Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

29. Hidden •

66 7 0
By anafeey

Tersembunyi

Tidak terasa kegiatan touring di Bali menghabiskan waktu hampir lima hari. Di akhir kunjungan, mereka pun melanjutkan perjalanan ke pantai Kuta. Suasana pantai yang hangat dengan nyiur yang melambai-lambai pun tak lekas menjadi pengiring suasana indah di sana. Revan bersamaan dengan karyawan dan murid kursusnya pun tak khayal mengabadikan momentum dengan berfoto bersama.

Rio yang sedari tadi melihat Genda ngobrol bareng si Ria dan Diandra pun seketika menengahinya setelah beberapa hari yang lalu ia bersikap acuh.

"Sini kau." Sambil menarik pelan tangan gadis itu.

"Kau sudah tak marah denganku?" Rio tak menjawab dan malah merangkul bahu Genda kemudian berpose dengan kedua jarinya yang membentuk huruf V tak lupa senyum rupawan yang tercetak jelas di wajahnya. Sementara Revan yang ada di bagian paling ujung hanya bisa mendengus pelan. Baginya, persahabatan antara Rio dan Genda membuat dirinya terbakar oleh api cemburu. Ia merasa ingin dekat tanpa rasa canggung bersama gadis itu, tapi nyatanya malah tak seperti demikian. Di balik dadanya seolah sedang mendobrak sisi pencundang dalam dirinya, tapi lagi-lagi baginya itu bukan lah waktu yang bagus.

"Siapa tadi?" gumam Revan merasa jika ekor matanya yang sebelah kanan seperti menangkap seseorang.

"Kalian lanjutkan, aku mau ke toilet." Revan lantas berlari kecil menuju ke toilet umum. Tujuannya tak lain tak bukan adalah mencari seseorang yang sepertinya mengawasinya sedari tadi.

Srettttt...

“Memangnya aku tidak tahu apa? Berhentilah menguntit seperti itu!” sungut Revan kesal pada orang yang ia tarik tas nya itu.

“Mau kau apakan foto-fotoku itu! mau menyebar hoax?” geram Revan dengan wajahnya yang memerah. Orang itu pun hanya diam sambil menundukkan wajahnya tak mau melihat sisi murkanya Revan.

“Jangan sembarangan meliput orang lain. Ini privasi. Aku sudah memaafkanmu kemarin walaupun kau sudah berulah tak pantas dan mencoba merugikanku. Kau pun sebenarnya tak perlu susah payah lah ke Bali. Memangnya aku tak tahu apa kau ini disuruh siapa?” lanjutnya.

“Sa-saya disuruh ….”

“Sssttt, tak perlu kau lanjutkan! Aku sudah tahu siapa orangnya. Awas saja kalau kau kembali!” Dengan cepat Revan melenggang ke arah pintu toilet yang utama dan meninggalkan suruhan orang itu di dalam sana.

“Sial!”

Tuttt

“Kenapa?”

“Dia mengetahuiku.”

“Apa?! Kau ini tak becus!”

Waktu semakin senja, dan untuk menuju hotel semuanya lantas pergi ke tempat makan terlebih dahulu. Semua siswa di sana juga sudah duduk dengan posisinya masing-masing.

“Kau tadi dari mana saja, Bang?” tanya Rio.

“Hmm, aku barusan mengurus orang yang usil, yang kemarin itu. Aku tidak menyangka kalau akan ada paparazzi bodoh seperti ini. Astaga, padahal aku merasa bukan artis atau semacamnya tetapi kenapa hidupku serasa tak tenang dan diawasi terus,” dumel Revan kemudian menenggak jus jeruk di depannya. Semuanya pun lantas terdiam, sementara Genda menoleh ke samping dan mendapati Dion yang sepertinya menelan ludahnya kewalahan.

“Sudah, besok kita harus pulang. Ayo, dimakan,” suruh Revan karena melihat semuanya menatapnya dengan wajah yang sulit diartikan.

"Kalian ini." Revan yang masa bodoh pun segera menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

Hening, hanya suara dentingan sendok di sana.

Mereka yang duduk mengitari meja berbentuk bundar itu pun lantas fokus dengan makanan masing-masing.

“Pasti bang Revan kelelahan deh.”—Friska

“Keknya bang Revan kesel banget. Aku cemburu sih dia bisa sama Genda tapi aku tetap saja merasa kasihan dengannya.”—Rio

“Ada-ada saja.”—Dion

“Sampai detik ini pun ia bertingkah seperti tak terjadi apa-apa. Kenapa ia sulit sekali ditebak?”—Genda

Untuk Hobbie, ia sama sekali tidak ikut rombongan Revan, ia lebih fokus untuk mengawasi siswa-siswa di sana. Mulai dari absen dan lain sebagainya. Seperti saat makan seperti ini, pemuda itu malah memilih duduk sendiri di pojok restoran sambil menikmati pemandangan dari balik kaca restoran.

Saat di bus, Genda sebenarnya berniat ingin duduk dengan Friska, tetapi entah mengapa tiba-tiba saja Rio sudah memposisikan dirinya tanpa permisi di sampingnya. Genda yang posisinya berada di samping jendela pun lantas tak bisa untuk menggerakkan badannya. Ia pun kesulitan untuk sekedar mengatur napasnya karena ada Rio di sampingnya seperti itu.

“Tanganku basah, aku minta tissue,” pinta Rio tiba-tiba. Genda kaget sebenarnya karena ia mengira Rio masih marah dengannya. Ia pun lantas menengok ke arah luar dan melihat Revan yang sedang menyuruh beberapa siswa untuk absen sebelum masuk ke dalam bus. Entah apa yang ia pikirkan, ia merasa digantungkan
oleh Revan.

“Tenang saja, dia tak bakal hilang. Sementara ini kau bersamaku,” tukas Rio pelan sambil masih sibuk mengelap tangannya. Dilihat oleh Genda jika Revan malah masuk ke bus 1 sementara dirinya kini di bus 3.

“Ri, maaf, aku sudah keterlaluan.”

“Untuk apa? bukannya kita bebas mencintai siapapun? Meskipun ya ... yang dicinta tidak mencintai balik?" Rio pun memutar bola matanya malas. Sementara Genda hanya diam menatap pemandangan luar dari kaca samping ia duduk itu.

Coba bayangkan, apakah selama ini bang Revan benar- benar mencintaimu? Renungkan itu,” ujar Rio yang mana membuat Genda semakin tenggelam dalam lamunannya.

“Ri, aku gak enak. Itu … mengapa kau tak
mencoba saja menjalin hubungan dengan Friska. Ia mencintaimu ....”

“Siapa yang punya hati? Aku, bukan? Jadi, terserah aku maunya gimana.” Detik itu juga semua siswa pun lantas sudah pada masuk, Rio dan Genda kemudian membungkam perbincangan mereka yang barusan.

“Gen, aku merasa mengalah terus untuk
mendapatkanmu sejak … ah, lupakan, tapi untuk saat ini aku tak ingin kalah.”

“Maksudmu?” bingung Genda. Dan tanpa
disadari perbincangan mereka membuat Friska yang ternyata duduk tepat di belakang mereka mendengar semuanya. Langit yang sedari tadi mendung juga menjadi titik-titik hujan yang deras. Perjalanan mereka untuk kembali ke Jakarta pun tinggal beberapa menit lagi.

BUS I

"Hujan."

"Kak Rev, kenapa?" tanya Ria yang memang kebetulan diajak Revan dan kini duduk di sampingnya itu. Pemuda itu juga sudah pernah berjanji, bukan? Mau mengikutsertakan adiknya itu kalau touring ke Bali?

Revan pun lantas mengulas senyum sembari melihat titik hujan yang mengenai jendela bus yang ditumpanginya itu. Sekelebat memori kecil nya pun seketika terbangun kala si hujan datang.

“Ayah, kenapa nenek dan kakek nampak membenciku? Apa salahku?” sendu Revan kecil dan kini berlari kecil arah Reyhan.

"Kau tidak salah, Nak. Tapi ... maafkan ayah, ya. Oh, iya, ayah mau merantau ke luar kota, kau di rumah sama ibu kamu, ya."

Keesokannya,

"Bu, itu robot milikku kenapa mereka merebutnya dan diberikan ke John? Mereka mencuri milikku!” kesal Revan berlari kecil ke kamarnya.

"Ibu bilang jangan ke rumah mereka, apalagi sampai kau menyentuh benda atau mainan milik John! Kalau begitu yang repot kamu sendiri."

"Itu milikku! Aku membelinya tadi di penjual mainan keliling."

"Kau dapat uang dari mana?"

"Aku menabungnya seminggu ini, Bu."

Sedih, Revan kecil pun bingung ia selalu dihujam oleh pertanyaan-pertanyaan aneh di kepalanya sejak saat itu.

"Revannnnn, kau bawa payung, bukan? Sebentar, ya. Tante Silfi pinjam punyamu dulu,” kata Silfi bibinya itu dan mengambil payung milik Revan kemudian menggendong John.

Mirisnya, wanita itu lantas meninggalkan Revan begitu saja di depan gerbang sekolah padahal hari itu hujan begitu deras disertai petir yang menggelegar. Revan yang memang sangat polos itu pun sebenarnya tahu kalau bibinya pasti mulai bohong padanya buktinya sampai mau sore pun bibinya itu tak menjemputnya. Revan kini benar-benar merasa kedinginan dan takut misal pulang ke rumah sendirian.

“Ibu, kenapa kau juga tak menjemputku, hiks,” sedih Revan dan perlahan sudut matanya mengeluarkan cairan bening yang ia tahan sedari tadi. Hasil ulangan yang ia bawa pun juga sudah sobek karena basah terkena air hujan.

"Apa ibu juga berubah? Kenapa ia tak datang?" Saat itu juga dugaan paling menyesakkan pun mampir di kepalanya meskipun hati kecilnya seolah menolak tak mungkin.

“Mengapa tidak ada yang peduli denganku? hiks.” Entah ujian apa yang dialami anak kecil itu, ia merasa rasa sakit yang luar biasa. Semacam rasa sakit yang seharusnya orang dewasa rasakan bukan seperti dirinya yang masih bocah. Menggigil atau mungkin tertabrak atau mungkin diculik sepertinya tak akan ada yang peduli dengannya.

Tetttt tetttt

Revan pun mengabaikan suara itu, ia hanya duduk melamun di sebuah kursi depan sekolahnya itu. Ia sudah masa bodoh, dan mungkin akan pulang sendiri kalau hujannya sudah reda. Tidak, suaranya pun semakin terdengar jelas seolah memanggilnya, ia pun akhirnya menoleh. Dilihatnya, di seberang jalan sana muncul seorang pria bersetelan kantoran sambil melambaikan tangannya ke arah nya beberapa kali.

“Siapa?” tanya Revan saat orang itu mendekatinya sembari membawa payung.

“Perkenalkan, nama paman Eddy! Kau kenapa masih di sini? Mau paman antar pulang?” tawar orang bernama Eddy itu dan seketika mata Revan berbinar. Revan dengan wajah bingungnya pun menatap Eddy dengan seksama.

“Ah, saya tahu maksudmu, Nak. Saya bukan orang jahat dan akan menculikmu kok,” balas Eddy sambil tersenyum lebar kemudian membopong Revan untuk masuk ke mobilnya. Persetan dengan air hujan, orang dewasa itu lantas berlari tak memedulikan baju dan celananya yang basah.

"Sudah, hehe."

"Terima kasih, paman."

Saat akan masuk ke sana Ia pun lantas kaget karena ada anak perempuan yang mungkin umurnya lebih muda darinya, pikirnya.

“Ya, itu anak saya,” timpal Eddy mengerti dan Revan hanya mengangguk pelan.

“Hei, kau pasti kedinginan, Nak. Pakai saja Hoodie merah yang ada di sampingmu. Ini ada uang juga, buat jajan kamu ya,” lanjutnya dan Revan hanya tersenyum menerima uluran tangan dari orang yang baru ia kenal barusan itu.

“Ck, kurasa dia pria yang baik, tapi kenapa sekarang jadi seperti itu?” gumam Revan menyadari bahwa sekarang bus yang ia tumpangi sudah sampai di depan tempat kursus miliknya itu.

Pukk!

“Ngelamun teros, Bang! Untung kau tidak
kesambet tadi ya di perjalanan.” Itu Friska yang menepuk bahu pemuda itu pakai kipas.

“Shh, kau bisa naik mobil gak sih?” Ah, maksudku kalau bisa kau saja yang nyetir atau siapa. Aku ngantuk. Oh, suruh Rio, Dion, dan Genda masuk juga sekalian ke apartemen." Saat itu juga Revan pun memejamkan matanya, dan ia sengaja duduk di kursi yang paling belakang. Sementara yang depan dan tengah diisi oleh adiknya, Ria, dan karyawan-karyawannya itu.

TBC

1 vote dan komentar dari kalian sangat berharga bagiku. Boleh lah ya, gratis kok, hehe. Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

987K 59.8K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
18.7K 3.8K 27
[COMPLETED] Baru Song Miyoo berpikir hendak menikmati Summer Lesson yang terpaksa ia ikuti dengan cara paling menyenangkan. Namun, kenyataan jungkir...
22.5K 2.9K 16
Mature | Dark Fantasy Sinopsis : "Kau tahu betapa berharganya asbak ini untukku?" tanya Taehyung. "Iya, Tuan," ujar Haerin. "Lalu, kenapa kau merus...
7.6K 1.3K 20
Bagaimana kalau rasa sakit itu Shienna balas dengan sebuah penerimaan, uluran tangan, penuh kasih dan terbuka. Apa Taehyung akan mati dalam lubang pe...