Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

28. No One's Perfect •

92 7 0
By anafeey

Tak Ada yang Sempurna

“Ah, leganya. Sangatttt legaa!!!" Rio  menghembuskan napasnya pelan. Sementara Genda, ia seperti diabaikan oleh Rio, buktinya kini Rio seperti menghindar darinya.

“Gak usah lebay bisa?” ketus Dion dan
menyenggol Rio kesal.

“Kau kok sering keluar sih, Bang? Apa kau kencan buta saat kau tak ada di apartemen?" Rio menaikkan alisnya beberapa kali seolah menggodanya.

“Kencan buta matamu!” pekik Dion sambil
menjitak kepala Rio.

“Kalau aku lebih tua darimu, sudah ku gampar kau pakai panci, Bang!” kesal Rio sambil melirik Dion tajam.

"Dasar tak sopan!" Dion pun menyentil telinga Rio dengan jemarinya.

“Hey! Semuanya kumpul. Hari ini kita bersiap ke universitas. Ingat, kalian di sini semuanya bekerja! Dan jaga sikap ya, kita di negeri orang soalnya,” instruksi Revan tegas kepada semua pegawainya di sana.

Untuk pertama, Revan lah yang menjabarkan dari materi seminar itu dan kemudian dilanjutkan oleh Diandra. Ya, fokus utama dalam seminar ini adalah English Specific for Purposes. Jadi, selain nanti siswa bisa belajar bagaimana mengaplikasikan bahasa Inggris di ranah chef. Untuk partisipan yang ikut adalah para mahasiswa Jurusan Tata Boga dan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Semua peserta di sana lantas duduk dengan hikmat menikmati kegiatan tersebut. Hingga di sesi QnA salah satu dari peserta bertanya yang mana membuat Revan sedikit mencelos. Ia pun mencoba bersikap tidak reaktif, karena nanti kharisma dalam dirinya bisa luput.

"Pak Revan, apakah benar restoran Bapak terbakar belum lama ini?” tanya salah satu mahasiswa.

Ini semacam pertanyaan yang meng-trigger seisi ruangan untuk mengumpat kepada Revan. Tapi tidak, Revan sudah kebal dengan berbagai macam fitnah dan makian tak jelas seperti itu.

"Seharusnya pikir dua kali sih kalau mengundang siapa narasumbernya.”

"Kurasa dia sedang memungut."

Begitulah bisik-bisik yang terdengar oleh telinga Revan.

Rio, Dion, Friska, da Genda pun lantas menatap Revan khawatir. Menunggu sepatah kata yang akan diucapkan oleh bosnya itu. Mereka tentunya paham, Revan adalah orang yang terpandang dan bukti sampai dia diundang di sini karena sikap professional nya itu. Sekalipun seperti sekarang yang mana muncul oknum tak bertanggung jawab mencoba menjatuhkan harga diri pemuda itu.

“Ekhem, baik. Saya akan menjawabnya, jadi memang tempat kami mengalami kendala dan salah satunya karena restoran kami yang terbakar. Tapi, hal itu tak menyurutkan kami untuk berusaha memperbaikinya. Bahkan, karena terbakar menjadikan restoran kami semakin terkenal. Terima kasih," ramah Revan mencoba tenang.

“Apa ia sedang memungut dengan kampus kita untuk renovasi restorannya itu?” bisik salah satu mahasiswa lagi di sana dan membuat Revan mencoba menahan emosinya. Revan tidak mendengarnya dengan jelas, tapi ia tahu apa yang ada di kepala mereka.

“Satu lagi, kami diundang karena kampus tahu mengapa mengundang orang-orang seperti kami.” Telak Revan sudah dan lagi-lagi tersenyum simpul demi keutuhan harga dirinya itu.

Acara itu pun berlangsung dari jam 08.00-15.00. Terbilang lama karena memang ada beberapa demonstrasi memasak yang tentunya tadi dilakukan oleh Friska dan karyawan lain.

"Ah, meskipun tak jadi kuliah, tapi beruntung sekali sih aku bisa berdiri di sini sekarang," gumam Rio lesu tapi seketika menyunggingkan senyuman simpul.

Setelah itu, Revan pun lantas keluar dari aula seminar itu, dan salah seorang kepala fakultas di sana menghentikan langkah Revan mencoba membujuk pemuda itu untuk ke ruangannya.

“Maaf, jika tadi membuat Anda kurang nyaman, Pak Revan.” Revan pun hanya bisa membalas dengan tersenyum.

“Baik, Pak. Saya tahu, ini pasti bukan ulah mahasiswa Bapak. Saya rasa itu hanya ulah orang usil saja. Saran saya kampus ini butuh keamanan sedikit saja takutnya ada pihak luar yang masuk seperti tadi, Pak. Baik, terima kasih, saya permisi dahulu,” pamit Revan sopan kemudian keluar dari ruang tamu itu.

Waktu sudah menunjukkan waktu petang dan mereka pun melanjutkan perjalanan untuk sampai ke salah satu hotel di sana. Revan Dion dan Rio kini tidur bersama, sementara Genda, ia tentunya bareng sama Friska.

“Sial, tak bisa tidur. Gimana kalau kita makan mie cup saja?” tawar Rio pada dua orang di sampingnya sambil membuka tasnya.

“Kau beli mie? Astaga, kan kita bisa minta
bantuan chef hotel,” saran Dion.

“Hmm, sana dah, bikinin aku sekalian,” pinta Revan pada Rio dan cowok bergigi kelinci itu pun perlahan mendekat ke salah satu dispenser.

Cih. Rio pun tersenyum kecut mengingat apa yang kemarin Revan lakukan pada Genda di apartemen.

“Kau kemana akhir-akhir ini, Bang? Kalau pulang ke apartemen pasti dah malam banget,” tanya Revan pada Dion sambil menyilangkan lengannya.

“Oh. Aku lagi tertarik sih sama lokasi pameran seni rupa sih yang ada di samping museum kota. Oh, kalau mau, aku ajak deh kapan-kapan. Maaf, tak memberitahumu karena memang tiba-tiba aja, lumayan bisa mengisi waktu sembari restorannya direnov.,” jawab Dion apa adanya.

“Ah, iya. Kau pernah bilang katanya suka lukisan-lukisan seni rupa gitu. Ah, aku lupa, ahaha iyaaa. Oke, deh kapan-kapan,” jawab Revan sembari menerima satu cup mie yang barusan diseduh oleh Rio.

“Kau punya hobi baru ternyata, Bang. Napa gak ngajak-ngajak? kukira kau kencan buta. Emm, mengingat ya, umurmu yang otw 30 tahun," sindir Rio seraya melahap sisa mie nya yang tinggal beberapa helai saja.

“Ck, menikah tak semudah itu, Nak. Sudahlah, kita tidur saja, aku ngantuk besok katanya mau ke pantai Kuta.”

“Yaelah, aku mau habiskan dulu dong mie-nya," dengus Rio pada Dion.

Sementara di kamar Genda dan Friska.

“Astaga, selama kerja denganmu baru kali ini aku menyadari kecantikanmu yang tiada tara ini. Kau sangat manis dan seksi jika tidak memakai seragam restoran, Fris. Kau punya pacar?” celetuk Genda yang mana membuat pipi Friska bersemu merah. Bayangannya yang ada di kepalanya kini lantas terisi oleh sosok Rio, si cinta pertamanya sejak SMA dulu.”

“Gen, apa kau lupa? Kita sebenarnya dulu sering bersama loh. Aku ini kan popular, tetapi kenapa kau seperti tak kenal denganku?" Friska pun menatap Genda dengan berbinar seraya berharap gadis di depannya mengangguk terhadap pertanyaannya.

“Em, entahlah, aku lupa sumpah. Sebentar, kasih tahu, please, kenapa kau bisa bekerja bersama Revan?” Genda pun malah bertanya balik.

“Yeee, aku kan nanya, tapi tak apa deh kalau lupa. Oh … dulu saat aku kuliah …”

Friska POV

Seperti biasa untuk mahasiswa akhir pasti lebih banyak praktek ketimbang teorinya. Seperti akhir-akhir ini yang kulakukan hanyalah bolak-balik dari tempat magang ke rumah terus menghadap laptop. Seperti saja terus sampai otak aku terasa mau pecah. Jadi, mungkin jika dihitung aku sudah kerja di tempat bang Revan sejak  tahun 2020. Masih terngiang bagaimana pesan dari grup chat WhatsApp mengabarkan dan membagikan lokasi untuk magang. Dan ya, ternyata aku ditempatkan di restoran pemuda tampan tapi aneh itu. Awalnya agak kaget, karena mengingat mengapa ada Rio di sana.

Dan ya … saat mendengar kisah di mana Rio yang ternyata diurusi bang Revan pun menjadi suatu hal yang agak tabu. Serta yang lebih mengagetkan lagi, kala itu langsung ditugaskan Revan untuk menjadi chef utama padahal kala itu ada yang lebih senior. Aku merasa agak kurang pantas saat itu, setiap hari yang aku pikirkan apakah aku bisa menyelesaikan laporanku nanti apa tidak. Perasaan mahasiswa semester akhir pasti kalau tidak resah ya insecure. Tapi satu hal, ada hari di mana Rio, bocah yang tinggal sebatang kara itu mengingatkanku bahwasanya hidup kita ini diberkati penuh oleh anugerah Tuhan. Aku masih punya ayah dan ibu yang membantuku untuk kuliah ya walaupun kami juga hidup pas-pas an, dan bang Revan yang selalu saja ngasih aku motivasi untuk bertahan di tengah kesulitan. Tapi ... si Rio itu? Ah, aku tidak bisa menggambarkannya. Dia ternyata lebih buruk dari aku.

“Ingat, Fris. Jika ingin sukses kita memang harus merasakan rasa sakit yang luar biasa. Sakit di tengah peperangan dan tak ada satupun yang peduli. Sakit di mana setiap strategi yang kita terapkan tak dipedulikan oleh orang lain kecuali diri kita sendiri.”-- Revan

Aku mengakui memang, meskipun bang Revan orangnya kalau ngomong suka ngegas dan aneh—mungkin karena ia terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri sih ya. Katanya sih, "Orang yang terbiasa sendiri biasanya akan bersikap demikian." Ah, sejak itu aku pun hanya bisa memakluminya. Satu lagi, karena magang di tempatnya, aku jadi bisa bertemu Rio setiap hari. Hm, dunia ini memang sempit sekali.

“Kau menyukainya? Rio maksudku,” timpal Genda yang mana membuat lamunanku seketika goyah.

“Iya,” jawabku singkat sambil melintir ujung kaos ku malu-malu.

“Ohhh, begitu.” Genda pun lantas memelukku, sambil menepuk bahuku seolah menenangkanku.

“Aku menyesal hiks. Seharusnya kala itu tak melakukan hal itu. Mengapa aku terlalu gengsi? Dan ….” Aku pun tak melanjutkan kalimatku karena memang begitu sakit kala mengingatnya. Terlebih, kala mengiyakan tawaran John supaya merahasiakan hal bejatnya itu. Namun, lagi-lagi aku beruntung, karena sejauh ini ia mampu merahasiakan aib orang lain yang mana tak semua orang bisa melakukannya.

Satu lagi, kalau bang Dion juga mungkin sudah lama di sana. Seingatku, ini kata bang Revan sih ya, intinya saat tahun 2019 sih, tahun awal bang Revan meresmikan restoranya dan tahun di mana mungkin 4 tahun berlalunya kematian orang tuanya itu. Kurang lebih seperti itu, Gen. Aku agak kurang tahu detailnya."

“Aku berharap Rio sadar kalau ada yang lebih mencintainya," timpal Genda yang mana mengisyaratkan sejuta harapan lagi yang ada pada diriku.

"Kurasa tidak mungkin."

"Tidak ada yang tidak mungkin."

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

67.6K 3.7K 22
[END] ✔✔✔Aku tidak baik baik saja kau tinggalkan. Aku hampir mati Aku hampir tidak bernapas Satu detik aku tidak dapat menghirup udara segar. Cac...
19.5K 2.2K 31
7 tahun yang lalu, aku dan dia bertemu. Di musim panas. Aku tidak menyangka bahwa diawali dengan perkenalan secara tidak sengaja di pub, membawaku pa...
379K 39.2K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
198K 30.8K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...