kini sudah terpasang sempurna, Jalang."

Shay menghela napasnya gusar. Ya Tuhan, apa Shay harus melakukannya? Ia sudah memberi Justin persyaratan dan dengan mudah bocah itu memenuhinya. Bahkan Justin rela membayarnya dengan jumlah uang yang tidak sedikit. Dan kini Justin menagih janjinya, lelaki itu menatap Shay dengan iris mata hazelnya yang penuh dengan tuntutan. Lalu tangannya kembali bergerak memainkan miliknya sendiri yang sudah dibaluti pengaman. Benar-benar sinting.

"Kau tak bisa mengelak lagi," tukas Justin.

Shay kembali menghela napasnya lantas menghembuskannya lewat mulut. "Baiklah."

Shay menyimpan gelasnya yang sudah kosong lantas bangkit dari sofa. Ia mulai menghampiri Justin seraya membuka bandana yang tertata manis di atas kepalanya. Justin yang sudah tak sabar langsung menarik Shay lantas menciumi lehernya, lelaki itu nyaris mengigit kulit lehernya dan Shay langsung menahan Justin dengan gerakan defensif yang kentara.

"Justin," Shay mengerang kecil. "Sabar, okay? Aku bahkan belum melepas pakaianku."

"Persetan," lirih Justin tak peduli seraya menjulurkan lidahnya mendekati daun telinga Shay. Shay sontak kembali mengerang lantas memahan pundak Justin sekuat mungkin.

"Kubilang, sabar! Apa kau tidak dengar!? Jangan melawanku, Justin. Atau aku batal memberikannya."

Justin mendengus lantas mencebikkan bibirnya. Alih-alih ikut terpancing emosi, Justin tampak jinak lantas menunggu Shay dengan saksama saat wanita itu melepas sweater dan melucuti pakaiannya perlahan-lahan lantas menyimpannya dengan rapi di atas sofa. Shay melepaskan bra dan juga celana dalamnya. Ia hanya menyisakan korset berwarna hitam yang masih terpasang menutupi perutnya.

Shay mendekati Justin ketika dilihatnya lelaki itu yang mengernyit memandangnya. Iris mata cokelat Shay mengawasi gerak-gerik Justin yang tampak curiga. Ketika lelaki itu hendak membuka mulut, Shay langsung menerjang Justin dengan ciuman membuat mereka berdua seketika terhempas ke atas tempat tidur Justin yang berukuran king size.

Mereka langsung bercumbu dengan panas. Shay menindih tubuh Justin dan menahan emosinya agar pergerakan yang ia lakukan tidak merusak pengaman yang sudah terpasang pada milik Justin. Entah pergi kemana keraguan yang ia rasakan sebelumnya, Shay justru bersemangat menjilati kulit dada Justin hingga sesekali ia menghisap putingnya. Justin mengerang, tak urung ia semakin liar merabai punggung Shay lantas meraih gundukan payudara wanita itu hingga meremasnya kuat.

"Kau harus cepat," gumam Shay di sela lenguhannya. "Kita punya waktu terbatas untuk ini."

Justin tak menghiraukan interupsi Shay, ia terpekur dalam cumbuan memabukkan yang Shay lakukan dan dengan liar tangannya bergerak menjelajahi inti milik Shay yang masih terasa kering. Justin merabai bagian luarnya beberapa detik, lalu di tengah napasnya yang menderu Justin kembali meraih belakang kepala Shay dan menerjang wanita itu dengan ciuman. Dan Shay berjengit ketika Justin dengan lancang memasukan satu jarinya ke dalam lubang inti miliknya yang belum merasakan rangsangan sama sekali.

"Tolol! Itu menyakitkan!" desis Shay tajam yang sontak membuat Justin mengerutkan dahi lantas bergumam tidak jelas.

Napas Shay menderu, ia seakan tengah diperkosa. Miliknya terasa sakit namun Justin dengan bodoh enggan menjauhkan jari sialannya itu. Lelaki itu kini sibuk menjelajahi lehernya kembali dan Shay berusaha menikmati rangsangan itu agar miliknya mengeluarkan cairan bening yang otomatis membuatnya nikmat jika Justin berniat memainkan jarinya yang terbenam dalam miliknya.

Shay mengigit bibirnya, berusaha menikmati kecupan-kecupan kaku yang Justin lakukan, kecupan itu semakin lama semakin turun menjelajahi pundaknya. Iris mata Shay ikut memerhatikan gerak bibir Justin yang kini merambat ke sekitar dadanya, dan seketika ia melenguh ketika Justin mulai menghisap puting payudaranya. Ia memejamkan matanya sekilas, lantas kembali terbuka untuk melihat hal gila yang Justin lakukan. Justin tampak memejamkan matanya dengan kuat, bibirnya mengerucut saat menghisap puting milik Shay. Kedua alis tebalnya saling bertaut dan wajahnya masih dihiasi semburat merah. Tangan Justin yang lain bisa Shay rasakan mulai meremas bokongnya dan demi iblis yang hidup di neraka, ekspresi horny yang Justin tunjukkan benar-benar terlihat manis bagi Shay.

"Ahh... Maintenant vous excitée
parce que j'ai, mon cher. (Ahh..kini kau terangsang karena aku, Sayangku.)"

Tak bisa dipungkiri Shay mendesah ketika Justin mulai menggerakan jari telunjuknya yang terbenam dalam miliknya yang kini sudah terasa basah. Gila. Shay mungkin gila ketika melakukan ini bersama Justin tapi..sudah tak ada jalan untuk kembali. Shay bahkan menggerakan pinggulnya ketika Justin menekan jarinya lebih dalam.

"Faire plus, vilain garçon, encore
une fois. (Lagi, Bocah Nakal, lagi.)" erang Shay sambil mengambangi tubuh Justin di atas tempat tidur tanpa menghentikan goyangannya.

"Hebat," lirih Justin diiringi desahan. Ia menyeringai lantas menggerakan jarinya lebih cepat di dalam Shay. Baginya, tak ada yang lebih bahagia dari melakukan hal berdosa ini bersama kekasih tercintanya.

Pinggul Shay yang seksi semakin berputar dengan liar. Payudaranya terguncang mengikuti gerakannya, sesekali perut Shay bersentuhan dengan ujung milik Justin yang mengeras. Dan secara naluriah Shay meraih batang itu, lantas mengelus pangkalnya yang tak terutupi pengaman.

"Ouh.." lenguh Justin lantas kembali melahap payudara Shay.

Shay terus bergoyang hingga gerakan pinggulnya semakin liar dari detik ke detik berikutnya. Shay memejamkan matanya dengan kuat tanpa bisa mengendalikan diri lagi. Justin menekan lebih dalam satu jarinya dan Shay bahkan merasa dibodohi ketika dengan mudahnya Justin melakukan foreplay dengan satu jari. Jika Barbara atau Vanessa mengetahui ini, mungkin Shay akan ditertawakan. Tapi, persetan. Justin hanyalah seorang bocah dan mungkin ini hanyalah akibat dari Shay yang sudah jarang bercinta dengan pelanggannya di Pigalle.

Tanpa bisa Shay cegah, ia mengerang seraya mengejangkan sekujur tubuhnya yang sepenuhnya terasa dialiri kenikmatan. Tubuhnya meliuk ke belakang dan Justin bisa merasakan milik Shay berkedut mengukung jarinya. Beberapa detik Shay mengejang hingga akhirnya tubuhnya melemas dan berangsur lunglai hingga sedikit membungkuk di atas tubuh Justin.

"Apa itu enak, Sayang?" desis Justin sambil menyeringai. Shay mendengus di sela napasnya yang menderu.

"Kau kurang ajar," balas Shay sarkastik.

"Oh, Sayang." gumam Justin seraya mengelus wajah Shay yang berkeringat. "Kau..panas,"

"Tutup mulutmu!" desis Shay tajam seraya kembali memejamkan matanya.

Perlahan, Shay beranjak dari tubuh Justin lantas berbaring di sampingnya. Ia menyeka keringat yang menitik di dahinya dan berusaha menenangkan sekujur tubuhnya yang terasa sedikit lemas. Gila. Yang tadi adalah orgasme tercepat yang pernah Shay alami sepanjang sepak terjangnya menjadi seorang pelacur. Well, saat Shay diperawani di umurnya yang menginjak enam belas tahun, Shay dapat bertahan sedikit lebih lama dari yang sekarang dialaminya. Bahkan, Shay tak habis pikir.

Mengapa Justin mampu memberi fantasi lain yang tak pernah ia rasakan sebelumnya?

"Well," pikiran Shay buyar ketika ia merasakan permukaan tempat tidur Justin yang bergerak. Ia membuka mata dan menemukan Justin yang kini terduduk di sampingnya. Lelaki itu kembali memamerkan seringaian di balik wajahnya yang masih diliputi warna merah. "Sekarang, saatnya."

Shay membiarkan Justin membuka kedua pahanya hingga kini ia dalam posisi mengangkang. Shay hanya memandang Justin dengan tatapan monoton saat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke arah inti miliknya yang merekah. Shay dapat memerhatikan iris mata Justin yang berwarna karamel itu menilik dengan serius apa yang dimilikinya. Hembusan napas Justin yang menerpa lembut pada lubang intinya membuat Shay sempat menggelinjang kecil. Sial. Mengapa ia menjadi seperti ini?

Shay mengerjap ketika Justin mulai menaiki tubuhnya hingga kini Justin berada di atasnya. Alih-alih memandang wajah Shay dengan mata beningnya, Justin memandang ke arah perut Shay yang tertutupi korset. Bocah itu mengernyit tidak suka lantas memandang Shay dengan tatapan memicing.

"Korset sialan ini membuatmu tidak telanjang, Connell. Aku tidak menyukainya." ujar Justin skeptis.

Shay sontak memutar matanya. Geez. "Kau masih bisa menghisap payudaraku dan melihat vaginaku dengan jelas. Ini hanya korset, Tuan Rousseau."

"Aku ingin kau membu--"

"Tidak ada waktu, Justin. Aku akan kesulitan memasangnya kembali dan terlambat keluar dari sini."

"Bedebah!" tiba-tiba tangan Justin bergerak cepat, membuka paksa korset yang Shay kenakan dengan gerakan serampangan. Tali yang mengukung sekitar korset Justin tarik dengan asal, satu tangannya yang lain membuka paksa kaitan korset Shay yang sontak membuatnya menjerit tertahan karena kesakitan.

"Bodoh! Itu sakit!--Justin! Kau mau hubungan kita berakhir!?"

Seketika Justin tersentak. Ia menghentikan gerakannya secara tiba-tiba. Iris matanya berubah memancarkan gusar dan Justin menggeleng beberapa kali dengan cepat. "Tidak! Aku tidak mau. Aku hanya.." ia menggantungkan perkataannya dengan gamang. Lantas melanjutkan. "Aku hanya ingin melihat perutmu, apa itu salah?"

"Diam! Tiak ada berlian yang bisa kau temukan di perutku!" tukas Shay tajam.

"Lalu kenapa kau tidak mau memperlihatkannya?" balas Justin curiga.

Shay mengerang kesal. "Kau benar-benar cerewet!"

Dengan terpaksa Shay membuka kaitan korsetnya susah payah karena posisinya yang tengah berbaring. Setelah kaitannya terbuka, tangan Shay berangsur melepasnya lantas melempar sembarangan korset itu hingga kini perut mulusnya terlihat. Shay memandang Justin dengan alis yang menyatu dengan tajam.

"Kau puas!?"

Alih-alih menjawab pertanyaan tajam Shay, Justin terpaku. Ia memandang binar perut Shay yang mulus, dan matanya tepat mengarah pada pusar Shay yang dihiasi tindik. Sepersekian detik, Justin kembali memamerkan seringaiannya seraya beranjak dari posisinya untuk mendekati perut Shay yang dihiasi tindik di bagian pusarnya itu.

"Pretty hot," gumam Justin serak. Tiba-tiba ia menjulurkan lidahnya ke arah pusar Shay hingga lidahnya menyentuh tindik kecil yang menghias di tengahnya.

"Jangan macam-macam dengan tindikku!" interupsi Shay tajam di tengah erangannya yang tertahan. Ia mengangkat kepalanya lantas memancarkan tatapan tajamnya pada Justin yang berada di bawah sana.

Justin menaikkan satu alisnya. Bibirnya lagi-lagi membentuk seringaian meski lidahnya masih terjulur keluar. Lidah Justin berangsur turun ke bawah pusar Shay, ia bermain sejenak di sekitar sana dan Shay hanya bisa memejamkan mata saat merasakannya. Lalu tiba-tiba, hal yang tak di duga membuat Shay berjengit dan kontan mengangkat kepalanya kembali dengan mata yang membelalak lebar.

Justin menjilat lubang inti milik Shay, tepat di klitorisnya. Itu perbuatan lancang!

"Jangan berani-berani melakukannya lagi, hentikan! Lakukan keinginanmu dan selesaikan dengan cepat!" gertak Shay gusar yang sontak membuat Justin mendongak ke arahnya dengan lidah yang masih terjulur keluar.

"Aku harus belajar melakukan ini, bukan?"

"Justiiin!" lenguh Shay tertahan ketika Justin menggerakkan lidahnya lebih cepat di lubang inti miliknya. Bajingan! Bukan karena Shay begitu sensitif dijilati seperti itu, hanya saja..entahlah. Miliknya tengah dirundung perasaan aneh dan lidah Justin terasa lebih lembut dibanding ribuan lidah yang pernah bergerak lincah menjelajahi miliknya. Ah..bocah itu.

"Justin! Hentikan!" desis Shay sembari meliukkan tubuhnya.

"Baiklah," Justin menghentikan gerakan lidahnya secara tiba-tiba. Ia kembali mendongak ke arah Shay lantas mengerling padanya. Hell! Mengapa Shay yang merasa dipuaskan di sini? "Lagipula aku sudah tidak dapat menahannya lagi."

Shay tak menjawab, ia lebih memilih untuk bergerak cepat lantas beranjak dari posisinya. Setelah Shay bangkit dari posisinya, ia langsung mendorong tubuh Justin hingga lelaki itu terhempas ke atas tempat tidur. Shay buru-buru menaiki tubuh Justin dan menindihnya. Kakinya mengangkang dan kini lubang intinya saling berhadapan dengan batang milik Justin yang tertutupi pengaman.

"Sejujurnya aku tidak suka berada di bawah, aku terlihat lemah." Shay menyeringai seraya melebarkan kedua bilah miliknya hingga merekah. "Jadi nikmatilah apa yang kuberikan, Rousseau."

Shay memejamkan mata seraya menurunkan pinggulnya secara perlahan. Dan ketika miliknya bersentuhan dengan ujung milik Justin, Shay langsung menekannya cepat, membuat itu melesak masuk dengan gesitnya hingga terasa menohok di dalam.

"Rasanya sedikit berbeda." Justin membenamkan bibirnya sekilas. "Tapi tetap enak, dan Je t'aime, Jessica. Je suis très très très... Je t'aime. (Aku mencintaimu, Jessica. Aku sangat sangat sangat..mencintaimu.)" lenguh Justin dengan iris mata yang menatap Shay lekat-lekat.

Shay sempat gamang ketika Justin memandangnya seperti itu. Ada pandangan binar yang Shay sukai saat melihatnya. Namun Shay menepis pemikiran itu lantas memejamkan matanya untuk menikmati apa yang kini di dapatnya. Birahi. Shay mulai menaik-turunkan pinggulnya perlahan hingga berangsur menjadi tempo yang lebih cepat. Ia menegakkan tubuhnya diikuti dengan kedua tangannya yang menumpu di sekitar perut Justin.

"Jess..Jessica!" desah Justin lagi. Tubuh lelaki itu ikut terguncang oleh gerakan yang Shay lakukan. "Lagi..Ahh! Ya, lakukan lebih keras, Sayang."

Suara Justin terdengar manis, sungguh. Rasanya suara itu tidak pantas terdengar karena kenikmatan bercinta. Suara itu lebih pantas terdengar di tengah kencan romantis yang dilakukan oleh dua remaja SMA. Misalnya, disaat seorang lelaki hendak menyatakan cinta pada seorang perempuan. Itu lebih pantas karena, suara Justin terdengar..manis dan tulus. Entahlah, seketika Shay kembali merasa gamang di tengah pergumulannya dengan birahi.

"Kenapa berhenti!?" seru Justin tak terima ketika Shay hanya terdiam lantas menatapnya. Kelamin mereka masih saling menyatu di bawah sana.

Shay menghela napasnya, tanpa menjawab ia kembali menggerakkan pinggulnya. Kali ini, Shay lebih liar. Ia memindahkan kedua tangannya dari perut Justin lantas menopang tubuhnya dari belakang. Sehingga dada Shay membusung sempurna dan lubang inti miliknya yang beradu di bawah sana dapat Justin lihat lebih jelas lagi. Gila, Justin merasakan miliknya diperas lebih kuat. Dan rasanya Justin bisa meleleh jika begini.

"Ahh!" Shay akhirnya mengeluarkan desahan seksinya yang kontan membuat Justin terasa tersengat dan semakin terbius. Lelaki itu langsung mengangkat satu tangannya untuk meraih gundukan payudara Shay lantas meremasnya penuh nafsu.

"Jess..Jess!!" erang Justin penuh kenikmatan.

Shay tak bisa memungkiri bahwa ia juga merasakan kenikmatan dari hal yang dilakukannya ini. Ia begitu menikmati dan tak berhenti menggerakkan pinggulnya dengan liar. Shay kehilangan kendali, bibirnya mulai mendesis-desis bak ular. Dan sesekali tangannya meremas payudaranya sendiri. Tatanan rambutnya yang tercepol rapi kini berubah berantakan dan nyaris terbuka menjadi uraian panjang. Tubuh Shay dan Justin sama-sama berkeringat, cairan keringat mereka saling menyatu bak persatuan kelamin mereka. Keduanya kian terhanyut dalam jurang birahi yang diarungi oleh kenikmatan. Bahkan Justin ikut memompa miliknya dari bawah, sontak Shay semakin liar dan menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali karena keenakan.

"Les enfants sont intelligents,
nice ! Allez, continue à Ahh..! (Anak pintar, bagus! Ayo, terus tusuk aku! Ahh..! Ya! Hebat!)" desah Shay liar tanpa bisa menyaring ucapannya. Ia tak peduli jika suaranya dapat terdengar ke luar sana. Ia sama sekali tak peduli.

"Ahh! Ahh!" desah Justin menggila dengan mata membeliak ke atas. Bibirnya bergetar diikuti wajahnya yang semakin memerah disertai keringat.

"Jush.." Shay melenguh. "Tin..Ouh,"

"Ahh! Ya..sebut namaku Babe, sebut namaku!"

Tak diduga pompaan Justin di bawah Shay semakin terasa liar, Justin ikut menggerakkan pinggulnya naik-turun tak terkendali. Shay sontak kehilangan akal sehatnya karena milik Justin serasa semakin menancap lebih dalam ke lubang inti miliknya. Bahkan tubuh Shay melonjak-lonjak karena dorongan yang Justin lakukan. Dan Shay hanya bisa menegandahkan kepalanya seraya membuka mulut menahan erangan sambil mempercepat gerak pinggulnya.

"Jus-tin..Jus-tin!" lenguh Shay lagi.

Dan Shay nyaris saja berteriak saat Justin menerjangnya lebih keras lagi. Kini Justin setengah bangkit dan menahan tubuh Shay dengan kedua kakinya yang tertekuk. Gila. Shay merasa sedikit--hanya sedikit--kewalahan melayani birahi Justin yang ternyata sama besarnya dengan para lelaki bajingan yang berada di Pigalle.

"Ahh! Yaa..ahh!! Gerakan pinggulmu, ayo! Goyangkan lebih keras, Sayang."

Bagaikan keledai bodoh, Shay menggerakan pinggulnya dengan cepat dan sesekali mengatur tempo dengan tekanan, menuruti permintaan Justin. Ia menyeringai lantas memeluk leher Justin dengan erat membuat lelaki itu dengan spontan membenamkan wajahnya yang memerah di sekitar payudara Shay. Geraman lembut penuh nafsu bisa Shay dengar dari mulut bocah itu dan hembusan napas beratnya menggelitik di sekitar dada Shay. Goyangan yang Shay lakukan tentu membuat Justin semakin hilang kendali.

"Jess! Ohh! J'ai vraiment aimé cela, je ne pouvais pas arrêter! (Aku benar-benar menyukai ini, aku tidak bisa berhenti!)" erang Justin di sekitar dada Shay, kedua tangannya bergerak liar merabai punggungnya dan sesekali tangan Justin bergerak untuk meremas bokongnya.

"Sialan! Sialan!" Shay semakin liar. "Justin! Justin!"

"Ohh!"

Sebutan nama yang Shay lontarkan di sela desahan seksinya membuat Justin semakin tak kuasa menahan birahi yang sebentar lagi akan membawanya menuju puncak. Birahi Justin berkali-kali lipat dapat bertambah ketika Shay menyebut namanya. Itu pertama kali bagi Justin. Dan Justin berani bersumpah bahwa itu adalah suara terindah yang pernah Justin dengar selama ini. Ia sungguh cinta pada Shay, selamanya.

"Aku akan sampai, aku akan sampai!"

Dengan cepat Shay menangkup dagu Justin san mengarahkan wajah lelaki itu ke arahnya. "Ayo, kita keluar bersama. Tatap aku, keluar..bersamaku,"

"Aku mencintaimu, Jess!" lirih Justin di sela erangan nikmatnya.

"Et moi aussi. (Dan aku juga.)"

Kebahagiaan Justin tak terbendung saat mendengar itu. Apa yang Shay ucapkan terakhir kali seakan mendorong birahi Justin hingga kepuasannya tumpah ruah dengan lepas. Justin mencapai puncak dengan membeliakkan matanya ke arah Shay dan Shay ikut menatapnya dengan sirat mata dingin namun penuh dengan hasrat. Kedua tangan Shay menangkup kedua pipinya, dan Justin merasa begitu bahagia saat Shay ikut mengejang bersamanya, mencapai puncak bersamanya, dengan iris mata cokelat yang ikut membeliak menatapnya. Seketika tubuh Justin gemetar ketika sensasi puncaknya berakhir dan berganti dengan kelelahan dan sisa kenikmatan yang membuatnya begitu lega. Justin benar-benar merasa lengkap sekarang.

"Je vous remercie, mon cher. (Terima kasih, kekasihku tersayang.)"

Shay yang baru selesai dengan sensasi puncaknya hanya bisa mengangguk terpatah. Ia menyandarkan kepalanya di sekitar bahu Justin lantas memejamkan matanya. Asumsi-asumsi mulai menyerang otaknya ketika Shay mulai menumbuk kesadarannya kembali. Entahlah, Shay merasa..lengkap setelah melakukan ini bersama Justin. Ada sesuatu yang membuat ulu hatinya serasa dibaluti kehangatan bersama Justin. Mungkin, kisah yang mereka rajut saat ini terdengar aneh dan menyimpang. Tetapi, Shay tahu ini takdirnya. Takdir yang ia kuak tanpa berniat mengubah haluan. Shay menerimanya dengan dilandasi berbagai alasan. Dan Shay tahu, takdir yang kini dijalaninya pasti dilandasi karena alasan. Shay tak mampu menolak kenyamanan yang Justin berikan.

Lamunan Shay yang cukup lama buyar saat ia merasakan tubuhnya didekap oleh Justin. Lelaki itu perlahan berbaring diikuti Shay yang ada dalam dekapannya. Kelamin mereka masih menyatu dan Shay dengan cepat melepasnya. Meski ia merasa hampa ketika milik Justin terlepas begitu cepat dalam dirinya, namun Shay tahu bahaya yang akan terjadi bila ia tidak sigap melepasnya. Dan Justin dengan enggan ikut melepaskannya. Ia mengernyit lantas melepas pengaman yang kini dipenuhi cairan sperma dari miliknya. Kemudian Justin membuangnya ke sembarang tempat. Ia bisa membersihkannya nanti.

"Jessica," lirih Justin lantas memiringkan tubuhnya ke arah Shay yang tengah menghadap padanya. Justin mengulas senyum tipisnya yang menawan, lantas dibalas Shay dengan senyuman samar yang hanya bisa Justin lihat selama satu detik.

Shay berdeham menjawabnya.

"Jangan memutuskanku, ya?"

Perlahan Shay terbangun dari posisinya. Ia menopang tubuhnya dengan sikut lantas membawa Justin ke dalam dekapannya. Ia membiarkan Justin kembali membenamkan wajah di sekitar dadanya. Dan dengan iseng Shay mengendus sekilas keringat Justin. Wangi. Setelah itu, Shay bergumam.

"Tidak, aku di sini. Aku bersamamu, Sayang."

Shay mengelus rambut Justin lantas mengecup puncak kepalanya. Membuat Justin seakan terhuyung dengan ringan ke dalam kebahagiaan. Ia benar-benar merasa lengkap. Kedua tangannya perlahan bergerak melingkari pinggang Shay kemudian mendekapnya dengan sirat yang selalu dapat Shay rasakan maknanya; jangan pernah pergi.


A/N: Gak tau harus ngomong apaan. Iyaaa, ini full adult lagi. Gue minta maaf kalo kalian kurang nyaman bacanya, tapi yaa..gini plotnya. Gue kan udah peringatkan sebelumnya kalau setelah ini scene adult bakalan lebih banyak. Jadi harap maklum yaa. Yang bijak juga. Well, yang udah dewasa semoga kalian suka sama chapter ini. Dan..beri aku kejutan dengan vote dan komentarnyaaaaaa👐👐👐 ditunggu ehehe

Love, Badgal💋

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

633K 13.1K 6
Setelah mendapat panggilan interview oleh sebuah perusahaan besar di Seoul, Wendy Son nekat merantau kembali ke tanah kelahirannya, meninggalkan oran...
4.5K 713 27
[AU lokal, on going] "yang minum loveade ini, bakal fall in love sama gue, hehe." Umaira Jian disclaimer « ateez×viviz, seonghwa × umji « theboyz×viv...
85.4K 6.1K 40
Gue cuma takut yg dulu terjadi lagi •Bahasa non baku •Banyak kata kasar •Imajinasi tingkat spongebob •Fanfiction 09032018-06062018✔
273 98 10
When the world is not on your side.....