Chapter 5°2

15.4K 696 13
                                    

A/N: Mulmed di chapter 5-1 itu Lydia. Btw, 20+ vote yaaa? Pleaseeeee❤❤❤



Happy Reading!


Shay mengusap bibirnya dengan ibu jari. Membersihkan sisa sperma di sana lantas bangkit perlahan dari posisi berjongkoknya. Dengan lihai ia memakai kembali bra dan membenahi seragam pelayannya, membiarkan lelehan sperma di payudaranya begitu saja. Lalu dilanjutkan dengan menata kembali bandana di kepalanya yang bisa saja rusak karena aksi liarnya tadi. Setelah dirasa sudah cukup rapi, ia pun melihat keadaan Justin.

Dilihatnya lelaki itu yang tengah memejamkan mata kuat kuat dengan wajah memerah padam. Kepalanya masih bersandar di sofa, kedua tangannya terkulai lemas di sisi tubuh walaupun tangannya tak bergerak melakukan apa apa sedaritadi. Dan, napas Justin tampak terengah-engah.

Hebat! Batin Shay berucap senang. Ia terkekeh samar lantas berjalan khidmat menghampiri Justin yang tampak menyedihkan.

"Tuan muda." Lirihnya. Ia merunduk dengan gerakan erotisnya agar bisa menilik wajah Justin lebih dekat.

Justin menggeram. Sama sekali tidak menjawab. Tidak sadar akan kehadiran Shay tepat di depan wajahnya membuat Justin berani mengerjapkan matanya hingga iris mata hazel itu terbuka. Dan langsung membelalak saat melihat objek di depannya.

Shay memasang senyuman nakal andalannya. Matanya turun melihat milik Justin sekilas yang hebatnya masih tegak berdiri. Berkilau dan terlihat semakin merah.

"Milikmu nakal." Tukas Shay sembari mendongak kembali menatap Justin.

Justin memalingkan wajahnya. Deru napasnya masih tersengal, wajahnya semakin memerah disertai keringat yang masih membanjiri sekujur tubuhnya.

"Bagaimana rasanya keluar di dalam mulut yang hina? Oh Tuan harus tahu, itu banyak sekali." Sindir Shay telak. Justin seketika menoleh, tatapan tajamnya mulai ia pancarkan kembali ke iris mata milik Shay.

"Je vous prie, la tête. (Aku mohon, pergilah)."

Justin Allard Rousseau baru saja merajuk.

Shay tersenyum. Dengan senang hati ia menuruti perkataan Justin karena pembalasan dendamnya dirasa sudah selesai. Ia merunduk hormat dan bersiap untuk pergi.

"Maaf, satu hal yang perlu kuperingatkan sebelum pergi, Tuanku." Shay berdeham. Dan kembali memamerkan senyum nakal. "Jangan membuatku marah. Aku bisa saja menyebarkan kegilaan ini pada semua orang."

Apalagi, kau hanya seorang anak! Batin Shay. Ia mulai melangkah menghampiri pintu. Dan menengok kembali pada Justin sebagai sentuhan terakhir.

"Bersiaplah, Tuan muda. Makan siang dimulai sepuluh menit lagi."

Shay buru-buru keluar dari pintu. Namun, baru saja mulai melangkah, ia merasakan sesuatu yang lembab dalam dirinya. What the fuck!? Mengapa ia harus..basah?



***


Percaya atau tidak, Shay berhasil menjinakkan seorang Justin Allard Rousseau. Lelaki itu tidak seliar dulu lagi. Ia lebih banyak diam dan menghindar jika melihat Shay. Tentu itu sebuah anugrah bagi Shay, bahkan bagi Lydia juga Pierre yang senang melihat perubahan Justin sekarang.

Setidaknya begitu. Shay jadi cukup nyaman bekerja di tempat sialan ini.

Di siang siang hari, Shay ditugaskan mengepel di sekitar lorong lantai dua. Ia cukup sibuk hari ini. Rumah--istana--keluarga Rousseau selalu bersih, mengkilap, juga rapi setiap harinya. Tapi, ia sendiri juga tidak mengerti mengapa perkerjaannya dalam membersihkan rumah tidak pernah selesai.

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now