Disabilove

By Velable

14K 1.9K 273

"Sok-sok'an jadi ketua geng motor, naik motor aja masih gleyar-gleyor!" "Sini, Bil, gue bonceng. Bilang aja p... More

Prolog
1. HTS
2. Topeng Dirta
3. Sesak
4. Jangan Jadi Lemah
5. Meet Zela
6. Debar
7. Resmi
8. Jenguk Ayah
9. Jeritan Malam
10. Confession
11. A Day with Pacar
12. Arena
13. Shock
14. Pertolongan
15. Gadis Genit
16. Kenangan Terindah
17. Perdana
18. Melepaskanmu
19. Night with You
20. Khawatir
21. Putus?
22. ILY
23. Hancur
24. Sebuah Surat Dari Masa Lalu
25. Tragedi
27. Bertemu Lagi
28. Diambang Kebingungan
29. Bertahan Terluka
30. Trapped
31. Hikmah di Balik Sebuah Musibah
32. Petunjuk
33. Manusia Bodoh
34. Menguak Misteri
35. Pulang Bareng
36. Senjata Makan Tuan
37. Time Will Heal
38. Hujan dan Junior
39. Hujan dan Junior (2)
Trailer
40. Slowly Changed
41. What If
42. Yang Dinanti Tiba
43. Born To Be Alone
44. Unexpected Propose

26. How They're Separated

245 40 1
By Velable

Playlist | Tabu - Brisia Jodie

Happy reading :)

🌼🌼🌼

Rasa yang mendera tubuhnya tak bisa digambarkan. Semuanya seperti mati rasa. Hanya kelopak matanya yang perlahan dapat digerakkan.

"A--air ...."

"A--ir." Suara itu sangat pelan. Orang tidak akan mendengar jika tidak mendekat karena suara itu begitu lirih dan kalah dengan suara-suara lain yang lebih mendominasi.

Untungnya sosok wanita di dalam ruangan itu segera menyadari bahwa anaknya sudah sadar dari tidur panjangnya.

"Sayang? Akhirnya kamu sadar. Apa, Nak? Ada yang sakit?"

"A ... ir."

Mamanya mengambil dengan gesit air putih yang ada di atas nakas dan membantu Nabila meminumnya. Sementara Nabila yang merasa tenggorokannya kering kerontang segera menyedot rakus-rakus air yang disodorkan mamanya. Nabila merasa lebih baik setelah tenggorokannya dibasahi dengan air putih.

"Ada lagi, Sayang?"

Nabila menggeleng. Matanya sesekali terpejam sedikit lebih lama daripada biasanya.

"Mama panggil dokter dulu biar cek keadaan kamu."

Sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri? Sepertinya itu bukan waktu yang sebentar mengingat ekspresi yang terpampang di wajah sang mama. Rasanya juga seluruh bagian tubuhnya seperti kaku. Untuk mencari posisi yang nyaman saja Nabila kesusahan. Kakinya tak bisa digerakkan. Nabila mencoba lagi. Berulang kali dan terus menerus, tapi tetap saja tak ada hasil. Kini gadis itu mencoba dari yang paling mudah dulu yaitu menggerakkan jari-jari kakinya. Nabila menahan napas sambil melirik ke bawah. Dilihatnya jari-jari kakinya bergerak meski harus mengeluarkan tenaga yang ekstra. Namun, Nabila tidak merasakan apa pun. Maksudnya, ia tidak merasa bahwa jari kaki itu sedang digerak-gerakkan.

Suara pintu yang terbuka membuat Nabila menoleh. "Ma, kaki aku gak bisa digerakin," ujarnya dengan ketakutan yang mulai muncul dalam diri. "Aku gak bisa ngerasain apa-apa di kaki aku, Ma!"

"Ssh, tenang, Sayang. Biar diperiksa sama dokternya dulu, ya?"

"Biar saya periksa dulu, ya," kata dokter dengan ramah. Senyum menenangkan yang dokter itu berikan tidak bisa membuat Nabila tenang. Gadis itu panik luar biasa.

"Gimana, Dok?"

"Bisa kita bicara di ruangan saya, Ibu?"

"Kenapa? Kaki aku kenapa?!" tanya Nabila histeris. "Bicaranya di sini aja, Dok, biar aku juga bisa denger."

"Kamu tunggu di sini dulu, ya? Biar saya bicara empat mata dengan Mama kamu."

"It's okay, Sayang," kata sang mama menenangkan Nabila. "Mama gak akan lama, kok. Nanti setelah selesai, Mama langsung balik ke sini lagi. Oh iya, nanti Mama kabarin Papa kalau kamu udah sadar."

🌼🌼🌼

Sebenarnya seberapa parah kecelakaan itu sampai-sampai semua ini menimpanya? Kenapa semesta begitu kejam dengannya? Kenapa Tuhan begitu jahat merampas fungsi kakinya? Kenapa ia tidak dibiarkan mati saja daripada hidup tapi serasa mati seperti ini? Kenapa? Beribu tanya yang memenuhi kepala Nabila sekarang tak menemukan jawabnya. Termasuk pertanyaan bagaimana dengan kondisi Dirta. Papa maupun mamanya menutup mulut rapat-rapat setiap kali dirinya bertanya.

Jujur, Nabila lelah. Nabila merasa terperosok ke dalam jurang yang tak ada cahaya. Gelap, sesak, dan pengap. Nabila buta arah. Yang ia tahu hanya siang dan malam. Ia terkurung di dalam ruangan serba putih ini.

"Mama ...."

"Iya, Sayang, kenapa? Mau makan atau minum sesuatu?"

Nabila menatap dalam netra mamanya. "Nabila mau tanya, Ma. Boleh?"

Mamanya tidak langsung menjawab. Wanita yang tengah hamil muda itu tampak berpikir. "Tanya apa?" katanya kemudian.

"Nabila gak sadar berapa lama sebenernya?"

"Kamu gak sadar selama tiga hari dua malam, Sayang. Waktu itu dokter bilang kalau dalam kurun waktu tiga hari itu kamu belum juga sadar ...." Mamanya menarik napas dalam-dalam. Hal yang akan ia katakan berikutnya adalah sesuatu yang sangat menyesakkan dada. "Kamu akan dinyatakan koma dan dokter tidak bisa memprediksi kapan kamu akan membuka mata lagi," sambungnya.

"Ma ...."

"Iya?"

"Nabila pengen tahu keadaan Dirta. Mama tolong kasih tahu Nabila, ya? Please ...."

"Kamu fokus sama diri kamu sendiri dulu aja, jangan mikirin hal lain."

"Please, Ma, kasih tahu aku mumpung Papa lagi gak di sini," mohon Nabila. Nabila frustasi. Pertama kali mengetahui tentang bagaimana kondisinya Nabila tak henti-hentinya mengamuk. Nabila tidak bisa menerima kenyataan bahwa sekarang dia tak lebih dari seorang gadis cacat. Dan sekarang, setelah kondisi mentalnya yang terguncang mulai stabil, Nabila jadi memikirkan Dirta.

"Kamu, 'kan, udah tahu, Nak. Papa kamu bilang apa waktu itu?"

"Nggak! Kalian pasti bohong. Nabila nggak percaya."

"Kamu harus percaya karena pada kenyataannya Dirta udah nggak ada, Nak."

"Bohong!" teriak Nabila. "Dirta gak mungkin ninggalin aku gitu aja. Kasih tahu aku di mana Dirta, Ma. Aku mohon."

Tiba-tiba pintu kamar VVIP itu terbuka dengan kasar dari luar. Wajah garang milik papanya membuat Nabila menghentikan raungannya.

"Berhenti bicara soal anak itu, Nabila! Dia udah gak ada. Dia meninggal di tempat! Harus berapa kali Papa bilang sama kamu?!"

"Bercanda." Nabila tertawa dengan linangan air mata. "Papa bercanda."

"Terserah kalau kamu masih kekeuh gak percaya sama Papa."

"Kalau memang yang Papa omongin benar, bawa Nabila ke makam Dirta. Papa bisa?"

Papanya mendengus keras. "Buat apa? Buang-buang waktu dan tenaga saja. Setelah kamu diperbolehkan keluar dari rumah sakit, kita langsung berangkat ke Singapura."

Kalimat sang papa bagai bom atom yang dilemparkan untuk menghancurkan Nabila. Gadis itu terperangah dengan mulut terbuka lebar. "Apa?"

"Kita ke Singapura untuk pengobatan kaki kamu," kata papanya memperjelas.

"Nggak. Nabila nggak mau ke Singapura. Nabila gak mau pergi ke mana pun!"

"Terserah, tapi keputusan ada di tangan Papa dan ini semua demi kebaikan kamu. Demi kesembuhan kamu, Nabila."

Nabila menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak, ia tidak akan pergi ke mana-mana. Apalagi juga Nabila belum memastikan keadaan Dirta. Kalau pun apa yang dikatakan papanya terkait kondisi Dirta memang benar, Nabila ingin membuktikannya sendiri. Ia perlu melihat secara langsung di mana tempat Dirta dimakamkan. Namun, Nabila jelas berharap bahwa semua itu bohong. Nabila percaya bahwa Dirta masih hidup. Cowok itu tidak akan mungkin meninggalkannya. Mereka sudah saling berjanji untuk selalu bersama dalam keadaan apa pun.

Tuhan, hanya satu yang Nabila takutkan. Dirta sangat merindukan sosok ayahnya yang sudah lama berpulang ke pangkuan Sang Ilahi dan Nabila takut bahwa karena rasa rindu itu Dirta memilih pergi dan menyerah. Meninggalkan segala derita dan siksa yang selama ini cowok itu rasakan di dunia fana ini.

🌼🌼🌼

"Kak?"

Nabila mengusap cepat pipinya yang sudah berlinang air mata. Menolehkan kepala, Nabila melihat papanya berdiri di ambang pintu.

"Kenapa, Pa?"

Suara serak dan sengau itu membuat papa Nabila menghampiri anak sulungnya. Semakin dekat jarak keduanya semakin jelas pula jejak air mata di pipi Nabila.

"Lagi mikir apa, Kak? Habis nangis, ya?" tanya papa lembut.

"Biasa, Pa. Overthinking."

"Kak, kalau lagi sedih itu cerita sama Papa atau Mama. Jangan disimpan sendiri, jadi Papa sama Mama bisa bantu redain sedihnya Kakak." Papa membelai lembut surai hitam milik Nabila. Wajahnya terlihat sendu. "Overthinking karena apa?" lanjut sang papa bertanya.

"Nabila cuma ngerasa kalau semuanya percuma. Kuliah, pengobatan dan segala terapi. Untuk apa? Kuliah? Emang Nabila nanti bakal bisa kerja dengan kondisi kaki seperti ini? Jadi percuma, 'kan, Pa?" kata Nabila. Keputusasaan tak hanya terlihat dari cara bicaranya saja, tapi juga dari mimik wajahnya. "Terus pengobatan sama segala macam terapi. Apa hasilnya? Gak ada, Pa. Papa sama Mama cuma buang-buang uang aja. Buktinya kita jauh-jauh ke Singapura juga gak bisa nyembuhin Nabila, 'kan? Jadi, kalau gini, tuh, percuma nggak, sih, Nabila masih hidup? Kenapa Tuhan gak buat Nabila mati di TKP aja waktu itu? Kenapa harus Nabila, Pa? Nabila dosa apa sampai harus dihukum seperti ini?"

"Jangan ngomong seperti itu, Sayang. Kamu itu harta milik Papa sama Mama, jadi jangan pernah berpikir kalau semuanya percuma. Itu salah, Kak."

"Papa sama Mama, 'kan, udah ada Adek, jadi Nabila gak ada pun gak apa-apa, 'kan, Pa?"

Papanya menarik Nabila lalu memeluknya erat-erat. Siapa yang akan mengira bahwa lelaki paruh baya itu turut meneteskan air matanya mendengar curahan hati sang anak. Hatinya seperti disayat oleh sembilu. Sakit. Orang tua mana yang tega melihat anaknya kesakitan dan menderita? Kalau pun bisa, ia rela menggantikan posisi itu supaya Nabila tidak menderita dan tersiksa batinnya.

"Papa Mama sayang sama Nabila, jadi jangan pernah berpikir untuk menyudahi semua ini, ya? Kita berjuang sama-sama, Kak. Kuncinya itu satu, yakin. Kalau kamu yakin kamu bisa sembuh, pasti nanti feedback-nya juga sama kok, Kak, sama apa yang Kakak yakini."

"Makasih, Pa," ucap Nabila. "I love you."

"I love you more, Sayang," balas papa masih dengan memeluk erat anak gadisnya. Dagunya bertumpu di puncak kepala Nabila sedang tangan kanannya mengusap rambut halus Nabila.

Nabila menyayangi papanya. Sangat. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang papanya justru semakin menyayangi dan perhatian pada Nabila. Kedua orang tuanya berbagi peran dengan amat baik. Dikala mamanya sibuk mengurusi si bungsu yang masih balita, papanya yang mengambil alih untuk memperhatikan semua kebutuhan Nabila. Mulai dari materil maupun non-materil dan tidak bisa dipungkiri bahwa alasan Nabila bisa tetap waras dan kuat adalah karena mempunyai support system yang sangat luar biasa. Selalu mendukung di segala macam kondisi, mengulurkan tangan ketika ia tak sanggup berdiri, dan yang paling penting tidak pernah membuang Nabila meski kini ia tak lebih dari sekedar seorang gadis cacat.

🌼🌼🌼

Yang part terakhir itu udah bukan lagi flashback ya, guys

Next update kita bakal kembali ke masa sekarang

See ya, velable❤

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 43.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
252K 23.9K 30
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
2.6M 140K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...