JUNI ( COMPLETE )

Galing kay sourmatchalatte

121K 5.4K 475

- Kinaya sudah memantapkan diri untuk tidak percaya dan bergantung pada apapun dan siapapun, Kinaya hanya per... Higit pa

1. FIRST IMPRESSION
2. QUESTIONS
3. BERANGKAT BARENG
4. NAMANYA MATCHA BUKAN RUMPUT
5. DIA ORANGNYA
6. ABOUT MAHARAGA
7. RUMAH SAKIT
8. PERINGATAN
9. HARUS JADI SIAPA SIAPA TITIK
10. BYE ABEL
11. MASUK SURGA?
12. ROOFTOP
13. THANK YOU, KINAYA.
14. LANGKAH PERTAMA
15. CALON MANTU
16. SAKSI DAN SIAPA?
17. ROMBONGAN
18. GOTCHA!
19. SEBUAH PESAN
20. GELISAH
21. AVEGAS VS GARDIONS
22. HEY, WAKE UP!
23. ALMOST DONE
24. UKS
25. KEDATANGAN AVEGAS
26. KINAYA VS ARKA
27. FINALLY, SAKIT GIGI.
28. SALTING
29. GERAK CEPAT
30. Devan Lagi
31. Treat Better
32. Asik, Official!
33. Dijodohin?
34. Abelia Dwijaya
35. Liontin Hijau
36. Teman?
37. Keluarga Bagaskara
38. Pertemanan Toxic
39. Masa Lalu
40. Nusantara vs Bangsa
41. Murid Baru
42. Preparation
43. SHADOW
44. DI MATA ORANG LAIN
45. BALIK DI SERANG
46. SI GADIS ASING
47. CAFE
48. INSIDEN
49. BERANGKAT BARENG
50. MENCARI CELAH
51. PERTAMA KALI
52. USAI
53. MENGHILANG
54. DI SEKAP & PELAKU SEBENARNYA
55. BENANG MERAH
56. SELFISH
57. DIAM
58. THE DAY
59. THE DAY 2
60. AMBIL WAKTU
61. BERBICARA
EKSTRA PART
GIVE AWAY!πŸ’πŸ’πŸ’

62. AKHIR DARI PERJUANGAN

2.6K 77 10
Galing kay sourmatchalatte

"Gio minta maaf kalau secara ga langsung Gio udah ngecewain Muti dan Ayah."

Gio menatap mata wanita yang saat ini memandangnya dengan tatapan teduh. Rasa bersalah selalu menyelimutinya belakangan ini, dari menyakiti Kinaya dengan rasa ketidaktegasannya terhadap Lisa, juga tidak berada disampingnya di saat Jordan pergi meninggalkan mereka. Padahal Gio sadar Kinaya membutuhkannya saat itu.

"Gio ga harus minta maaf, segala tindakan sudah pasti dilakukan dengan pertimbangan bukan? Bukan suatu keharusan untuk kamu selalu ada di samping Kinaya. Gio pasti punya dunianya sendiri yang tidak ada Kinaya di dalamnya."

Perkataan Kirana membuat hati Gio berdenyut sakit. Seharusnya ia sudah tahu tidak ada seorang ibu mana pun yang ingin melihat putrinya disakiti.

"Maaf,"

Kirana tersenyum, tidak tahukah pria di depannya ini tidak perlu melontarkan kata yang tidak seharusnya. Ia mengerti, di usia mereka sekarang, banyak hal hal yang menjadikan keputusan di ambil atas dasar ego sendiri.

"Kinaya sejak dulu ga pernah bisa mengungkapkan perasaannya secara langsung, terkadang gadis itu butuh perantara. Dia selalu mengekpresikannya secara berbeda beda. Kalau dia sedih, dia diam. Kalau dia marah, dia diam. Kalau dia sudah merasa tidak bisa menahan semuanya, ia memilih menjauh pergi. Bahkan sampai mata kami tidak bisa melihat keberadaannya."

Kirana tidak berbohong. Putrinya memang begitu. Kinaya akan lebih memilih menjauh dan pergi meninggalkan semuanya demi mencari ketenangan dirinya sendiri. Melihat Kinaya semakin terpuruk ketika Raga meninggal, begitu pula di susul satu tahun kepergian Jordan. Dua lelaki yang amat sangat dicintainya. Ketika matanya menatap lekat iris putrinya, ia tidak menemukan apapun di dalamnya, kosong. Seolah menjelaskan betapa putus asa putrinya. Bahkan untuk menangis sekalipun rasanya sudah tidak sanggup.

Sebagai seorang ibu hatinya ikut teriris ketika melihat putrinya kembali tersakiti. Putrinya sudah lebih dulu terluka, saat ini yang ia rasakan hanya ingin melihat putrinya bahagia.

"Gio, kita masih sama sama butuh banyak belajar. Dari kejadian yang sudah kita lewati bersama sama semoga kamu menemukan titik pengajaran yang berharga. Bukan hanya untuk kamu, tapi untuk saya dan juga Kinaya. Pun dengan yang lain. Kamu dan Kinaya masih mempunyai jalan panjang ke depan, sebaiknya sambil menunggu jawaban garis takdir Tuhan, lebih baik kalian berdua sama sama memperbaiki diri, bukan untuk satu sama lain. Melainkan untuk diri masing masing. Mencari celah sekira apa yang salah, apa yang kurang, dan apa yang belum terselesaikan. Menjadi dewasa itu sebuah keputusan dan pertanggungjawaban. Tidak apa jika saat ini melakukan kesalahan, memang sudah seharusnya. Kalau kita tidak merasakan kesalahan kita akan selalu bangga dalam setiap langkah. Mau bagaimana pun nanti kalian kedepannya, kamu akan tetap menjadi putra saya dan juga Jordan. Kasih sayang kami untuk kamu tidak akan pernah berubah."

Mata Gio memanas. Ia tentu mengerti perkataan Kirana menuju arah mana. Berkali kali pun ia menyesali tindakan bodohnya tidak akan bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Tidak akan bisa begitu saya mengembalikan keadaan seperti kehendaknya.

"Maafin Ayah kalau selama ini punya salah ya, maafin Muti juga kalau selama ini secara tidak sengaja menyakiti hati Gio. Tolong maafkan ya nak...."

Gio tidak bisa menahan air matanya ketika Gio merasakan sepasang tangan merengkuhnya kedalam pelukan.

Sekarang Gio baru menyadari jika sudah sejauh ini ia menyakiti hati dua wanita yang amat ia cintai.

****

Baru saja Gio keluar dari kediaman Bagaskara namun sudah dikejutkan oleh pukulan yang tepat mengenai wajahnya.

"Shit!"

Ia mengumpat sambil menyapu sudut bibirnya yang sobek mengeluarkan darah, kemudian menoleh ke arah pelaku. Matanya membola ketika mendapati Biru yang menatapnya dengan iris tajam.

"Biru!" Geram Gio. Ia menahan diri untuk tidak menyerang balik Biru saat ini, mengingat saat ini dirinya masih berada di dalam lingkungan keluarga Bagaskara, ia tidak mau membuat keributan.

Biru dengan santai mengangkat sebelah alisnya.

"Maksud lo apa?!"

"Kalau lo gatau, gue punya satu janji yang selama ini belum gue tepatin."

Gio menyatukan alisnya bingung, tidak mengerti arah pembicaraan pria di hadapannya.

"Janji? Janji apa yang lo maksud?"

Biru berjalan maju dan tanpa aba aba menendang kaki Gio dengan kencang hingga membuat sang empu berteriak.

Krek!

"Arghhh!"

Gio terjatuh karena mendapatkan serangan tiba tiba. Dirinya tidak bisa menghindar karena masih memikirkan ucapan Biru yang tidak ia mengerti. Ia meringis ketika kakinya terasa amat begitu sakit.

"Buat patahin tulang lo." Biru menatap tajam tubuh Gio di bawahnya. "Cowok tolol kaya lo ga berhak di kasih kesempatan kedua."

Setelah itu Biru kembali memasuki mobilnya dan berjalan begitu saja, meninggalkan Gio yang terkulai lemas karena tidak bisa bergerak sedikitpun. Beruntung security yang tidak jauh dari sana langsung berlari menghampirinya ketika mendengar teriakan seseorang.

"Astaga! Mas Gio?!"

****

Abel memandang ke arah gadis yang saat ini sedang mengamati ruangan, berkali kali gadis itu membuang nafas kasar.

Gadis itu berbalik.

"Udah?" Tanya Abel dengan senyuman. Gadis itu mengangguk.

"Semoga keputusan lo kali ini tepat."

"Segala tindakan sudah pasti dilakukan dengan pertimbangan bukan?"

Abel hanya tertawa tipis ketika mendengar ucapan lawan bicaranya. "Gue cuma gamau lo nyesel kemudian hari."

Gadis itu berdecih. "Bukan gue banget."

Abel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berjalan mengikuti gadis itu dari belakang juga sambil menyeret koper.

****

Setelah kejadian yang menyebabkan kakinya patah, ia harus menerima perawatan agar kakinya bisa sembuh seperti semula. Saat ini Gio bersusah payang pergi ke rumah Kinaya di antar oleh supir keluarganya. Saat dua minggu penuh tidak bisa kemana mana, ia memaksakan diri untuk bisa pergi kesini. Selama itu pula Gio tidak bisa menghubungi Kinaya, bahkan telpon dan juga pesannya tidak kunjung mendapatkan balasan.

Gio menyatukan alisnya dan menatap bingung rumah di depannya saat ini. Mengapa terlihat sepi sekali?

Tin!

"Eh Mas Gio?"

Gio tersenyum ramah. "Minta tolong bukain gerbang ya Pak."

Pak Usman tersenyum canggung, terlihat juga ia menggaruk kepalanya. "E... Anu... Mas Gio ada perlu apa?"

Gio kembali menatap bingung, tumben sekali ia ditanya ketika ingin berkunjung. Mengapa tidak langsung membiarkannnya masuk saja.

"Maksudnya Pak?"

"Eh.. Anu.. Maaf Mas, Mas Gio gatau?"

"Gatau apa?"

"Rumah ini kosong sejak dua minggu lalu."

"Apa?!" Pekik Gio. "Maksudnya kosong gimana? Emang Muti dan Kinaya kemana?"

"Maaf Mas, saya kurang tau persis perginya kemana. Cuma Ibu Kirana, Mbak Kinaya, Mbak Abel, sama Bi Ina semuanya pergi. Bawa koper besar besar, kalau ga salah teman temannya juga ikut mengantar mereka ke bandara."

"Bandara?" Pekik Gio kembali. Hatinya mendadak cemas.

Pak Usman mengangguk, "Iya Mas. Setahu saya semua keluarga Bagaskara ikut. Bahkan Mas Bara dan keluarganya pun ikut."

Bara? Pantas saja sahabatnya itu tidak terlihat selama ini, bahkan yang menemaninya di rumah sakit hanya Jere, Damian dan Devan yang mengunjunginya secara bergantian. Tapi ia sama sekali tidak berpikir bahwa Bara akan pergi.

Gio bergegas pergi darisana setelah mengucapkan kata terimakasih pada Pak Usman. Ia langsung meminta supirnya untuk kembali pulang. Ia butuh penjelasan saat ini juga. Dan ia yakin jika kedua orang tuanya mengetahui hal ini. Selama perjalanan ia berusaha menghubungi ponsel Kinaya, Kirana bahkan Bara namun sialnya semua nomornya tidak bisa di hubungi. Seolah bekerja sama teman temannya yang lain pun tidak bisa ia hubungi bahkan para sahabat perempuan Kinaya sekalipun.

"Bunda..."

"Apa Bang? Pelan pelan itu kaki kamu masih sakit." Ucap Nayla yang melihat Gio sedang berjalan dengan cepat menggunakan tongkatnya.

"Bunda, tolong kasih tau aku kemana Kinaya pergi?" Lirih Gio saat ia sampai di sofa.

"Tolong Bun..."

Nayla membuang nafasnya kasar, ia sudah menduga ini akan terjadi saat Gio berpamitan ingin pergi keluar, pasti putranya berusaha menemui Kinaya. Nayla menurunkan Aska di pangkuannya dan meminta putranya untuk bermain sedikit menjauh dari mereka.

"Bun.. tolong, sekali ini bantu aku. Aku ga bisa Bun kehilangan Kinaya..." Nayla memejamkan matanya ketika mendengar suara Gio sedikit bergetar.

"Aku ga bisa Bun.. aku sayang banget sama Kinaya. Tolong kasih tau aku dimana Kinaya sekarang.."

"Tolong mengerti Bang.. Kinaya butuh waktu."

"Waktu sampai kapan Bun? Apa Kinaya ga mikirin aku disini? Aku udah minta maaf bahkan mengaku salah. Aku juga udah janji untuk jauh dari Lisa kalau itu nyakitin Kinaya. Apa aku sebegitu salahnya sampai ga pantas untuk sekedar dapat kata maaf?" Tanya Gio dengan menggebu gebu.

Nayla menatap wajah Gio, ia mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut putranya. "Apa kamu selama ini ga sadar Bang?"

"Kamu sudah lama kehilangan Kinaya."

Gio menggelengkan kepalanya ribut. Diambil kedua tangan Nayla dan menggenggamnya erat. "Bunda..."

"Gionendra."

Gio tersentak ketika mendengar suara Nayla yang terdengar tegas.

"Istirahatkan diri kamu Gio, tubuh kamu pun lelah. Kalian berdua butuh waktu untuk sendiri sendiri. Kasih Kinaya ruang untuk menata hatinya setelah semua yang terjadi. Percaya Bang. Di tinggal orang yang paling berarti untuk hidup kita itu rasanya hancur sekali. Apa lagi Kinaya, dua pria tangguh dalam hidupnya meninggalkannya dalam kurun waktu yang sangat dekat. Apa lagi sebelum itu, kamu sudah lebih dulu menghancurkan hatinya. Tolong untuk kali ini mengerti ya?"

"Kamu juga harus fokus pada kesembuhan kamu, setelah kamu sembuh kamu bisa fokus untuk diri kamu sendiri."

"Abang pasti tahu, Bunda menaruh harapan banyak pada kalian berdua. Tapi untuk apa kalau menjalin hubungan hanya untuk saling menyakiti?"

Gio duduk dengan tangan menutupi wajahnya, sesekali meraup kasar. Dadanya naik turun. Bahkan hembusan nafasnya terdengar ribut. Kepergian Kinaya membawa dampak besar pada dirinya. Tidak. Sungguh bukan ini yang dia mau.  Akan jauh lebih baik ketika Kinaya menghindarinya namun masih dalam pengawasannya. Tidak dengan sekarang. Ia tidak tahu Kinaya berada dimana. Bahkan ia sudah memohon mohon pada Darren untuk membantunya, namun hanya gelengan kepala yang ia dapatkan. Asisten Papanya yang biasa ia gunakan untuk menggali informasi yang ia butuhkan juga mendadak tidak bisa ia jangkau. Seolah semua orang berpihak pada dirinya untuk tidak bisa mencari Kinaya.

Apa ini yang ia dapatkan?

Apa ini balasannya?

Setelah semua kejadian yang ia perbuat.

Gio mematung, ia ingat. Ia ingat semua perkataan itu.

"Gue bakal bawa dia jauh ke tempat dimana lo ga akan pernah bisa jangkau."

"Setelah ini, jangan harap lo bisa liat wajah gue lagi."

"Kalau dia sudah merasa tidak bisa menahan semuanya, ia memilih menjauh pergi. Bahkan sampai mata kami tidak bisa melihat keberadaannya."

Ia tertawa getir, sudut matanya berair. Jadi ini. Jadi ini waktunya.

"ARGHHHH!" Teriak Gio kencang.

"Sayang... Maaf, maafin aku..."

"Aku salah.."

"Pulang sayang..  aku sakit.." ucapnya meraung raung sambil memukul dadanya sesak.

Gio tidak bisa berpikir jernih, sampai kapan Kinaya akan meninggalkannya?

Satu tahun?

Dua tahun?

Tiga tahun?

Dan satu yang tidak pasti. Apa Kinaya akan kembali?

Dari luar Nayla membekap mulutnya erat menahan tangis. Ia sedih dan hatinya ikut sakit melihat putranya seperti kehilangan cahaya hidupnya, namun di lain sisi ia ingin Gio menyadari dimana letak kesalahannya. Agar suatu saat ini, entah kapan. Gio bisa menebus semuanya. Menebus dan memperbaiki apa yang selama ini salah.

"Maafin Bunda Bang.."

****

Seorang gadis cantik sedikit membungkukkan badannya, menaruh bucket bunga di atas nisan di depannya.

"Hai." Ucapnya sambil tersenyum getir. "Gimana kabarnya disana? Gue udah nepatin janji gue walaupun belum sempet ngomong langsung sama lo. Tapi gue yakin, lo pasti denger kan dari sana? Gue minta maaf, maaf kalau cara gue salah. Tapi tenang, gue pastiin Arka ga akan pernah ngerasain apa yang lo rasain. Dia akan terus di dampingi oleh orang yang tepat. Lo inget Safa? Iya Nadleya Assafa. Cewek yang dulu selalu lo isengin, tetangga kita yang kata lo dinginnya kebangetan, dia sekarang udah jadi dokter hebat. Lo mau tau satu hal? ternyata selama ini dia juga suka sama lo. Ternyata umur bukan jadi penghalang, walaupun dia 5 tahun lebih tua dari pada lo. Yang tenang ya, semuanya akan baik baik aja. Gue minta maaf ya kalau selama ini gue belum bisa jadi adik yang berguna buat lo, gue minta maaf Raga..."

Kemudian pandangannya beralih pada nisan di sampingnya. Meletakan bucket seperti yang ia lakukan tadi.

"Sewaktu aku di tinggal Raga aku hancur, tapi aku masih bisa bernafas karena ada Ayah dan Muti di sampingku. Tapi kali ini, Ayah ikut pergi menyusul Raga. Ga ada yang bisa peluk aku sama Muti disini. Ga ada yang bisa tenangin kita berdua, kita cuma bisa peluk tubuh kita masing masing. Bahkan rasanya aku masih belum percaya. Aku hancur Yah, bahkan sampai serpihannya ga bersisa. Kenapa? Aku iri sama Ayah yang bisa berkumpul bareng lagi sama Raga. Kenapa Ayah ga ajak aku sama Muti juga? Biar kita bisa kumpul bareng bareng lagi kaya dulu." Tanya Kinaya dengan suara bergetar.  Air matanya kembali turun dengan deras. "Ayah. Aku udah lakuin semua yang Ayah rencanakan. Pak Surya sudah kembali memegang perusahannya, saat ini aku belum tau pasti Pak Surya berada dimana, karena semenjak kuta ketemu dan aku menjelaskan beberapa hal Pak Surya menghilang begitu aja. Begitu pula Arka sudah mendapatkan penanganan yang tepat. Ayah maaf. Maaf kalau selama ini aku belum jadi putri yang baik untuk Ayah. Maaf kalau selama ini aku egois. Maaf kalau aku sempat benci Ayah karena berpikir Ayah menghalangi aku untuk menghukum orang yang udah mencelakai Raga tanpa tahu alasan dibaliknya. Aku minta maaf Yah. Aku minta maaf...."

Kinaya meluruhkan tubuhnya dan kembali menangis dengan hebat diantara dua nisan di sisinya. Kehilangan dua orang yang amat ia cintai bukanlah keinginannya. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan lebih jauh daripada berdoa dan mengikhlaskan. Ia menggigit bibirnya kuat kuat menahan isakan yang sedari tadi ia tahan.

Ia sadar, sejauh apa dirinya jatuh, sebanyak apa air matanya keluar, sesakit apa dirinya terluka. Kenyataannya. Tidak akan pernah membawa orang yang sudah mati untuk kembali.

Kini dirinya kembali menopang kakinya sendiri. Dengan dan tidak bantuan dari siapapun. Seperti sebelumnya. Tiga orang yang meninggalkan patah hati begitu besarnya.

Tapi Kinaya juga tidak sadar saat ia memutuskan untuk meninggalkan tanah airnya, ia juga memberikan luka pada ketiga orang yang ia tinggalkan. Meninggalkan luka pada orang yang dulu menyakiti dan membuangnya. Memberikan pelajaran dalam sepeninggalnya. Meninggalkan mereka dalam jurang penyesalan yang dalam.

"Ga ada kata maaf bagi pembunuh kaya gue, tapi tolong kali ini gue mau egois untuk kesekian kali, gue minta maaf sama lo. Gue akan terus minta maaf sampai mulut gue ga bisa mengucapkan kata maaf lagi."

"Saya menyesal. Benar. Saya adalah monster bagi semua orang. Saya iblis. Saya tidak berperasaan. Saya menghancurkan kebahagiaan orang lain demi alasan yang tidak berdasar. Jika saya memiliki kehendak yang besar, saya ingin menukar nyawa saya dengan nyawa keluarga yang sudah saya sakiti. Saya mohon ampun."

"Pulang sayang.. kasih kesempatan untuk cowok tolol ini. Tolong kasih aku belas kasihan. Tolong maafin aku. Tolong tetap di sisi aku. Jangan pergi. Untuk hidup sendiri tanpa kamu aku rasanya ga akan pernah sanggup."

****
SELESAI

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

3.4M 167K 64
Hanyalah kisah dari seorang gadis cantik nan lugu bernama Keylasya Arsyla Reine. Sang pemeran utama adalah anak dari seorang wanita sederhana berjub...
1.5M 89.7K 56
Sedari kecil tinggal di panti asuhan tak membuat Caramel Malaika Princessa atau yang biasa disapa Kara ini tak bahagia.... Buktinya, ia selalu bisa t...
443K 16.8K 69
Pahami baik baik ^Jangan kebanyakan halu yup wkwk^ 'Ayo jangan lupa vote nya gaisπŸ’™' 'maap ini mungkin agak sedikit gaje ya maklumin lah ini cerita...
1.5M 90.6K 65
{ sudah completed kembali } CLARESTA REA ANANTA, putri bungsu dari keluarga BAGASKARA yang tak pernah di anggap kehadiran nya. Mempunyai dua orang Ab...