Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

18. Leave No Trace? •

518 51 266
By anafeey

Tidak Meninggalkan Jejak?

Apa kabar semuanya ♡. Aku kangen banget sama kalian. Tolong tetap stay sama cerita ini, ya. Jangan lupa vote dan komen, arracii 😊. Terima kasih ♡.

Jakarta, 18 Maret 2022

Waktu semakin berlalu menyisakan sebuah penyesalan terbesar dari Eddy. Seperti sekarang ini, ia malah mengendap-ngendap ke Rumah Tua yang beberapa minggu tidak anaknya kunjungi itu. Pria paruh baya itu pun ditemani oleh beberapa pengawalnya. Sebenarnya ia cukup bersyukur karena akhir-akhir ini bisa menghirup udara segar. Ia yang notabennya bekerja menjadi pengacara pun kini bisa bernafas lega. Tidak ada kasus yang parah yang sekiranya membuatnya harus pusing. Dikejar oleh beberapa klien itu rasanya melelahkan. Walaupun sebenarnya, semakin besar kasusnya, semakin banyak uang yang didapatkannya.

"Entahlah, hanya merasa tak yakin jika anakku mau memaafkan sikap biadabku ini. Pasti dia masih kecewa," lirihnya yang mana masih bisa didengar oleh pengawalnya itu.

"Bagaimana, Pak?" tanya orang itu.

"Kita pulang saja," putusnya dengan sedikit lesu seraya menyeka air matanya yang perlahan jatuh.

"Baik, Pak," balas orang itu mengerti.

10 tahun yang lalu - 18 Maret 2012

Tidak epik memang, jika serangkaian kegiatan dalam acara ulang tahun tidak melakukan aksi potong kue. Sahut riuh begitu meramaikan acara tersebut seperti tanpa halangan apapun. Genda Ayudisha Dianti, gadis yang beranjak remaja dengan rentang umur 12 tahun itu merasakan kebahagian luar biasa karena ulang tahunnya dirayakan secara meriah.

"Ini kemana pisaunya, Yah/Bu?" Genda pun celingukan mencari benda itu di meja sana.

"Tak ada?" timpal Eddy.

"Oh, ya sudah. Ibu ambil pisau dapur saja yang ada di bawah." Acara itu pun ditunda sebentar. Genda dan Eddy tak lupa teman-teman Genda yang hanya datang beberapa itu pun menunggu hal tersebut di lantai atas.

Namun, setelah lama menunggu dan tak ada sahutan, Genda pun menuju ke lantai bawah dan mendapatkan ibunya yang tewas mengenaskan dengan pisau yang menancap sempurna di perut dan wajah cantiknya. Sontak saja, gadis itu pun berteriak dan menangis sejadi-jadinya.

"Tidak!!!!! Ibuuuu!!!! Hiksss."

Sungguh, teriakan Genda itu membuat semua yang ada di lantai atas turun ke bawah. Eddy yang refleks melihat pemandangan di depannya pun hanya bisa mematung kaku. Ia sungguh tak mengira isterinya akan meninggal dalam keadaan tak wajar dan ... tepat di hari ulang tahun anaknya sendiri. Ia pun merasa ini bukanlah yang ia inginkan di seumur hidupnya.

Dari nuansa yang hikmat itu pun lantas menjadi riuh, tatkala beberapa teman Genda juga melihat dengan mata telanjang mereka ada jasad seseorang yang tergeletak dengan hujaman pisau dan bersimbah darah.

"Ayah! Panggil polisi! Hikss ibu. Bangun, Bu!! Hikss."

"Si bedebah itu datang juga ternyata," batin Eddy yang mana kini amarahnya sudah tidak bisa digambarkan lagi. Tapi sedetik kemudian ia menatap sedih Genda, anaknya, yang tersedu-sedu sambil memanggil nama ibunya yang sudah tak bernyawa itu.

Off -

"Bapak tidak apa-apa?" tanya lagi oleh si pengawalnya itu.

"Iya, saya tidak apa-apa," katanya sambil tersenyum simpul.

▫◾▫◾▫

Selanjutnya, Revan mengendarai mobilnya pelan di tengah malam seperti sekarang. Suasana yang cukup sepi, dan ia benar-benar sendirian. Sedari tadi HP-nya juga berdering dan ini sangat mengganggunya. Bisa dilihat di sana, tertera nama Kayla yang tentunya membuat Revan frustasi. Bagaimana tidak? Revan sudah tahu semuanya, hatinya ikut kecewa dengan pernyataan yang Genda ungkapkan waktu itu. Ia hanya bisa mengira apa benar Kayla bersikap seperti itu?

Setelah hampir beberapa menit mengendarai mobilnya, Revan pun sampai di depan rumahnya. Di gerbang sana juga sudah ada satpam yang setia melakukan kegiatan rutin miliknya kala mobil majikannya datang. Ia pun melirik sekilas ke arlojinya dan menunjukkan hari yang kian larut. Lanjut, langkah kakinya pun menuju ke kamarnya, kemudian bersandar tepat di frame jendela. Ya, ia benar-benar menikmati malam dari balik benda transparan itu sesekali menyeruput secangkir kopi panas.

"Halo, Ri." Revan mencoba menelpon Rio. Revan tahu, jam segini Rio pasti belum tidur, karena cowok itu harus mengedit video untuk cover lagunya.

"Hmmm," jawabnya dengan gumaman. Suaranya nampak serak, karena terlalu banyak begadang.

"Bang Dion kemana, ya? kok nggak ada kabar? Ku telepon juga tidak aktif nomornya."

"Entahlah, ia pergi saat kita semua tidak di apartemen. Ah, sebentar, tapi sepertinya bang Dion sedang membuka pin kamar apartemen ...." jawab Rio menunda perbincangannya dengan Revan karena melihat Dion yang masuk ke kamar. Sungguh, Dion nampak lusuh bagi Rio dan seperti sedang menyimpan beban di pundaknya.

"Bang, kau dari mana saja huh?" tanya Rio pada Dion, tetapi pemuda itu tak membalas dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Merasa diabaikan, Rio pun kini malah keluar dari kamar itu dan melanjutkan perbincangannya dengan Revan di seberang telepon.

"Itu bang Dion baru saja masuk. Tapi kulihat ia nampak kelelahan sekali."

"Oh, ya sudah," jawab Revan singkat.

"Kukira ia tak kembali," smirk Revan di balik saluran telepon itu.

"Hum, ngomong-ngomong, kau nge-date ya, Bang?" celetuk Rio yang mana membuat Revan melengos.

"Apa sih? Nggak lah," bantah Revan.

"Kata Friska, kamu punya pacar Bang."

"Apa buktinya kalau aku punya pacar?!"

"Haish, apa yang kau sembunyikan?"

"Kuperjalas nanti."

Tutt. Revan lantas mematikan saluran teleponnya pada Rio.

Deggg!!!!!

"Tidak, bagaimana jika Friska tahu?" Revan menggigit bibir bawahnya.

▫◾▫◾▫

Keesokan harinya
6.58 WIB

"Kak Rev! mau kemana? Ikut dong, mumpung lagi liburan sekolah hehe," pinta adiknya, Ria.

"Mmm, maaf ya. Kakak ada urusan sebentar, nanti kalau sudah kelar kakak jemput deh."

"Gitu, ya?" Ria pun beralih mengerucutkan bibirnya lucu.

"Jangan cemberut lagi hmm," kata Revan sambil mencubit pipi Ria gemas.

"Ya udah deh," ujar Ria. Karena kesal, Ria tak kalah membalas Revan dengan cubitan.

"Hiss, kenapa semuanya menjadi begitu usil," usap Revan pada surai hitam adiknya itu.

▫◾▫◾▫

Silakan boleh baca ulang bab 13, supaya lebih mendalami. Karena beberapa penggalan di bawah ada kaitannya dengan part itu.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar ketokan yang tidak sabar dari luar pintu depan rumah, hingga membuat orang yang ada di dalamnya kesal.

"Siapa sih?" gumamnya pelan.

"Fris," cicit orang itu.

"Bang, Rev, ngapain ke sini huh?" gerutu Friska karena acara paginya yang sedang beres-beres diganggu.

"Jangan banyak tanya deh, ayo ikut aku," kata Revan tak sabar.

"Kemana?" bingung gadis itu.

"Ayo!" Revan pun menarik ujung jaket Friska karena ngeyel dan segera menyuruhnya masuk ke dalam mobilnya.

"Ada apa sih, Bang?!" Friska pun merasa bingung dengan apa yang dilakukan Revan.

"Kau dah tahu semuanya, 'kan?" selidik Revan.

"Apa sih? Nggak jelas tahu." Friska malah menyilangkan kedua lengannya ditambah dengan ekspresi judging yang khas dari seorang Friska.

"Jelasin sekarang!" paksa Revan.

"Maksudmu ... tentang penyamarannya Genda?" Friska pun merotasikan matanya.

"Idih, biasa saja lah, jangan sok sangar gitu, hahaha," tawa Revan keras.

"Ya, aku sudah tahu, tentang gaun itu, aku tahu. Aku tahu sejak kau membawa Genda pergi entah kemana. Aku juga sudah berpikir seribu kali. Satu hal yang ada dibenakku, kau juga berubah sejak kedatangan Genda waktu itu. Kau nampak konyol bagiku haha," ledek Friska sambil menepuk pundak Revan beberapa kali.

"Ku mohon jang--"

"Jangan kasih tahu siapa?"

"Aku takut jika harus kehilangannya, mengerti?"

"Apa kau menyukainya?"

"Aku tidak tahu tentang itu, Fris." Revan lantas menggigit bibir bawahnya.

"Jika kau mencintainya kejar dia, Bang. Biar aku bebas mencintai Rio," kata Friska sambil menatap lurus ke depan.

"Ka-kau?" Revan pun kemudian memicing pelan ke arah Friska.

"Iya," angguk Friska yang mana membuat Revan tahu arah dari pemikiran gadis itu.

▫◾▫◾▫

TBC

Vote dan komennya dong, sayang
❤❤❤❤❤_____💜💜💜💜💜

Hi semua 😊Maaf banget ya, karena aku lama sekali update-nya. 😢😢
Terima kasih banyak bagi yang setia menunggu cerita ini.
Jangan lupa vote dan komen, ya 🙏.
Penasaran, bukan? Mengenai misteri meninggalnya orang tua Revan? atau bahkan, ibunya Genda? Rumit pokoknya (bagi aku😭), yang penting lanjut terus bacanya, yesss!!!

Continue Reading

You'll Also Like

57.6K 5K 23
VRENE VERSION☑ Dua puluh lima macam sensasi berfantasi liar nan menakjubkan bersama dunia imaji Kim Taehyung dan Bae Irene. This is our story. ©bban...
38.9K 2.6K 11
Semua hubungan kita didasari oleh paksaan dan tak ada satupun yang diawali dengan cinta. Lalu mengapa kita masih bertahan?
24.3K 5.6K 47
Ketika rasa cemas lebih dekat dari detak jantungmu sendiri. -- Jeon Jungkook mempunyai kecemasan yang sulit dikendalikan, kecuali oleh seorang gadis...
989K 59.9K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...