Chapter 28

14K 589 58
                                    

*200+votes, lanjut/-200votes, gak dilanjut selamanya?? terserah kalean, guys


28



"Di bawah cahaya rembulan."


Shay memandang iris sewarna madu yang terbendung dalam kegelapan itu dengan penuh damba. Tanpa memedulikan keadaannya yang kini telanjang dilingkupi angin malam. Persetan. Ia memang sengaja tidak memakai dalaman di malam yang intim ini. Karena sekarang, ia benar-benar menginginkan bocah keturunan bangsawan yang bernama Justin Allard Rousseau untuk berpadu dengannya. Tanpa memedulikan bayang-bayang kenyataan yang menyakitkan. Shay berusaha menjadikan itu semua hanya kesemuan belaka.

"Kemari." Shay menyibak pelan rambutnya yang terurai indah lantas meremas kerah jas yang Justin kenakan. "Kemarilah, Sayang."

Meski api yang membara sudah memenuhi benaknya, namun Justin tidak lupa untuk mengucap rasa syukur akan kebahagiaannya kepada Tuhan. Senyuman tulus terkembang di bibirnya sebelum tertutup oleh pagutan hangat yang ia buat kembali bersama Shay. Mereka berciuman. Memagut cinta bersama hawa nafsu yang selalu timbul. Jemari Shay bergerak cekatan nan cepat untuk melepas jas yang Justin kenakan, diikuti kemeja putihnya yang kini ikut terhempas di atas pasir bersama gaun hitam milik Shay.

"Katakan, apa kau benar-benar mencintaiku?" bisik Shay di tengah pagutan mereka yang semakin memanas.

Justin mendesis seraya mengelus punggung Shay dengan gerakan lembut. "Aku mencintaimu, sungguh mencintaimu."

"Sekali lagi." Shay melenguh seraya meraih helaian rambut Justin lantas meremasnya. "Katakan sekali lagi."

"Je t'aime," Justin kembali berbisik. Sampai kapan pun, ia tidak akan lelah mengucapkannya jika Shay memang masih meragukan semua itu. "Je suis très très très vous aime."

"Apa kau yakin dengan... kita?" di dalam ciuman yang belum usai diiringi birahi itu, Shay masih menyimpan keresahan yang sesungguhnya masih berusaha ia abaikan.

"Aku tak pernah meyakini sesuatu dengan mudah. Tapi, jika aku sudah yakin akan sesuatu," Justin melepas ciumannya hingga menghasilkan suara ciplakan yang kuat, lantas menangkup kedua pipi Shay seraya memandangnya penuh. "... ketahuilah bahwa aku tidak akan pernah melepasnya."

Shay memandang dalam kedua iris mata Justin, menyelam semakin jauh menuju sirat di kedua bola matanya. Mengarunginya. Hingga menemukan keteguhan yang nyata di kedua mata itu. "Meski dunia menentang kita?"

"Aku tidak peduli." bisik Justin. "Aku yakin dengan pilihanku. Dunia tidak akan ada tanpa hadirnya Tuhan. Jadi untuk apa aku takut pada dunia?"

Shay terdiam. Seorang bocah memang terlalu mentah. Begitu mudahnya Justin menyimpulkan dan meneguhkan keyakinannya. Shay tertunduk sejenak untuk menenangkan gemuruh hatinya. Lantas kembali menerjang Justin dengan cumbuan hangat di tepi pantai. Diiringi deburan ombak dingin yang menyerang kaki-kaki telanjang mereka.

Air asin, pasir basah, desau angin malam, dan bulan purnama di cakrawala gulita. Perpaduan indah untuk menikmati cinta yang memanas. Justin dan Shay sudah saling bergumul di atas pasir, saling bertindih tanpa melepas ciuman mereka yang penuh nafsu. Shay menindih tubuh Justin yang kini berbaring pasrah di atas pasir, tubuh mereka mulai basah oleh gulungan ombak yang sedikit mengenai mereka. Tetapi baik Justin maupun Shay tidak terlalu memedulikan itu.

Kini, Shay bergerak instingtif untuk menggerayangi tubuh Justin yang bertelanjang dada. Kulitnya yang putih nan halus mulai ia jilati. Lidah nakal Shay bererak menyusuri sekitar leher Justin, lalu perlahan turun ke sekitar bahunya, dadanya, kedua puting di dadanya. Bahkan Shay sesekali menghisap kedua puting itu secara bergantian dengan gerakan erotis nan agresif.

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now