Opera Berdarah (Story Series...

Von EnfysRN

28K 6.5K 1.3K

Kecintaan enam remaja pada gelapnya kasus kriminal pada akhirnya menimbulkan sebuah petaka: kutukan kematian... Mehr

Prolog
Opera Berdarah
Mereka Yang Pantas Dijemput Kematian
Bukankah Kau Seharusnya Tidak Bisa Melihatku?
Menyaksikan Kematian
Kutukan
Pola Kematian
Mereka Yang Terseret Kematian
Case 1 - Garam dan Merica
Mimpi
Pembunuhan Ruang Tertutup
Garam dan Merica
Case Closed - Pola Kematian Yang Sesungguhnya
Case 2 - Ikan Tanpa Kepala
Orang Yang Tidak Bisa Memancing
Persiapan
Sepuluh Detik
Senar dan Jendela
Perangkap Psikologis
Ikan Tanpa Kepala
Case Closed - Peringatan Sang Kematian
Pengumuman
Case 3 - Kuyang
Analisa Psikologis
Anak Orang Kaya
Petunjuk Pertama
Cilok
Rencana
Sarung Tangan
Penyakit
Delapan Puluh Tujuh
Gila Kehormatan
Naskah
Sedikit Lagi
Merah
Kamar Mayat
Kuyang
Lantai Empat
Queen Sekolah Vinhale
Imajinatif
Satu Lawan Satu
Chaos
Breaking News
Teman
Case Closed - Pertolongan Yang Mendadak
Survey
Case 4 - Dia yang Berdiri di Bawah Hujan
Mainkan Lagi
Kode
Emilia
Awal Mimpi Buruk Mereka Yang Selanjutnya
Bersiap
Rumah Nomor 335
Pipa
(Ekstra) Kaleidoskop 2021
Jari Tangan Manusia
(Ekstra) Giveaway Novel Six Elves
Gilda
Sebuah Alasan Untuk Bertahan
Salah Satu dari Sekian Banyak Kartu
Kura-kura Merah dan Jamur Api
Putri
Dara Ayundari - Bagian Kedua
(Ekstra) Giveaway Novel Six Elves
Telinga dan Tendangan
Tiga Ekor
Pulang
Mereka yang Berdiri di Bawah Hujan
Jalan Keluar

Dara Ayundari - Bagian Pertama

378 79 42
Von EnfysRN

Kalau kau lewat di jalan Banda Aceh sore ini, pastilah akan terpesona dengan suara lantang musik klasik yang terdengar sampai ujung jalan. Arahnya dari rumah besar tiga lantai bercat cokelat muda, yang kini penuh halamannya dengan mobil mewah berbaris rapi sebagai penggambaran gengsi si tamu undangan. One piece dress mahal dari sutra, setelan tuxedo slim fit puluhan juta, lengkap berhias derap langkah sepatu yang mirip dengan motor mungkin harganya. Di antara ramai orang-orang kaya melakukan antrian di pintu depan, terselip kapten kita ikut ambil bagian. Vespa tua miliknya dititipkan ke tukang parkir minimarket; tidak mungkin di bawa, tentu. Bisa heboh semua tamu melihat ada motor tua datang memecah kerumunan.

Toh, kali ini dia harus menjaga image-nya. Dia datang sebagai anak dari Rudolph, seorang pengacara luar biasa yang bolak-balik memecahkan kasus dunia. Tentu saja anak dari seorang yang begitu hebat tidak boleh terlihat kumuh seperti biasa Naufal berpakaian. Harus menonjol, harus terlihat kaya dan elegan.

Pintu masuk terbagi menjadi dua jalur: satu karpet merah menuju pintu depan, satu lagi terbentang membelah halaman menuju pintu samping rumah berhadapan kolam renang mewah—menembus gapura kecil dari tumbuhan merambat dengan tulisan VIP di bagian tengah. Mendongak Naufal untuk memperhatikan jendela besar di lantai dua, tegak lurus menghadap kolam renang. Koridor—ya, sudah pasti jendela itu dibuat sebagai pencahayaan koridor lantai dua. Naufal menghela nafas, membayangkan betapa repotnya dia kalau harus menyusuri rumah sebesar ini.

Berbelok Naufal keluar dari barisan menuju jalur sesuai dengan undangan yang dia punya, sebelum akhirnya dihentikan oleh seorang pria yang bertugas sebagai penyambut tamu.

"Maaf, ini jalur khusus tamu VIP."

Tersenyum Naufal. "Oh, terima kasih sudah mengingatkan kalau saya sudah mengambil jalur yang benar," Naufal membuka ponsel, menunjukkan kepada pria itu undangan VIP yang dia dapat dari Dolphy. "Ini undangan saya, silahkan dikonfirmasi."

Pria itu naik-turun menatap undangan dan wajah Naufal berulang kali. "Betul ini undangan VIP—" ujarnya dengan penuh curiga. "—tapi saya butuh bukti kalau memang anda tamu VIP."

"Undangan ini bukan bukti kalau saya seorang tamu VIP?"

"Bisa jadi anda mendapatkan undangan ini dari orang lain, atau lebih buruknya lagi—anda hanya mengarang kalau anda adalah seorang VIP."

Naufal menganggukkan kepala—kagum. Luar biasa ketat peraturan ini pertanda dua; entah karena memang jenius dalam pengamanan atau sebuah nilai keterlaluan dalam meremehkan orang. "Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadi bukti saya seorang VIP?"

"Apapun untuk meyakinkan kalau memang anda adalah orang kaya."

Perkara mudah, tentu saja. Naufal mengulur keluar kalung berlian yang dia pakai sambil tersenyum. Dia belum pernah datang ke pesta orang kaya, tidak tahu kalau ada peraturan aneh macam begini.

Bukannya konfirmasi, si penerima tamu malah mengeluarkan batangan hitam dari dalam saku jas, sebuah diamond tester yang berhasil membuat Naufal mengumpat kesal karena sudah pasti kalungnya dianggap palsu. Tentu, kawan, diamond tester bekerja atas dasar konduktivitas panas. Saat ujung diamond tester menyentuh kalung milik Naufal, yang akan terukur bukanlah berliannya, melainkan api yang terperangkap di dalam berlian itu sendiri. "Palsu. Maaf, silahkan menyingkir dari barisan—saya harus melayani tamu VIP betulan. Permisi, Pak! Silahkan menyingkir!"

Naufal sekuat tenaga menahan tangan yang mendorongnya keluar dari barisan. "Tunggu dulu, Pak! Ini saya punya barang mahal lain!" Naufal mengacungkan jam tangan dipergelangan. "Saya tidak ingat berapa harga pastinya, tapi ini pasti lebih mahal dari sekedar ratusan juta!"

Melirik sedikit dia, kemudian tetap membuang muka. "Silahkan, Nona," ujar si penerima tamu mengacuhkan Naufal, membuka penyambutan kepada seorang wanita muda dengan dress putih yang sungguh anggun terlihat mata. Kepalanya mengangguk-angguk saat melihat undangan dari ponsel, kemudian tersenyum lebar saat diamond tester-nya berbunyi nyaring tanda kalau cincin si wanita terbukti berlian asli. "Semoga anda menikmati pesta ini, Nona."

Tidak langsung masuk wanita itu, malah melangkah mundur untuk tersenyum pada Naufal yang tengah memutar otak. "Boleh saya lihat jam tangan yang anda pakai?" ujarnya dengan sangat sopan. Jemari halus kulit terawat menangkap pergelangan Naufal, mendekatkan jam tangan itu ke pandangan mata. "Pasti sulit menjadi orang yang benar-benar kaya, benar?" beralih dia menghadap si penerima tamu. "Menentukan mahal atau tidaknya suatu barang bukan hanya dengan asal menempelkan tester saja. Aneh—kalau ingin menyaring tamu VIP yang benar-benar kaya, seharusnya Dara menempatkan orang yang lebih berbakat menganalisa barang-barang mewah."

"Saya lebih dari asal menempelkan tester, Nona," jam tangan Rolex Submariner diangkat ke atas dengan angkuh. "Seperti ini bentuk jam dengan harga ratusan juta. Rolex, Hublot, Credor, Mont Blanc—saya tahu mana yang asli dan mana yang palsu. Semua model jam tangan mewah sudah pernah saya lihat dan pegang, malah beberapa menjadi koleksi pribadi saya. Makanya hanya dengan sekali melihat, saya bisa tahu kalau jam tangan dia ini hanyalah mainan yang dipermak menjadi jam tangan mewah. Merek, contohnya; bahkan jam tangan palsu memiliki tulisan merek di bagian dial! Punya dia ini lebih palsu daripada jam tangan palsu!"

Tidak ada respon lain yang diberikan lawan bicaranya selain menganga. Bukan karena kagum dengan analisa, melainkan karena tidak percaya ada penghinaan demikian besar ditujukan pada Naufal. "Kelewatan! Coba saja kau periksa crystal-nya dengan tester-mu itu!"

"Dengan senang hati. Meskipun percuma, setidaknya ini bisa jadi alasan kuat untuk mengusir dia. Nah, seperti yang kita lihat, tidak mungkin crystal jam ini terbuat dari—" langsung bungkam dia ketika alat itu berbunyi nyaring, tanda kalau kaca jam tangan Naufal terbuat dari berlian asli. "Pa-pasti ada kekeliruan! Se-sebentar, saya ambil dulu alat yang lain!"

"Mari kita masuk," ujar malaikat penolong Naufal, mengiringi jalan sang kapten ke halaman belakang sementara petugas itu hanya bisa diam di tempat.

"Terima kasih atas bantuannya," ucap Naufal sambil terkekeh. "Anda benar-benar menyelamatkan saya!"

"Sudah, tidak perlu formal begitu. Aku hanya tidak tahan dengan penilaian sok tahu orang yang mengaku paham kemewahan—terlebih penghinaan terhadap Audemars Piguet! Oh, gila; dia menyebut sebuah mahakarya sebagai mainan! Oh, namaku Eria, by the way."

Naufal menyambut jabat tangan Eria dengan senyum. "Namaku Dolphy," jawabnya tanpa ragu. "So, Eria, bagaimana kau bisa tahu nilai dari jam tanganku?"

"Octagonal bezel yang menjadi ciri khas—sekali lihat pun aku bisa tahu kalau jam tanganmu itu bagian dari Royal Oak, signature-nya AP. Yah, meskipun aku baru kali ini melihat langsung," mata Eria berbinar mengkilap seperti kaca jam tangan Naufal saat diterpa sinar matahari sore. "Katakan, kawan, bagaimana caramu mendapatkan jam tangan itu? Bukan bicara uang, tentu, karena sudah pasti harganya selangit. Crystal-nya pun terbuat dari berlian!"

Jujur, Naufal pun baru tahu kalau jam tangan buatan Dolphy ini demikian mahal. Kaca dari berlian, fitur canggih elektrostatis, slot penawar racun, GPS dan alat komunikasi jarak jauh, belum lagi fitur lain yang belum sempat mereka coba—setara satu pabrik permen memang bukan jawaban bercanda.

Alunan musik klasik merdu makin jelas mendayu telinga begitu langkah memasuki aula utama. Fokus Naufal langsung menyambar ke sana kemari; deretan meja bundar masing-masing penuh dengan buah dan cemilan, dua orang pelayan berdiri di bagian sudut siap menuangkan air untuk menghilangkan dahaga tamu yang memanggil. Kilat sepatu mereka sama licin dengan lantai aula. Belum lagi hiasan kain menggantung dari atas langit-langit, jatuh begitu anggun menutupi dinding, memberi kesan mahal nan elegan.

Naufal memutar badan saking terpana dengan hiasan kain itu. Seperti wallpaper dinding tapi ini lebih mahal lagi, dipasang sempurna seperti gaun seorang permaisuri. Oh, tidak seratus persen sempurna ternyata; ada noda rembesan air menetes turun dari langit-langit, jatuh tepat membasahi salah satu kain yang letaknya persis di atas kusen pintu masuk. Entah memang di-set demikian atau kebetulan, tetesan itu setidaknya diserap sempurna oleh si kain sehingga tidak ada yang menyadarinya. Ya, siapa pula yang akan menyadari hal itu—selain Naufal—karena fokus mereka pastilah pada aula pesta, contoh gemerlap sesungguhnya dari keindahan dunia.

Makin jauh Naufal berjalan masuk, musik yang terdengar mulai beradu dengan bisik-bisik para tamu. Naufal coba menajamkan telinga, berusaha mencuri dengar apapun informasi yang mungkin berguna bagi dia:

Enak saja, gelang ini harganya tiga ratus juta!

Saya baru banget pulang dari Cappadocia tiga hari lalu. Biasalahhealing cantik.

Lu ga mau ganti mobil? Masa ke mana-mana cuma naik Vellfire, memangnya mau piknik?!

Si anu lucu deh, dateng ke pesta pakai gaun satin begitu macem mau kondangan! Udik!

Ah, sejauh telinga mendengar hanya ada cemooh orang kaya. Aula besar ini—tidak ada sekat yang membedakan antara tamu VIP dan tamu biasa. Sekilas lucu, bukan? Untuk apa dipisahkan jalur masuknya kalau ujung-ujungnya tetap satu ruangan?

"Hei, kau dengar?"

"Ah," Naufal yang kini sedang menghitung jumlah tamu undangan—sembunyi-sembunyi tentu saja—pura-pura mengerjap. "Jam tangan ini? Hadiah dari seseorang. Custom, aku yakin begitu."

"Luar biasa. Membeli finish goods pun sudah sangat langka, dan kau punya barang custom!"

"Kau sepertinya sangat tertarik dengan jam tangan, ya."

"Ayahku senang dengan barang-barang mewah. Sejak kecil aku dikenalkan, sejak kecil aku selalu ditunjukkan. Lama kelamaan senang sendiri; mencari tahu sendiri, mempelajari sendiri. Barang mewah bukan melulu masalah kekayaan, benar? Gengsi, jelas. Namun, barang mewah juga hasil karya artistik yang luar biasa," Eria mengangkat cincin di jarinya agar dekat dengan mata, tersenyum dia kepada berlian kecil miliknya. "Atau merupakan bentuk kenangan indah hasil perjuangan keras seseorang untuk memilikinya."

Tanpa sadar Naufal menganggukkan kepala. "Jarang sekali ada orang kaya yang cukup bijak saat bicara tentang harta."

"Oh, kau salah paham—aku bukan orang kaya," jawab Eria yang masih tersenyum, pada Naufal kali ini. "Ayahku hanya pegawai negeri biasa. Barang mewah yang dia kenalkan bukan karena punya; hanya hasil cuci mata dari toko-toko di Jalan Suram, atau barang milik teman yang ditunjukkan saat kami datang bertamu. Satu-satunya barang mewah yang dia punya hanyalah cincin berlian ini—dan aku, begitu katanya. Satu-satunya warisan yang aku dapat dari dia, sampai mati pun akan aku jaga."

Oh, ada banyak sekali informasi yang Naufal dapat dari pembicaraan sekilas itu. Entah Eria yang terlalu terbuka dengan orang yang baru sekali bertemu atau keberuntungan Naufal saja. Yakin betul kalau kalian pun tahu satu-dua analisis yang sama dengan Naufal. Salah satu contohnya: kalau memang Eria bukan orang kaya, kenapa bisa dia menjadi tamu VIP?

Iringan musik mulai pelan tatkala matahari mulai meredup. Pelayan-pelayan mulai sibuk menata makanan berat di setiap sisi ruangan, tanda kalau santap malam sebentar lagi akan dimulai. Naufal sama sekali tidak senang, nafsu makannya kalah jauh dengan nafsu akan analisis. Apa lagi yang jadi masalah kalau bukan si aktor utama acara, Dara, yang kini masuk ruangan disambut dengan tepuk tangan membahana. Wajahnya yang cantik makin mempesona saat berpadu dengan keindahan dress indah warna putih berornamen merah muda. Semua orang bertepuk tangan, melemparkan senyuman, beriring lambaian tangan kepada sang finalis Putri Indonesia.

Pintu besar menuju bagian dalam rumah mendadak kembali terbuka. Sebuah meja didorong masuk, mengantarkan kue tart tiga tingkat menjulang tinggi berhias buah ceri dan stroberi. Musik berganti, semua orang otomatis menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun kepada Dara yang kini nampak terharu. Dia terlihat berbisik kemudian berpelukan dengan beberapa wanita—terus kembali tersenyum sampai nyanyian perlahan berubah menjadi lirik Potong Kue.

"Ah, semua," kata Dara, menghentikan nyanyian dan tepuk tangan sehingga tinggal dia saja yang perlu diperhatikan. "Terima kasih karena telah hadir di acara ini. Dua puluh delapan tahun kehidupanku, terlebih dahulu datang kesulitan sebelum datangnya hari-hari indah penuh kedamaian. Kue ulang tahun—dan semua kenikmatan di pesta ini, aku haturkan kepada orang-orang yang bekerja keras melawan pahitnya takdir. Salah satunya, teman yang hadir di tengah-tengah kita sekarang, pemenang Kontes Kecantikan Easterham kita tahun ini: Eria."

Semua mata langsung tertuju ke arah Dara menunjuk. Perempuan yang tadi menolong Naufal perlahan maju, berjalan anggun di tengah perhatian semua orang untuk berdiri di samping Dara. "Eria merupakan contoh nyata kalau kita tidak boleh menyerah terhadap takdir. Tanpa orang tua, tanpa sanak saudara, dia berhasil mewujudkan keinginannya untuk menjadi seorang model profesional. Dia membuktikan kalau cantik bukan urusan harta; membuktikan kalau semua wanita adalah luar biasa sekiranya kita terus keras berusaha. Eria, aku—dan semua yang ada di sini—yakinlah akan mendukungmu untuk menapaki kelanjutan karirmu. Sekali lagi, selamat atas kemenanganmu. Semua—" Dara mengambil satu gelas champagne dari seorang pelayan. "Mari kita bersulang atas kemenangan Eria, bersulang atas kemenangan kita dalam mengalahkan takdir buruk dunia!"

Semua orang ikut mengambil gelas champagne, saling bersulang kemudian meneguk penuh kenikmatan.

"Kau ingat gadis yang tahun lalu menang? Sekarang sudah jadi bintang sinetron, kan?!"

"Ya, sebentar lagi juga si Eria ini akan sama. Diorbitkan oleh Dara mana mungkin jadi orang biasa. Minimal bintang iklan atau main FTV."

"Ini yang disebut sial membawa berkah!"

"Culas juga tapi si Dara ini. Bukankah mirip eksploitasi jadinya, kan?"

"Kau pernah dengar yang namanya agensi? Ini win-win solution untuk Dara dan talent, bodoh! Dara dapat uang, talent dapat kerjaan yang karirnya jelas; ini namanya bisnis!"

Naufal tanpa sadar menganggukkan kepalanya saat mencuri dengar pembicaraan itu. Inikah alasan kenapa Emilia ingin menang? Karena dia perlu uang untuk melawan takdirnya? Tidak mungkin, dia kan sudah sadar kalau umurnya tidak lagi lama. Anyway, meskipun tindakan Dara nampak di luar normal—semua nampak masuk akal kalau dari perspektif bisnis. Wajar saja dia bisa menumpuk kekayaan sedemikian banyak di usia yang masih sangat muda.

Melirik Naufal ke arah jam tangan, tepat pukul enam sekarang. Tiga puluh menit lagi—dia akan melihat kematian tiga puluh menit lagi di tempat ini. Siapa yang akan mati? Itu pertanyaan pertamanya. Deret angka yang keluar hanya satu, yang mana berarti korban hanya akan ada satu orang. Salah satu tamu undangan? Atau Dara itu sendiri?

Kalau mau memaksakan logika, Dara-lah yang akan menjadi korban. Mario adalah permainan untuk menyelamatkan Putri; sebuah kode yang dilempar Emilia mungkin dengan salah satu alasan karena ingin enam sekawan menyelamatkan Dara. Pertanyaannya—untuk apa? Oh, menilik Dara yang beberapa bulan ini selalu membayar tagihan salon dari Emilia, sudah tentu mereka saling kenal lebih dari urusan pekerjaan saja. Mungkinkah Dara perlu diselamatkan karena dia petunjuk utama dalam mencari Putri?

"Belum dapat kuenya, Tuan?" sapa seorang pelayan, menyodorkan sepiring kue ulang tahun kepada Naufal. Mengangguk Naufal, mengucapkan terima kasih kemudian perlahan ikut menikmati kue seperti tamu yang lain.

Oh, tunggu sebentar, kawan. Sebelum ke sana, ada pertanyaan lain yang lebih besar. Paling lama dua hari kalau kalian memang luar biasa. Terhitung dari saat Emilia memberikan kode di bawah hujan; dua hari itu—benar hari ulang tahun Dara. Lalu, bagaimana bisa Emilia tahu kalau Dara dalam bahaya?

Hal lain, kawan, apa tujuan Dara membayarkan tagihan salon untuk tiga orang setiap tahunnya? Apa ini salah satu fasilitas untuk finalis Kontes Kecantikan Easterham? Kalau iya—kenapa cuma tiga orang? Finalisnya kan ada tujuh orang?

"Dara!"

Bugh! Tiga orang wanita sekonyong-konyong melemparkan kue ulang tahun tepat ke wajah Dara. Seisi ruangan tentu kaget pada awalnya, lantas berubah menjadi lega setelah melihat Dara tertawa. Dengan wajah yang belepotan dia berusaha untuk membalas teman-temannya. Itu kue ulang tahun dicengkram dengan tangan, hendak dilempar ke depan tetapi keburu tangannya ditangkap oleh dua orang. Yang satu lagi? Menghujani Dara dengan sisa kue yang ada di meja.

Tepuk tangan membahana, nyanyian lagu Selamat Ulang Tahun kembali digaungkan beriring musik. Semua tertawa, semua nampak bahagia melihat si empunya acara dalam kondisi yang benar-benar berantakan—kecuali Naufal. Dia menghela nafas, membayangkan nilai mubazir dari kue mahal yang akan berakhir di kotak sampah.

"Oke, kita tidak bisa melanjutkan pesta dengan kondisi aku yang seperti ini," kata Dara sambil tertawa. "Gara-gara kalian aku jadi harus mandi lagi!" tunjuk Dara kepada tiga temannya sambil cengengesan. "Mohon izin sebentar ya semua! Silahkan nikmati terlebih dahulu pestanya! Ah, Eria, Eria! Kau bisa pimpin acara hiburan sebentar? Tenang saja! Tim dari EO pasti akan bantu. Kau bernyanyilah tiga-empat lagu, tunjukkan bakatmu yang luar biasa itu! Benar kan semua? Kalian pasti ingin dengar suara emas Eria, kan?" ujar Dara sembari mengayunkan kedua tangannya ke atas, meminta para tamu untuk menyerukan nama Eria.

Naufal meletakkan piring dan sendok yang ia genggam, perlahan berjalan maju untuk melihat ke arah mana Dara bergerak. Wanita itu keluar menembus pintu di timur laut setelah melambaikan tangan sekali ke arah Eria yang nampak gugup menggenggam mikrofon. Tertutup sebentar pintu, terbuka lagi oleh Naufal yang keluar dengan kepala duluan.

Sebuah koridor menyambut, beragam lukisan mahal terpajang seperti yang ada di museum seni. Mengendap Naufal mengikuti Dara yang kini naik tangga ke lantai dua. Tidak bisa bohong dia, menguntit gadis ke kamar merupakan tindakan melawan moral. Jantungnya tidak berhenti berpacu, memikirkan apa alasan yang harus dibuat sekiranya ketahuan. Sampai anak tangga paling atas, Naufal tidak langsung naik. Dia mengulurkan kepala agar setidaknya dapat melihat kondisi lantai dua dari sana. Pelayan tidak ada, orang lain pun sama tak terlihat—makin lega nafas Naufal setelah yakin tidak ada CCTV yang terpasang di sudut ruangan.

Dara membuka pintu pertama di sebelah kiri, masuk setengah badannya setelah melangkah satu kali. Sudah sampai situ saja, kawan, Dara sekarang balik badan kemudian menutup kembali pintunya. Lanjut berjalan dia menuju pintu setelahnya, kali ini betulan masuk dan Naufal yakin mendengar suara kunci pintu diputar.

Oke, Naufal lanjut mendekat karena sudah merasa aman. Namun, begitu sampai di depan pintu kamar Dara, kembali teman kita ini termenung. Puluhan tanda tanya di dalam kepala kembali meronta meminta jawaban. Siapa sebetulnya Dara Ayundari ini? Bagaimana bisa dia mengenal Emilia? Kenapa Emilia meninggalkan fotonya bersama Dara sebagai petunjuk kematian? Lebih jauh lagi, dengan asumsi Dara adalah seorang dokter forensik, dalam momen apa dia berfoto dengan Emilia yang seorang pasien penyakit dalam? Oh, malah pertanyaan paling pertama yang dia punya juga belum ada jawaban: kenapa bisa Dara membayarkan tagihan salon milik Emilia? Berdiam diri saja tidak akan membawanya pada jawaban. Kalau sudah seperti ini, sebaiknya ....

Klak!

Suara kunci pintu yang mendadak kembali terdengar jelas membuat Naufal panik. Melompat dia meraih gagang pintu di sebelahnya, tanpa ragu masuk ke dalam ruangan gelap kemudian menutup pintu sepelan mungkin. Punggungnya masih menempel ke pintu saat langkah kaki terdengar mendekat, uh—lantas terpejam Naufal, menarik nafas berulang kali agar jantungnya tidak terlalu cepat berpacu. Oh, kawan, bukannya makin tenang, dia malah makin panik saat pintu di belakangnya dibuka seseorang. Mengayun terbuka perlahan, Naufal kini berpindah merapatkan punggungnya ke dinding berusaha untuk terus bersembunyi di balik pintu. Sorot lampu dari koridor nampak jelas menggambarkan seseorang sedang berdiri tepat di muka pintu. Sial, mungkinkah dia tahu kalau Naufal sedang membuntutinya?

Dara—atau siapapun itu yang berdiri di depan—ternyata tidak melangkah masuk. Dia menuangkan sesuatu dari depan pintu. Cairan dari dalam botol—minyak tanah? Bensin? Tidak, bau yang tercium tidak seperti itu. Air? Yang lain? Apapun itu, wadahnya dilempar begitu saja sampai ke ujung ruangan.

Perlahan, pintu kembali menutup. Cahaya yang tadi masuk perlahan menghilang membuat Naufal kembali terkurung dalam gelap. Belum bergerak Naufal, keringat mengalir melalui alis membasahi kelopak matanya yang tertutup, berusaha menajamkan telinga untuk menangkap suara kunci pintu dari ruangan sebelah. Setelah yakin terdengar, Naufal lantas mulai meraba dinding untuk mencari saklar lampu.

Ruangan itu kecil ternyata, tiga kali tiga meter ukurannya. Dinding bagian dalam yang berhadapan dengan pintu dilapis dengan lemari kayu besar berisi penuh buku dan dokumen. Sisi kanan dan kiri diisi dengan lemari berkas dari besi yang mulai berkarat. Perpustakaan? Tidak, kemungkinan besar ini hanya gudang dokumen.

Bourbon, kata itu tertulis besar di botol yang kini mendarat di ujung lemari. Naufal menggesernya dengan kaki demi mendapat pijakan yang lebih mantap dalam meraih satu-dua dokumen untuk dibaca. Random saja, yang paling usang terlihat mata itulah yang diambil duluan.

Spesimen no. 13 - Anonim, kasus tidak terungkap oleh kepolisian, begitu yang tertulis menggunakan pena di bagian paling atas kertas, tepat di atas logo Kepolisian Republik Indonesia. Naufal membelalak—ini berkas penyelidikan kepolisian! Utuh dalam bentuk fisik pula! Bagaimana mungkin dokumen luar biasa rahasia seperti ini bisa ada di rumah seorang model?! Keringat Naufal makin deras mengalir saat kata 'spesimen' berputar-putar di dalam kepalanya. Kenapa mayat ini disebut 'spesimen'?!

Naufal mulai membaca. Halaman pertama hanya berita acara, beberapa berisi kalimat ilmiah bidang kedokteran yang dia pahami sebagai penyebab kematian: henti jantung paksa akibat pukulan. Halaman kedua berisi gambar tubuh manusia, penuh dengan lingkaran sebagai gambaran tempat di mana luka ditemukan. Halaman ketiga, yang berisi kesimpulan, memiliki satu kalimat yang menurut Naufal amat sangat mencurigakan:

Sepasang mata, tiga ratus ribu Dollar.

Kau mungkin menyimpulkan hal yang sama dengan kapten kita, kawan.

Satu dokumen acak ditarik lagi dari dalam lemari kayu. Spesimen no. 52 - Kasus pembunuhan di Sasana Kesenian. Langsung halaman ketiga yang Naufal tuju—ginjal sebelah kanan, dua ratus lima puluh ribu Dollar.

Spesimen no. 38 - Kasus kecelakaan tunggal di Pasar Easterham. Hati, satu juta Dollar.

Spesimen no. 21 - Anonim, kasus tidak terungkap oleh kepolisian. Hati, satu juta Dollar.

Mungkinkah ini alasan kenapa Dara bisa amat sangat kaya?

Naufal mengetuk lemari kayu itu dengan buku jarinya. Ini memang petunjuk baru yang dia punya atas bejatnya kelakuan Dara, tapi bukan ini informasi yang ingin didapatkan. Sesuatu yang berkaitan dengan Emilia, gumam Naufal, atau sesuatu yang berkaitan dengan pembunuhan yang akan terjadi sebentar lagi. Lemari besi di sebelah kanan perlahan diacak-acak oleh Naufal. Fokus, dia harus fokus. Waktu yang dia punya hanya sepuluh menit lagi; hanya hitungan menit sampai dia melihat kematian di tempat itu. Saat itu terjadi, bukan tidak mungkin kondisi akan chaos dan dia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan petunjuk baru akan kasus utama yang sedang Six Elves coba bongkar.

Naufal berhenti saat jarinya yang selalu menyentuh lembaran kertas tiba-tiba menyentuh bahan lain: kulit sintetis. Ini bukan benda yang seharusnya ada di antara dokumen-dokumen kematian. Diary, begitu yang menjadi judul di sampul utama. Keganjilan ini jelas menimbulkan dorongan bagi Naufal untuk coba membaca.

Haaahhh ....

Buku pertamaku hilang saat pindah ke Easterhammenyebalkan! Tidak apa, Emilia! Anggaplah lembaran-lembaran buku ini sebagai simbol lembaran baru di hidupmu. Kau yang sekarang tidak hidup sebagai beban; kau yang sekarang adalah seorang pribadi kuat yang siap tersenyum menghadapi tantangan.

Selamat malam Easterham! Setelah tiga tahun pergi, aku akhirnya bisa kembali menghirup segarnya udara tengah malam ini. Aku menulis di bawah langit malam yang sama dengan Gilda dan Putri. Apa kabar mereka sekarang, ya? Aku tidak sabar untuk melihat wajah terkejut mereka besok pagi!

Sepuluh menit tidak akan cukup bagi Naufal untuk membaca halaman demikian banyak. Jadilah dia membaca cepat, acak beberapa baris di tiap halaman untuk mencari cerita dengan petunjuk yang penting-penting saja.

24 Mei. Jadwal check up rutin, hari paling menyakitkan. Aku muak; muak dengan penyakitku, muak dengan tatap sendu ibuku, muak kenapa aku ... tidak. Aku tidak boleh mengeluh. Hanya begini, kalau Aji tidak mungkin mengeluh. Hanya begini, kalau Aji pasti tetap tersenyum.

30 Mei. Aku, Gilda, dan Putri mencoba jajanan baru di taman kota Easterham, Es Kepal Milo! Kami pikir rasanya akan luar biasa, ini sih es serut dengan milo bubuk, ditambah susu dan gula! Satu sendok saja sudah eneg! Untunglah kami cuma beli satu ...

2 Juni. Apa aku berhenti sekolah saja? Photoshoot dan modelling, belum beberapa kontes yang aku jalani benar-benar menyita waktu! Sampai sekolah hanya dimarahi, untuk apa aku pergi sekolah kalau begini!

24 Juni. Seperti biasa, aku sudah mandi pagi-pagi sekali. Namun, Ibu tidak bersiap, saat aku tanya Ibu malah menangis. Semua tabungannya sudah habis, Ibu tidak lagi punya uang untuk berobat bulan ini. Ah, aku harus tahan sampai bulan depan.

5 Juli. Demamku sudah sembuh, pagi ini aku kembali bertemu Putri dan Gilda di tempat biasa. Sebelumnya kami mampir ke warung, membeli jamur tiram, saus dan kecap sachet, dicukupkan sepuluh ribu dengan sebuah korek. Ah, makan jamur tiram dengan api unggun sederhana; makan sambil tertawa, aku bisa melupakan bebanku sejenak setiap kali bersama mereka

24 Juli. Hari ini aku terbangun karena Ibu menangis di samping ranjangku. Ibu meminta maaf karena hari ini uangnya pun belum cukup untuk membawaku berobat. Aku hanya bisa pasrah, sedari awal memang aku ini seorang beban, bukan?

14 Agustus. Demamku makin parah, aku tidak bisa pergi. Apakah Gilda dan Putri akan marah kalau aku tidak datang? Oh, seandainya aku sebentar lagi mati, aku benar-benar berharap bisa bertemu mereka untuk yang terakhir kali.

15 Agustus. Gilda dan Putri datang menjenguk hari ini. Mereka menangis; oh, aku tahu betul kalau mereka benar-benar ingin bantu sekiranya mampu. Tuhan, kalau doaku untuk meminta kesembuhan tidak bisa Engkau kabulkan, kabulkanlah doaku yang lain: ringankanlah beban mereka sebagaimana mereka ingin meringankan bebanku. Bebaskanlah Putri dari hutang keluarganya, lalu berikanlah jalan keluar rezeki bagi Gilda berupa pekerjaan dengan upah yang lebih layak.

24 Agustus. Putri tiba-tiba datang hari ini, mengajakku pergi ke rumah sakit. Awalnya kupikir dia hanya bercanda, ternyata tidak. Segepok uang merah betulan dia punya. Aku tanya dari manaPutri tidak menjawab, hanya membalas dengan tersenyum. Nantilah aku tanyakan lagi kalau kami kembali bertemu.

21 September. Kami kembali bertemu, jajan dan bercanda. Aku sudah pulih, pekerjaan makin ramai. Gilda juga nampak senang, kebun yang dia rawat akan panen besar bulan depan, berulang kali mengucap terima kasih kepada Putri yang aku tidak tahu kenapa. Rasanya ingin aku tanya, tetapi aku juga punya rahasia yang harus aku jagarahasia kalau Putri diam-diam membayar tagihan berobat milikku. Ah, kenapa pula kita harus saling rahasia? Kenapa Putri tidak ingin aku dan Gilda saling cerita?

24 September. Aku tidak tahan lagi, hari ini aku akan paksa Putri untuk cerita sepulang dari rumah sakit.

25 September. Penghasilan Putri didapat dari perkumpulan penyembah setan. What? Gila ga sih? Aku pikir Putri sedang membual, ternyata tidak. Perkumpulan itu benar ada dan kau akan dibayar lima puluh juta Rupiah setiap kali ikut ibadah yang dilaksanakan satu bulan sekali. Putri belum resmi bergabung, hanya melihat dari kejauhan makanya uang yang dia dapat hanya satu per sepuluhnya saja. Dia diminta untuk memastikan, apakah benar akan ikut atau tidak sama sekali di bulan Desember. Ah, sialan. Lima puluh juta per bulan itulebih dari cukup untuk menjadi kunci jawaban dari masalah kami berdua.

27 September. Aku sampai lupa untuk lanjut menulis karena habis kata-kata. Putri dipaksa menjadi pelacur oleh ayahnya sendiri untuk menutupi hutang keluarga! Kalau menolak, dia dan ibunya akan dipukul sampai pingsan. Lapor polisi? Tidak bisa. Satu-satunya cara adalah bayar hutang keluarga dan kabur dari sana.

29 September. Aku dan Putri memutuskan untuk ikut perkumpulan itu. Lima puluh juta benar-benar kami pegang. Oh, lima puluh juta hanya untuk berteriak mengelilingi api unggun yang membakar kepala kambingbegitu saja tanpa ada syarat lain. Ah, ada sebetulnya. Informasi tentang perkumpulan ini tidak boleh diceritakan kepada siapapun. Mati atau jadi anggota, itu pilihannya kalau sudah mengetahui rahasia perkumpulan ini. Ya, semua informasi yang diperbincangkan selama kegiatan peribadatan bersifat rahasia. Obrolan tentang jual-beli organ manusia, narkoba dan segala jenisnya, sampai kegiatan cuci uang ratusan miliar Rupiah. Aku dan Putri hanya pura-pura mendengarkan, yang kami butuh cuma uang dan cepat-cepat pulang.

29 November. Hari ini benar-benar mimpi buruk. Tepat setelah tarian selesai, temanku Putri diadili di depan semua anggota! Satu yang paling kecil badannya, berulang kali menunjuk muka Putri sambil berteriak kalau dia harus mati. Ternyata Putri kelepasan cerita kepada ibunya! Aku teriak, minta agar Putri tidak diadili dan berusaha meyakinkan mereka kalau ibunya Putri pasti bisa menjaga rahasia. Mereka akhirnya mau, dengan sebuah syarat: bawakan jari tangan ibunya Putri sebagai tebusan. Satu bulan yang dia punya, harus bisa menyerahkan jari tangan manusia saat ibadah bulan depan. Kalau kabur atau gagal membawa, akan ada seseorang yang dikirim untuk membunuh Putri dan ibunya saat itu juga. Oh, aku tidak pernah melihat Putri demikian tertekan, selama perjalanan pulang dia hanya diam setiap kali aku ajak bicara, menggenggam belati hitam yang dikasih pinjam oleh salah satu anggota. Aku tidak bisa berhenti menangis, bahkan sekarang saat menulis. Aji, apa yang akan kau lakukan apabila ada di posisiku sekarang?

2 Desember. Akhirnya aku bertemu Putri. Dia masih belum cerita tentang permintaan jari tangan kepada ibunya. 'Aku hendak menyelamatkan ibuku, bukan malah melukainya', gumam Putri saat aku tanya. Oh, bagaimana ini?! Kami benar-benar menyesal. Uang jadi tidak ada artinya kalau sudah begini.

15 Desember. Kami sepakat untuk merahasiakan ini kepada Gilda. Jangan sampai dia tahu, sebisa mungkin memberi jarak jangan sampai nyawa dia ikut menjadi taruhan.

20 Desember. Aku melihat Aji di layar televisi, berhasil membongkar kasus peledakan tambang Easterham. Senyumnya yang tulus bersama teman-temannya sejenak memberikanku semangat kalau aku dan Putri pun masih punya jalan keluar.

24 Desember. Berita buruk ini seharusnya membuatku menangis, tetapi sekarang aku malah tersenyum. Ya, ini mungkin kesempatanku untuk menyelamatkan Putri!

29 Desember. Kau harus kuat, Putri. Kau penyelamatku, penyelamat ibumu. Sekarang, giliran aku yang menyelamatkanmu.

31 Desember. Gilda, maafkan aku dan Putri. Aku yakin sekali kau sedang kebingungan mencari kami. Minggu depan adalah hari terakhir kita bertemu. Aku benar-benar menyayangimu, maafkan aku karena kita berpisah dengan cara yang seperti ini. Kawan, aku percayakan Putri kepadamu.

Ada yang aneh dengan lembar selanjutnya, dua halaman saling menyatu seolah ada yang merekatkan di tengah-tengah. Terlebih dahulu Naufal coba skip, malah halaman kosong yang dia temukan. Oh, berarti apapun yang tertulis di halaman ini, merupakan bagian akhir dari apa yang Emilia catat dalam jurnal pribadi. Perlahan, Naufal coba lepas sedikit demi sedikit kedua halaman yang menempel sampai akhirnya terlepas. Sisi kiri yang dia baca terlebih dahulu, tulisan dengan tinta merah tebal dalam bentuk kapital:

HALAMAN YANG TERLEPAS MENJADI BUKTI KALAU KAU MEMBACA BUKU INI

Naufal menelan ludah. I-Ini—bukan bentuk tulisan tangan Emilia. Dari isinya pun pastilah bukan Emilia yang menulis.

BAYARAN ATAS BOCORNYA INFORMASI PERKUMPULAN KAMI:

K

E

M

A

T

I

A

N


Di halaman sebelah kanan, terdapat sebuah gambar kepala kambing berhias simbol pentagram dilukis kasar menggunakan tinta merah. Kepala kambing ini—mungkin sedikit berbeda dengan kepala kambing yang kau bayangkan. Tanduknya ada empat, mencuat ke atas dengan tajam. Area sekitar mulutnya diberikan aksen gores tebal seolah-olah menggambarkan si kambing sedang mengunyah sesuatu. Yang membuat bulu kuduk merinding adalah bagian mata, kawan. Mata yang tajam melotot; seolah gambar ini sedang adu tatap dengan Naufal.

Tepat di bagian bawah gambar, terdapat sebuah tulisan lain yang tidak kalah mengerikan:

SATAN WILL FIND YOU






Hi!

Jangan lupa untuk meninggalkan vote dan komentar kalau kamu suka cerita ini ya! (^▿^)

Sudah baca sampai chapter ini tapi belum follow? Keterlaluan! Sana follow dulu! ᕙ( ︡'︡益'︠)ง

Oh, dan silahkan bagikan cerita ini kepada kakak, adik, sepupu, keluarga, teman, mantan pacar, tetangga, tukang siomay, tukang bajigur, tukangah, pokoknya ke siapa saja boleh! Ajak mereka untuk ikut asyiknya bertualang memecahkan kasus bersama Six Elves.

Sampai jumpa di chapter berikutnya!

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

27.3K 2.7K 7
{OCEAN SERIES 4} Stefano de Luciano Oćean, pria berkuasa yang memiliki segalanya. Darah seorang Oćean yang mengalir dalam tubuhnya, membuatnya tumbuh...
7.8K 730 16
Menikah hanya karena dasar saling cinta belum tentu bahtera rumah tangga akan awet. karena perasaan cinta punya tanggal kadaluwarsa, menikahlah jika...
MONSTERS? Von rachel

Mystery / Thriller

3.8K 232 24
" Aku membutuhkan darahmu sayang, untuk hidup ku " - monsters. *** Di malam hari, banyak manusia yang menghilang karena muncul suara seruling yang t...
187K 5.4K 49
[Wajib VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertinggal...