Disabilove

By Velable

14K 1.9K 273

"Sok-sok'an jadi ketua geng motor, naik motor aja masih gleyar-gleyor!" "Sini, Bil, gue bonceng. Bilang aja p... More

Prolog
1. HTS
2. Topeng Dirta
3. Sesak
4. Jangan Jadi Lemah
5. Meet Zela
6. Debar
7. Resmi
8. Jenguk Ayah
9. Jeritan Malam
10. Confession
11. A Day with Pacar
12. Arena
13. Shock
14. Pertolongan
15. Gadis Genit
16. Kenangan Terindah
17. Perdana
19. Night with You
20. Khawatir
21. Putus?
22. ILY
23. Hancur
24. Sebuah Surat Dari Masa Lalu
25. Tragedi
26. How They're Separated
27. Bertemu Lagi
28. Diambang Kebingungan
29. Bertahan Terluka
30. Trapped
31. Hikmah di Balik Sebuah Musibah
32. Petunjuk
33. Manusia Bodoh
34. Menguak Misteri
35. Pulang Bareng
36. Senjata Makan Tuan
37. Time Will Heal
38. Hujan dan Junior
39. Hujan dan Junior (2)
Trailer
40. Slowly Changed
41. What If
42. Yang Dinanti Tiba
43. Born To Be Alone
44. Unexpected Propose

18. Melepaskanmu

236 46 6
By Velable

Playlist | Terakhir Covered by Didik Budi Ft Cindi Cintya Dewi

Happy reading :)

🌼🌼🌼

"Buat kali ini kita bakal seru-seruan, biar kalian juga gak terlalu mumet mikirin OSPEK yang gak kelar-kelar," ucap salah satu panitia OSPEK. "Ini udah mainstream banget sebenarnya, cuma gak pa-pa, lah! Kita coba juga. Jadi kalian harus collecting alias mengumpulkan tanda tangan kating kalian sebanyak-banyaknya. Weits, nggak cuma itu aja, Ferguso. Kalian harus ngumpulin dari setiap fakultas, karena di sini rata-rata panitia OSPEK berasal dari fakultas yang beda-beda. Kalian mengerti?"

"Mengerti, Kak!"

Nabila menghela napasnya. Mengumpulkan tanda tangan tentu tidak semudah yang kalian kira. Terlebih pasti nanti ada saja kating-kating yang usil supaya mempersulit peserta OSPEK.

Dengan pasrah, Nabila pun turut berhambur membubarkan diri dan mulai mencari target. Dibantu sepasang kruk yang diapit di bawah ketiak, Nabila memulai tugasnya. Dalam hati kalimat penyemangat selalu ia rapalkan agar tidak mudah mengeluh dan putus asa.

"Permisi," kata Nabila. "Halo, Kak, boleh minta tanda tangannya?"

"Wah, berasa artis aja, nih, dimintain tanda tangan segala."

"Jangankan tanda tangan, lo minta foto bareng juga gue kasih."

Nabila memaksakan sebuah senyum. Dengan cepat ia sodorkan sebuah buku kepada kating-kating itu. Jumlahnya ada tiga orang. Namun, salah satu dari kating tersebut terlihat asik dengan dunianya sendiri.

"Kak, tolong tanda tangannya," ujar Nabila sopan. Sebenarnya tidak enak mengganggu kegiatan kating yang fokus pada ponsel tersebut, tapi ini kesempatan agar Nabila tidak terlalu banyak berpindah-pindah tempat.

"Ju ...."

"Apaan?" sahut kating itu.

"Ini ada maba minta tanda tangan. Kasih dulu, tuh, kasian nungguin."

Cowok itu menyimpan ponsel seraya mendengus. Bola matanya bergerak melihat pada sosok maba yang sudah mengganggu di waktu sedang asik bermain game.

"Ini, Kak." Lagi, Nabila menyodorkan buku dan pulpen ke arah kating tadi.

Buku itu direnggut secara kasar. Umpatan Nabila bahkan sudah terasa di ujung lidah, tetapi ia harus mengerem agar kata-kata yang tentunya kasar itu tidak terlontar dan menimbulkan masalah. Namun, semua itu berubah dan umpatan itu menjadi terucap begitu saja saat kating yang ia sodori buku dan pena tadi merobek kertas yang sudah terkumpul beberapa tanda tangan.

"Oh, shit!" umpat Nabila tertahan.

"Makan, nih, tanda tangan!" Robekan kertas itu dilempar tepat di wajah Nabila. Bahkan kedua cowok yang ada di situ juga ikut tercengang melihat temannya melakukan tindakan keji ini.

"Junior," tegur salah satu di antara keduanya. "Kenapa lo sobek, njir?!"

"Biar tahu rasa, lah! Apalagi memangnya?"

Kedua telapak tangan Nabila mengepal erat. Nabila mengambil napas dalam-dalam, menahannya sejenak lalu menghembuskannya kemudian. "Lo keterlaluan, Kak! Kalau emang lo gak mau dimintai tanda tangan, yaudah! Bisa, 'kan, jangan robek kertasnya?!"

"Heh, cewek cacat! Gak usah belagu lo. Baru juga maba udah nyolot. Lo mau hari-hari lo di kampus ini berasa jadi neraka, hah?"

"Mother fucker!"

"Lo ngatain gue? Berani lo?!"

Kepala Nabila mendongak, menantang cowok bernama Junior yang sangat menjengkelkan ini. "Ngapain juga gue takut sama orang macam lo? Sampah kampus!"

"Lo jangan macem-macem sama gue!" desis Junior. Tangannya mencengkeram erat rahang Nabila hingga gadis itu mengernyit menahan sakit. "Pincang aja songong banget lo." Ditendangnya satu tongkat Nabila hingga tubuh Nabila oleng dan berakhir jatuh. Lututnya tergores semen hingga menimbulkan lecet dan merebakkan warna merah.

"Cabut, guys!"

Ketiga cowok itu berderap pergi meninggalkan Nabila yang tergolek sembari menahan semua emosi. Dadanya terasa akan meledak karena luapan kesal yang tak bisa tersalurkan. Nabila menatap nanar pada dua buah tongkatnya yang berada sedikit jauh dari posisinya. Sedikit menyeret tubuhnya, Nabila meraih tongkat itu. Pipinya terasa basah. Namun, Nabila segera mengusap cairan yang sialnya mampu membuat sembab wajahnya itu.

"Nggak, nggak. Nabila, lo gak boleh cengeng. Lo gak boleh nangis." Meski kalimatnya terdengar seperti larangan keras supaya tidak menangis, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Air mata Nabila kian menderas. "Stop, Nabila! Jangan lemah begini. Ingat, Dirta gak suka liat lo nangis. Ayo, kuat. Lo bisa."

Nabila mencoba kembali berdiri. Gadis itu sempat terjatuh beberapa kali sampai memekik karena tubuhnya harus berbenturan dengan kerasnya paving blok. Buku dan pena sudah siap kembali dan kini saatnya Nabila memulai usahanya mengumpulkan tanda tangan dari awal lagi.

"Jangan nangis, Bil. Aku sakit setiap liat cairan itu lolos dari pelupuk mata kamu. Kamu itu salah satu alasan aku menjadi kuat, jadi jangan lemah, ya? Nabilaku kuat. Nabilaku hebat."

Adalah sepenggal kalimat yang masih terasa hangat di dalam kepala Nabila. Kini kalimat itu menjadi pecutan untuk Nabila saat ia merasa dunianya sedang tidak baik-baik saja.

🌼🌼🌼

Nabila berteriak kencang di dalam hati saat tahu yang menjemput hari ini bukanlah papa, tapi sopir keluarga. Ini artinya Nabila bisa mampir tanpa perlu meminta izin seperti hari-hari kemarin. Nabila hanya perlu mewanti-wanti sopirnya untuk tutup mulut.

"Bapak tunggu di sini dulu, ya."

"Perlu saya bantu, Non?"

"Gak usah, Pak," jawab Nabila. Nabila mulai membuka pintu mobil dan keluar dari sana.

Sesuai rencana, Nabila hari ini mendatangi rumahnya yang dulu. Rumah yang dihuni sejak dirinya kecil hingga beranjak remaja. Namun, setelah apa yang menimpanya sang papa memutuskan untuk keluar dari rumah tersebut.

Berdiri di depan gerbang, rumah itu masih tampak sama. Halamannya bersih terawat karena rumah ini memang sudah dipasrahkan pada salah satu pekerja kepercayaan keluarga. Mata Nabila bergerak memindai rumah di sebelahnya. Kontras dengan kondisi rumahnya, rumah itu terlihat hampa dan cukup tak terawat. Lampu di bagian terasnya menyala terang meski hari belum berganti gelap. Hal ini semakin mempertegas dugaan Nabila bahwa memang rumah itu tidak berpenghuni.

Tanpa sadar Nabila menjatuhkan air mata. Melintas di depannya kenangan saat ia sedang bermain bersama Dirta. Mereka menghabiskan waktu dengan tawa dan tangis bersama. Tampak Dirta yang usil menjahili Nabila hingga Nabila berteriak kencang sebelum berakhir menangis. Dirta memang sudah sejak kecil senang sekali menjahilinya bahkan masih terus berlanjut ketika mereka beranjak remaja.

Halusinasi Nabila buyar saat terasa tetesan air mengenai tubuhnya. Disusul dengan suara sopir yang menyerukan namanya. Dengan hati yang teriris-iris karena masih belum menemukan kabar soal Dirta, Nabila berjalan kembali menuju mobil.

"Pak, nanti mampir ke suatu tempat lagi, ya?"

"Ke mana, Non? Nanti Bapak curiga kalau Non Nabila terlalu lama."

"Sebentar aja, kok, Pak."

"Baik, Non."

Mobil kembali berjalan meninggalkan rumah tadi. Selama perjalanan, Nabila hanya termenung memandang keluar jendela. Di tangannya ada setangkai bunga mawar merah. Bunga mawar merah yang memang sudah disiapkan sebelum mendatangi tempat kedua nanti. Tempat yang sebetulnya mengingatkan mimpi buruknya selama ini. Tempat yang menjadi saksi bisu perpisahan Nabila dan Dirta.

"Benar yang ini, Non, jalannya?"

Nabila sedikit tersentak, tapi cepat-cepat menguasai diri. Dilihatnya plang jalan yang terletak di bagian pinggir. "Iya, benar yang ini, Pak."

"Bisa, Non? Perlu Bapak bantu?" tawar si sopir saat melihat Nabila yang repot hanya untuk keluar dari mobil.

"Nggak," jawab Nabila singkat. Ia paling tidak suka dikasihani. Nabila benci ditatap dengan pandangan kasihan seperti itu. Ia tidak butuh dibelas-kasihani.

Keberuntungan lagi-lagi berpihak pada Nabila karena jalanan ini cukup sepi. Mungkin juga karena faktor awan gelap yang menggelantung siap menumpahkan air. Nabila melangkah setapak demi setapak. Suara kruknya yang beradu dengan aspal jalan terdengar nyaring di telinga.

Sampai di titik yang dituju, Nabila berhenti. Kepalanya tertunduk dalam. Jika ada yang melihat apa yang Nabila lakukan saat ini mungkin orang itu akan menganggap Nabila seperti orang aneh. Berdiri di tengah jalan seperti menantang maut. Namun, memang itu yang Nabila lakukan setidaknya dua tahun lalu. Menantang maut bersama Dirta Cavero.

"Ta ...." Nabila memanggil nama Dirta secara tiba-tiba. Lirih dan terdengar serak. "Aku kembali ke sini, Ta. Kamu ingat sama tempat ini?"

Nabila mengusap pipinya yang sudah banjir akan air mata. Bahunya berguncang. "Di sini, di tempat ini, adalah awal dari perpisahan kita. Tempat ini jadi saksi kalau saat itu kamu lagi kacau dan panik. Maafin aku, ya, Ta? Maaf belum bisa jagain kamu."

Pelan-pelan Nabila melepaskan himpitannya pada kruk. Nabila merundukkan tubuh dan berjongkok. Setangkai mawar merah yang ia genggam diletakkan di atas aspal. "Di mana pun kamu saat ini, aku berharap kamu bahagia, Ta. Kalau memang kamu udah ketemu sama Ayah kamu, tenang dan damai di sana, ya, Ta. Meski ini nggak gampang buat aku, tapi aku harus belajar ikhlas, 'kan?"

Isakan demi isakan terus bersahutan tanpa henti. Nabila tidak kuasa membendung tangisnya yang meledak dalam satu waktu. Tangannya membekap mulut kuat-kuat agar tidak menjerit.

"Dirta ...." Nabila menarik napas. Dadanya sungguh sesak luar biasa. "Aku masih gak nyangka kalau pada akhirnya begini. Kenapa kamu ninggalin aku lebih dulu? Kamu udah janji kalau kita bakal sama-sama terus sampai kita tua. Tapi bahkan sebelum rambut kita memutih kenapa kamu ninggalin aku sendirian? Aku harus gimana, Ta?"

Oh Tuhan, kumau yang terbaik
Terbaik buatku ... insan kerdil ini
Oh Tuhan, letakkan kehilangan ini ...
Munculkan dia, dia terakhir buatku ...

Sepenggal lirik lagu yang sangat menggambarkan seorang Nabila. Ia ingin melihat Dirta-nya. Ia berharap Tuhan memunculkan Dirta-nya karena untuk seorang Nabila, Dirta adalah sosok terakhir yang ia inginkan untuk menemani sisa hidupnya di dunia ini.

🌼🌼🌼

*Kating: Kakak tingkat
**Maba: Mahasiswa baru

Kayaknya part depan kita kembali ke masa-masa mereka masih SMA, so stay tune terus ya. Vote dan komennya jangan sampai ketinggalan

Nabila Anastasya

See ya, velable

Continue Reading

You'll Also Like

256K 24.3K 30
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
808K 96.2K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...