Disabilove

By Velable

14K 1.9K 273

"Sok-sok'an jadi ketua geng motor, naik motor aja masih gleyar-gleyor!" "Sini, Bil, gue bonceng. Bilang aja p... More

Prolog
1. HTS
2. Topeng Dirta
3. Sesak
4. Jangan Jadi Lemah
5. Meet Zela
6. Debar
7. Resmi
8. Jenguk Ayah
9. Jeritan Malam
10. Confession
11. A Day with Pacar
12. Arena
13. Shock
14. Pertolongan
15. Gadis Genit
16. Kenangan Terindah
17. Perdana
18. Melepaskanmu
19. Night with You
20. Khawatir
22. ILY
23. Hancur
24. Sebuah Surat Dari Masa Lalu
25. Tragedi
26. How They're Separated
27. Bertemu Lagi
28. Diambang Kebingungan
29. Bertahan Terluka
30. Trapped
31. Hikmah di Balik Sebuah Musibah
32. Petunjuk
33. Manusia Bodoh
34. Menguak Misteri
35. Pulang Bareng
36. Senjata Makan Tuan
37. Time Will Heal
38. Hujan dan Junior
39. Hujan dan Junior (2)
Trailer
40. Slowly Changed
41. What If
42. Yang Dinanti Tiba
43. Born To Be Alone
44. Unexpected Propose

21. Putus?

181 39 11
By Velable

Playlist | ILU IMU - Hati Band

Happy reading :)

🌼🌼🌼

Matahari masih terbit di ufuk Timur dan tenggelam di ufuk Barat. Gurat kemilau senja akan senantiasa terbentang di langit sore ketika awan mendung tidak datang mengganggu. Semuanya masih terasa sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun, tidak dengan apa yang dialami Dirta. Belakangan ini kepalanya lebih penuh dan rumit. Beban di pundaknya terasa semakin memberat. Terlebih lagi sudah berapa hari ini Dirta sulit sekali untuk sekedar berbicara dengan Nabila.

Dirta tahu Nabila sedang menghindar. Yang Dirta tidak tahu adalah alasan di balik semua itu. Memutar otak rasanya sulit saat kepalanya dipenuhi dengan berbagai cabang masalah. Perihal Zela dan Om Bara.

"Kusut banget muka lo," komentar Kaesang. Anggota inti dari Refour kini sedang menghabiskan waktu istirahat di warung seberang sekolah. "Mikirin utang lo, Ta?"

"Orang kayak Dirta mana bisa punya utang, sih. Tinggal tunjuk aja langsung ada apa yang dia mau."

Alka geleng-geleng takjub merespon candaan Dimas. "Bukan lagi," katanya. "Ketua kita emang beda. Menang balapan bukannya disimpen duitnya, kalo Dirta mah, langsung lempar ke Nevan suruh ngasih ke panti. Semuanya pula."

"Tanpa terkecuali," sambung Nevan. "Jadi lo kenapa, Ta? Lagi ada masalah?"

"Nabila ngehindarin gue." Dirta meremas rambutnya frustasi. Jujur saja tangannya gatal sekali ingin mengambil satu puntung rokok dari bungkus yang tergolek di atas meja. Kali-kali dengan menyesap batang nikotin tersebut, beban pikirannya bisa ikut dihembuskan begitu saja bersama asap rokok itu. "Pusing gue. Gue ajak bicara pasti selalu pergi duluan anaknya."

Nevan, Alka, Kaesang, dan Dimas saling lirik. Keempat cowok itu terlihat berbicara dengan bahasa tubuh.

"Mungkin karena lo bolos waktu itu, Ta."

"Hah?"

"Itu, tuh ... pas tempo hari lo gak masuk tanpa keterangan," jelas Dimas lebih lanjut. Cowok itu memilih menjadi orang yang menjelaskan akar permasalahannya. "Nabila waktu itu nanya ke gue bareng Dirta apa nggak, gitu. Gue jawab aja enggak karena gue juga emang lagi gak bareng sama lo."

"Bener, tuh. Dia pas istirahat juga nanya ke gue. Keliatan khawatir campur panik, sih," timpal Alka.

"Lo belum jelasin sama Nabila ke mana lo waktu itu?"

Dirta menggeleng. "Gue hubungin gak bisa. Chat juga sampe sekarang belum ada yang dibales."

"Lo diblok kali."

"Gak. Foto profil dia masih keliatan di gue. Kayaknya emang Nabila sengaja gak aktifin handphone-nya."

"Berarti udah level parah, tuh, ngambeknya."

"Samperin aja, Ta. Ajak ngobrol baik-baik," saran Nevan. "Masalah kalau dibiarin bukannya kelar yang ada malah makin rumit."

Dengan gerakan dramatis Dimas merentangkan tangannya ke arah Nevan. Berlagak seolah-olah sedang menyambut kehadiran tokoh penting. "Widih .... Pakar cinta anak Refour punya, nih!"

"Apaan, sih, lo! Lebay!" Ditepisnya tangan Dimas yang hampir saja mencolok matanya. Untung Nevan sigap memundurkan wajah, kalau tidak ... fiks matanya sudah terkena jari Dimas.

"Gue cabut dulu kalau gitu."

"Semangat, Ta!"

"Fighting, Dirta!"

"Ganbatte, Ta! Aku padamu."

"Jijik, anjir!"

Berlalunya Dirta diiringi gelak tawa dari keempat teman dekatnya. Meski hanya berlima, tapi jika sudah berkumpul full personel ramainya bisa mengalahkan warga satu RT.

🌼🌼🌼

Kebetulan yang tak terduga. Ruang seni musik adalah tempat kesekian yang Dirta datangi untuk menemukan sosok Nabila. Lucunya mereka berdua hampir saja saling menabrak karena berbarengan membuka pintu. Nabila keluar dari dalam sementara Dirta akan masuk ke dalam. Spontan Dirta mencekal pergelangan tangan Nabila saat melihat gelagat Nabila yang ingin menghindar lagi.

"Bil, Bila, kita perlu bicara."

"Silakan. Ngomong sana sama angin."

Merasa ada beberapa pasang mata yang memperhatikan, Dirta menarik Nabila masuk ke ruang musik. Cowok itu bahkan mengusir beberapa anak yang masih berlatih. "Bisa minjem ruangannya sebentar?" ujarnya. "Gue butuh ruang privasi buat bicara sama Nabila."

"Apaan, sih," dengus Nabila.

"Kamu diem."

Nabila kicep. Tatapan Dirta barusan seolah membungkam semua protes yang ingin ia keluarkan.

"Kenapa kamu menghindar dari aku, Bil?" Dirta bertanya setelah ruangan itu hanya ada dirinya dan Nabila. "Di telepon gak pernah diangkat, di-chat cuma ceklis satu, kamu kenapa?"

"Aku lagi ngomong, liat aku," ujar Dirta tegas. Nabila merotasikan bola matanya malas sebelum menatap Dirta juga dengan pandangan malas. "Kenapa, Nabila?"

"Kamu serius tanya sama aku, Ta?"

"Ya aku harus tanya ke siapa lagi kalau bukan sama kamu?"

Nabila menunjuk tepat di atas dada Dirta. "Tanya sama diri kamu sendiri!" tekannya di setiap kata. "Udah, 'kan? Jelas, 'kan? Minggir, aku mau keluar."

"Tunggu!"

"Apa lagi?"

"Nabila, aku belum nemu di mana letak salahnya aku. Apa karena aku bolos kemaren?"

"Ta, kamu pinter, 'kan? Pikir coba sama otak kamu itu. Gunain buat nyari alasan kenapa sampe aku buat ketemu sama kamu aja males."

Dirta menyugar rambutnya ke belakang. Napasnya berhembus panjang. Percakapan ini terlalu berbeli-belit. Kalau saja Nabila langsung to the point, maka mereka tidak akan menghabiskan waktu selama ini.

"Bila, tell me, please. Let me know what's wrong?"

Nabila menarik napas dalam-dalam. Baiklah jika itu maunya Dirta. Nabila akan menjelaskan sejelas-jelasnya sampai titisan Einstein itu bisa memahami setiap kalimatnya. Nabila yang sejak tadi enggan untuk menatap Dirta kini justru menatap tepat di kedua bola mata cowok itu. Ia hembuskan terlebih dahulu satu hembusan napas panjang sebelum memulai semuanya.

"Dirta Cavero," ucap Nabila menyebut nama Dirta dengan nada dalam. "Aku gak tahu, sih, tapi mungkin menurut kamu ini lebay. Tentang semuanya, Ta. Tentang aku, kamu, perasaan kita."

"Maksud kamu?"

"Diem. Kamu mau aku lanjut apa enggak?"

Dirta mengangguk cepat. Keduanya saling tatap dalam satu ruangan yang sunyi.

"Setiap kamu gak ada kabar pasti aku langsung overthinking dan ini bukan pertama kalinya kamu buat aku kayak gini, Ta. Tapi mungkin kamu emang gak ngerti rasanya dikhawatirin karena yang kamu tahu cuma perihal mengkhawatirkan tanpa tahu rasanya dikhawatirkan. Kamu selalu khawatir tentang semua yang berkaitan sama Bunda kamu. Aku paham, kok, kalau poros dunia kamu itu Bunda kamu." Nabila menganggukkan kepala seolah-olah ia benar paham dan mengerti dengan kondisi seperti itu. "Tapi hargai juga sama orang lain yang juga punya rasa khawatir sama kamu. Kamu tahu apa yang ada di pikiranku saat kamu gak ada kabar kayak kemarin?" tanyanya yang tak perlu jawaban apa pun karena Nabila sudah menemukan jawaban sendiri.

"Aku selalu mikir ... mikir kalau ...." Tiba-tiba Nabila merasa kesulitan untuk melanjutkan kalimatnya. Susah payah ia menelan ludah dan melonggarkan tenggorokan yang terasa tercekat. "Aku selalu mikir apa kamu masih punya alasan untuk bertahan di dunia ini. Aku selalu kepikiran apa kamu punya niatan untuk nyusul Ayah kamu dan hidup tenang sama Ayah kamu."

Pertahanan Nabila akhirnya jebol. Air mata yang sedari tadi menganak sungai kini seperti bah yang mengalir begitu deras. Nabila terisak-isak hingga tubuhnya bergetar hebat. Katakanlah ia memang terlalu overthinking, tapi apa salah jika dirinya punya pikiran seperti itu? Nabila tahu selama ini Dirta selalu menyembunyikan segala lukanya seorang diri. Terlebih dengan pandangan matanya yang sering terlihat mengawang dan kosong. Hati Nabila selalu terasa remuk saat mendapati pandangan itu. Hanya saja selama ini Nabila memilih berpura-pura tidak tahu hanya supaya Dirta tidak merasa dipandang sebagai cowok lemah.

"Astaga ...," erang Nabila. "Lebay banget gue jadi cewek. Sorry, Ta," ujarnya. Nabila berbalik badan, tapi lengannya ditarik begitu saja oleh sosok yang sejak tadi bergeming di depannya.

"Maaf, maaf, maaf." Dirta mengulang-ulang terus kata maaf sembari mendekap erat tubuh Nabila. "Aku minta maaf udah buat kamu merasa kayak gitu." Diciumnya puncak kepala Nabila dengan terus merapal kata maaf yang tak ada habisnya. Siapa saja yang melihatnya pasti bisa menangkap bagaimana sorot penyesalan yang tergambar begitu jelas di mata Dirta.

Perasaan yang Nabila miliki untuk seorang Dirta tidak bisa dianggap sesepele yang orang lain bisa lihat. Nabila yang merasakan. Nabila yang menjalani semua ini. Perjalanan sejak mereka masih belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah membuat Nabila paham--ralat, bahkan sangat paham, bagaimana sulitnya hidup yang harus dijalani Dirta. Nabila tahu Dirta selalu merindukan figur seorang Ayah. Namun, semesta terlalu bermain-main dengan jalan hidup Dirta. Selain tidak ada sosok ayah yang mendampinginya, sosok ibu pun juga tak ada meski sebenarnya Dirta masih memiliki seorang ibu. Perasaan Nabila carut-marut setiap kali menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Dirta diacuhkan dan tak dianggap ada oleh ibu kandungnya sendiri. Nabila yang hanya menjadi penonton saja bisa merasakan betapa pedih hatinya, lalu bagaimana dengan Dirta?

"Ta?" panggil Nabila setelah mereka saling membisu cukup lama.

"Iya, Sayang?" tanya Dirta lembut. "Kenapa? Ada yang masih pengen kamu bicarain? Ungkapin aja semuanya, jangan dipendam sendirian lagi, ya?"

Mendengar itu Nabila tertawa dalam hati. Harusnya dia yang berbicara seperti itu, bukannya malah Dirta!

"Kalau emang status kita yang sekarang justru buat kamu gak terbuka sama aku, mending kita balik temenan aja kayak sebelumnya."

"Nggak! Kamu ngomong apa, sih?"

Nabila memundurkan tubuh dan mendongakkan kepala. "Gak salah, dong? Setelah aku pikir-pikir ulang emang semenjak kita pacaran kamu malah jadi tertutup sama aku, jadi ya mending kita balik--"

Melebar selebar-lebarnya adalah gambaran bagaimana kondisi kedua bola mata Nabila saat ini. Bagaimana tidak? Dirta tanpa ingat di mana keberadaan mereka sekarang mencium Nabila tepat di bibir. Cowok itu mengambil first kiss Nabila!

🌼🌼🌼

CUT! Hehe, udah ya gak usah dilanjut lagi ntar yang jomblo malah makin pengen kan berabe kalau sampe harus jadi pelakor karena gak punya cowok😂wkwk, canda guys

Lagian juga Dirta gak tahu tempat main cium aja padahal masih di sekolah

See ya, velable❤

Continue Reading

You'll Also Like

575K 22.4K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.2M 221K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...