Chapter 23

15.1K 729 51
                                    


*Budayakan vote sebelum baca. Nanti gak bisa kencing.

23

Shay berusaha meronta, seseorang itu masih menyeretnya mendekat ke arah taksi yang sudah menunggu tepat di depan pintu pagar sialan yang baru saja ia buka. Hell! Mengapa tidak ada penjaga di sekitar sini, batin Shay menyumpah serapahi para petugas keamanan yang menurutnya bodoh dan lalai.

Shay menghentak-hentakkan kakinya dengan keras, berusaha membuat keributan dengan ketukan sepatu fantofol yang ia kenakan. Ia berusaha menahan degupan jantung yang menderu tatkala asumsi-asumsi buruk mulai berkelebatan di otaknya. Siapapun yang tengah menyeretnya secara paksa dan keji seperti ini, Shay yakin orang itu tak lebih dari mafia kelas teri yang tak ada apa-apanya dibanding Jake. Tapi bagaimana jika pria ini termasuk dalam jajaran anak buah Louis? Tidak. Mengapa Shay harus takut? Rileks, Rita. Dia juga seorang mafia, benar? Oh, bukan, lebih tepatnya, mungkin Shay adalah kacung milik seorang mafia. Dan tentunya, kacung yang istimewa.

Shay dihempaskan begitu saja ke dalam taksi. Ia berusaha bangkit dengan cepat seraya mengeluarkan berbagai sumpah serapah dari mulutnya, berniat untuk menerjang pria yang dengan lancang menculiknya. Namun seseorang itu lebih dulu menerjang Shay dengan mendorong kedua pundaknya hingga tubuh Shay lagi-lagi terseret lebih dalam. Akhirnya pria bermantel tebal dan bertopi flatcap hitam itu ikut masuk dan duduk di samping Shay yang kini meronta-ronta lebih liar.

"Merde! Keluarkan aku!" seru Shay tajam. Kedua tangannya mulai gemas memukuli pria di sampingnya. Tak tanggung-tanggung, Shay nyaris mencakar wajahnya jika saja pria itu tak menghindar hingga flatcap yang dikenakannya terlepas.

"Tais-toi! Je. (Diam! Ini aku)"

Mendengar suara yang ia kenal serta aroma mint yang menguar samar membuat Shay membeku selama beberapa detik. Sialan! Jadi Justin yang melakukan semua ini dan membuatnya panik setengah mati!? Shay menggeleng tak percaya, lantas mengerang kesal dan kembali menerjang Justin dengan pukulannya.

"Apa-apaan kau!?" desis Shay kesal. "Dasar bodoh! Bodoh!"

"Sayang, hentikan." erang Justin sambil berlindung di balik kedua tangannya.

Shay menghentikan aksinya memukuli Justin saat dirasa mobil taksi yang dinaikinya mulai maju perlahan-lahan. Shay mendongak ke arah Justin dengan panik lantas mendesah penuh gelisah.

"Kita mau ke mana?" Shay mengerang frustasi. "Aku mohon, jangan berbuat aneh disaat yang tidak tepat."

Alih-alih menjawab, Justin menarik tubuh Shay ke dalam rangkulannya lantas mendekapnya erat. Bocah lelaki itu menempelkan bilah pipinya di atas puncak kepala Shay dan mulai sibuk menikmati perjalanan.

"Justin," rengut Shay kian frustasi. Tentu saja, siapa yang tidak frustasi jika dihadapkan dengan situasi yang Shay alami? Bagaimana jika Ambre tahu Shay menghilang dan tidak menjalankan suruhannya? Bisa-bisa ia mengamuk macam monster. Shay bergidik ngeri membayangkannya.

"Apa, Sayang?" bisik Justin dengan nada manjanya yang khas.

"Ayo, kita kembali. Ambre bisa marah jika tahu aku menghilang."

Justin mendengus. Satu tangannya bergerak untuk mengelus lengan Shay dengan lembut. "Ambre! Ambre! Ambre! Aku sungguh akan memecatnya sepulang dari sini. Kau lebih peduli padanya dibanding aku."

"Geez, jangan memecatnya!"

"Lihat? Kau begitu peduli padanya. Jangan katakan padaku bahwa kau seorang biseksual."

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now