Chapter 15

15K 556 24
                                    

15

Suasana di aula tengah ramai dipenuhi oleh para petugas dekorasi dan para nanny. Pendekorasi tampak sibuk menghias ruangan seelegan mungkin, dengan memasang furnitur pesta yang megah sedemikian rupa. Sementara para nanny ikut membantu untuk membersihkan ruangan. Termasuk Shay yang kini sibuk dengan tugasnya mengelap dinding berlapis cermin di sekitar aula yang akan dipakai pesta lusa nanti.

Shay mengelap dinding-dinding berlapis cermin dengan cekatan. Secara tidak langsung, ia bisa melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin. Sesekali ia membenamkan bibirnya selama beberapa detik, bermaksud untuk menyembunyikan bilah bibirnya yang sedikit bengkak dan memerah akibat ciuman panasnya dengan Justin yang saling berbagi minuman lewat mulut. Bengkak itu bisa Shay lihat dengan jelas di pantulan cermin. Dan Oh, jika salah seorang menyadari bengkak di bibirnya, Shay bisa mati. Terlihat sekali bahwa bengkak di bibir wanita jalang itu adalah bekas dari ciuman.

"Jessica!"

Shay kontan berjengit seraya membenamkan bibirnya kuat-kuat lantas menoleh cepat ke arah Ambre yang berdiri sekitar satu meter di belakangnya. Melihat iris mata milik Ambre yang tegas dan terkesan menginterupsi membuat Shay berderap cepat menghampirinya.

"Nyonya besar menyuruhmu datang ke ruangannya. Jika urusanmu sudah selesai, cepat kembali dan lanjutkan tugasmu."

Masih dengan bibir yang terbenam, Shay mengangguk. Dalam hati ia merutuk kesal atas apa yang ia alami sekarang. Apalagi ini!? Justin sudah terlelap dalam jadwal tidur siangnya dan sekarang masalah baru kembali datang. Shay benar-benar enggan terlibat lagi bersama Lydia dan segala skandalnya yang memusingkan.

"Tunggu apa lagi, Nona Connell!?"

Sialan! Rutuk Shay kesal. Tanpa menunggu nenek-nenek mafia itu mengomel untuk yang kesekian kalinya, Shay memilih pergi.


***


Lydia menyeruput segelas wine dengan anggun. Iris matanya menerawang sekilas ke arah layar LCD yang menampilkan seseorang tengah terlelap di atas tempat tidur. Ia sempat tersenyum kecil saat melihat orang yang tertidur tersebut di layar LCD. Hatinya serasa menghangat melihat seraut wajah yang tampak damai di sana. Seorang lelaki belia yang terlelap, dengan rambut cokelat keemasannya yang berjatuhan menutupi dahi. Lelaki belia berparas rupawan. Justin, putra sematawayangnya.

Ia mengalihkan pandangannya seraya menghela napas. Iris matanya mulai mengarah ke tiga manekin yang berjajar di sisi layar LCD. Di atas tiga manekin tersebut, terdapat gaun dengan rancangan yang berbeda-beda. Gaun yang terdiri dari warna merah marun, navy, dan hitam. Gaun-gaun tersebut tampak mahal dan elegan. Terlihat sekali bahwa gaun itu bukan rancangan sembarangan.

Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar. Lydia hanya perlu menunggu satu detik hingga pintu di ruangan khususnya terbuka. Muncullah sosok yang ia tunggu-tunggu, seorang wanita berseragam khas nanny dengan maid bandana yang menbalut rambut cokelatnya yang tertata rapi. Sesosok wanita yang diam-diam Lydia kagumi karena nasihat-nasihatnya yang mampu membuat Lydia berpikir keras setelah mendengarnya.

"Mademoiselle." gumamnya lembut seraya membungkuk hormat. Iris mata cokelatnya kini mengarah kepada Lydia yang terduduk di atas sofa.

"Nona Connell, kemarilah." balas Lydia sembari menunjuk sofa di sekitarnya dengan dagu.

Dalam hati Shay mendengus. Namun tak urung ia tetap berjalan menghampiri sofa dan duduk tepat di hadapan Lydia. Lydia tampak mengulas senyum tipis lantas kembali menegak wine yang ada di gelas cantik. Oh astaga, pertama Ritz, sekarang Wine! Apa ibu dan anak itu berniat menggodan Shay? Shay tentu akan merasa haus melihat segala minuman yang mengandung alkohol. Sialan.

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now