Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

13. The Funeral •

629 155 243
By anafeey

Pemakaman Itu

"Aku tidak peduli mengetahuimu berapa lama, asalkan engkau benar-benar memahamiku."__ Revan Agif Adhyaksa.

Gabrukk!!

"Akh, sakit," ringis Genda pelan menyadari lututnya yang tergores karena terjatuh di trotoar sana.

Ponselnya juga terasa berdering sedari tadi, dan dengan tangannya yang bergetar diangkatnya benda persegi panjang itu.

Deg!

"A-apa?"

"Koma?"

"Ah, di sana ternyata! Gen!" teriak Revan dari kejauhan mencoba mengejar Genda. Sial, Revan ternyata kalah cepat dari gadis itu dan mendapati Genda yang sudah naik ke dalam bus.

"Hufthhh," hembus Revan mencoba bersabar.

"Bagaimana bisa ...." lanjutnya. Revan pun kini melintir keningnya yang terasa berdenyut. Dadanya terasa sesak, ia takut Genda tidak akan memaafkannya kemudian ... meninggalkannya.

Rumah Sakit Emerald

Genda lantas berlari ke koridor rumah sakit itu sambil tersedu-sedu. Dicarinya sebuah ruang operasi yang mana membuat kakinya seolah semakin layu.

"Seharusnya aku tidak setuju dengan perkataan pak Ilham kala itu hiks," gumamnya sambil menatap kosong pintu kamar operasi itu.

Flashback on

Genda pun duduk bersimpuh di pinggiran dipan kasur Ilham. Ia juga menatap pria itu dengan wajah yang sendu. Sungguh, putaran memori di mana hanya Ilham yang selama ini yang membelanya pun kembali ditampilkan.

"Kmhoon jngn ber-hhnti k-kkerja," lirih Ilham namun begitu kewalahan karena keadaan dirinya yang stroke. Singkatnya, Genda secara bersamaan merasa senang karena Ilham ternyata masih bisa bicara meskipun tertatih, dan di sisi lain ia juga merasa sedih karena belum bisa berbalas budi dengannya.

"Tapi ... saya ingin merawat Bapak di sini, hiks." Genda pun menghentikan kegiatannya sembari menatap sendu Ilham.

Pilu. Bahkan, Ilham pun kini menolak tawarannya itu. Pria itu pun hanya bisa menggelang dengan sedikit kesulitan.

"Mengapa? Hiks."

Air mata di pelupuk mata Genda sekarang sudah tumpah. Ia sungguh tak sanggup menerima kata 'kehilangan'. Ya, hidupnya selama ini sudah dihinggapi kesepian yang tak berujung, lantas mengapa kini ia dihadapkan takdir di mana Ilham seolah akan meninggalkannya?

Flashback off

Terbukalah pintu kamar operasi tersebut. Genda yang sedari tadi tidak sabar menunggu langsung menatap penuh harap pada dokter yang baru saja mengoperasi Ilham itu.

"Apa Anda dari keluarga pasien?" tanya si dokter.

"Iya, Dok," angguk Genda cepat.

"Mari ke ruangan saya," perintah orang bergelar Sp.A(K). itu pada Genda untuk ke ruangannya.

__

"Maaf, saya harus mengatakan ini. Stroke yang diderita pak Ilham sudah parah, ada pendarahan bagian otaknya juga. Sehingga ia sulit untuk bicara bahkan, lumpuh. Saya selaku dokter akan mengklarifikasi, kesempatan hidup beliau hanya 3%. Jadi, non Genda cukup merapalkan do'a, supaya hal baik selalu ada buat beliau," terang dokter tersebut.

"3%, Dok?" Lemas, Genda pun merasakan kakinya seperti layu dan tak bisa untuk sekadar berdiri.

"Iya, yang sabar ya, Nak," kata dokter tersebut sambil mencoba menenangkan Genda yang kini akan menangis lagi.

"I-iya, Dok. Terima kasih banyak," timpal Genda kemudian pergi dari ruangan itu dengan sempoyongan.
__

Keesokan harinya_

04.00 AM

Genda tidak tidur sampai pagi. Ia hanya duduk di kursi tunggu dengan matanya yang sudah membentuk cekungan warna hitam di bawahnya. Di-tap ponselnya yang tinggal beberapa persen saja. Ia pun lantas memandangi dirinya yang masih memakai gaun berwarna putih yang diberi Revan semalam.

Genda juga seketika menyadari bahwasanya ia harus mengganti gaun mahal ini dengan Hoodie ungu yang ia pakai sebelumnya.

"Astaga, aku lupa."

VANREVCO

Cukup stress sebenarnya meng-handle semua perkerjaan sendirian.

"Maaf, atas ketidaknyamanan ini. Apapun yang terjadi, aku akan bertanggung jawab atas kalian." Revan pun hanya tersenyum simpul pada bawahannya itu.

"Baik, Bos!" ucap mereka serempak.

"Ternyata, Bang Revan tidak main-main," lirih Rio yang bisa didengar oleh Dion.

"Aku bahkan tak tahu jika ia sampai sejauh ini memutuskan untuk menutup restorannya."
__

Apartemen.

6: 23 AM

Revan pun menuju basement, dan anehnya ia bertemu Friska yang sedang membersihkan mobilnya dengan vacuum cleaner.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Revan heran. Bisa-bisanya gadis itu membersihkan mobilnya tanpa sepengetahuan dirinya.

"Maaf, Bang, jika aku lancang. Aku sekalian mengambil tasku yang waktu camping masih tertinggal di sini," papar Friska.

"Oh iya," angguk Revan mengerti.

___

Revan's house

Bukan perjalanan yang jauh, hanya saja kalau bolak-balik sepertinya tak ada bedanya. Revan merasa di pagi yang begitu kelabu itu membuatnya harus menyetir mobilnya berkali-kali. Ia pun semalam tak bisa tidur. Alhasil, di pagi ini matanya nampak begitu sayu.

"Ck, aku tidak menyerah. Ah, hanya saja ... apa aku keterlaluan, ya?" decak Revan seraya mengusak rambutnya kasar.

Revan lantas memencet bell rumahnya, dan dibukalah pintu tersebut menampilkan sosok adiknya yang masih memakai piyama.

"Dek, kamu mandi gih, setelah ini kita menemui ayah sama ibu," pinta Revan.

"Siap, Kak," balas Ria, adik perempuannya itu.
__

08.11 AM

Revan pun kemudian turun dari mobilnya dan sampailah ia dan adiknya di sebuah pekarangan yang cukup sepi. Hanya ada ilalang dan rumput yang menghiasi tempat tersebut. Tidak lupa bunga kamboja yang berhamburan tersapu angin. Gemericik hujan juga menghiasi suasana pagi di sana. Jalanannya pun terlihat basah tersiram olehnya (hujan). Suasana dingin juga masih menyelimuti si atmosphere di sana tanpa keraguannya.

"Apa kau sudah siap bertemu ayah dan ibu, Dek? Kamu tidak apa-apa kan? Maaf ya, jika kakak mengajakmu pas hujan-hujan begini," ujar Revan sambil mengelus pucuk kepala Ria.

"Tidak apa-apa kak," balas Ria sambil tersenyum simpul. Revan sedikit kecewa sebenarnya, adiknya itu sepertinya lebih kuat darinya. Toh, di umurnya yang remaja ini ia tak pernah mengeluh namanya ingin bertemu ayah atau ibu. Tapi tak tahu juga, bagi Revan ini tetap hal yang berat, karena hidup tanpa orang tua itu bagaikan mati setengah badan.

Hujan yang tadi begitu deras kini berubah menjadi gerimis dan hampir reda. Revan lantas semakin masuk ke dalam tempat itu. Matanya jauh memandang begitu banyak orang yang tertidur pulas dan berselimut tanah.

Hingga berdirilah Revan dan adiknya di dekat gundukan tanah bertuliskan nama 'Rey,' dan yang satunya bertuliskan 'Anggita.' Revan mengelus nisan tersebut, kemudian, menyiramnya dengan air. Tidak lupa ia merapalkan doa untuk kedua orang tuanya yang sudah di surga sana.

"Yah, Bu, maaf kami baru mengunjungi kalian. Apa kalian rindu dengan kami? Ah, pastinya kami sangat merindukan kalian. Maaf, jika sekarang aku dan Ria jarang ke sini menemui kalian. Aku baik-baik saja dengan Ria, kok. Sekarang Ria sudah mau SMA bu, haha. Aku hanya tak ingin melihat dia sepertiku. Aku akan menjaganya."

Ria yang mendengar lontaran kakaknya itu pun lantas tersenyum simpul.

"Ayah dan Ibuku tersayang! Nih, kakak sudah sukses sekarang. Ia juga tampan, pintar, dan punya banyak uang. Cuma satu hal yang membuat dia seperti pria yang menyedihkan. Aku hanya pengin deh kak Revan cepat-cepat nikah dan punya anak supaya aku punya teman di rumah," tepuk pelan Ria pada bahu kakaknya itu sambil tersenyum bangga.

"Hmmm terserah kamu, Dek," timpal Revan pelan.

Namun, saat akan berdiri, mereka dikejutkan oleh suara yang cukup ramai dari seberang jalan.

"Apa itu, Kak?" tanya Ria.

"Sepertinya akan ada sesi pemakaman di sini. Sebentar, kita jangan keluar dulu. Biarkan orang-orang tersebut masuk ke sini," saran Revan pada adiknya itu.

"Oh, iya Kak," angguk Ria mengerti.

"Sebentar ...."

Bonus pict.

TBC

Hai, naega comeback!! Hayuu tinggalkan jejak yaw, biar nikah sama Taehyung-nya kesampaian uwuwuwu 😭

Adakah yang di sini pengin punya kakak seperti Epann?? 😄😢

Love u my readers 💜❤♥
Thank you, sudah support cerita aku, awalnya sedih karena belum ada yang baca, tapi alhamdulillah sekarang sudah menemukan secercah pembaca/harapan yang tentunya kalian adalah penyemangatku, nae joha...

Tertanda

Na/Istri sah Jungkook 💜😂

Continue Reading

You'll Also Like

379K 39.3K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
104K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
24.2K 1.8K 39
[COMPLETE] Aku mau revisi tulisan kacau aku di cerita ini, kalau nemu perubahan cerita sedikit. Mohon maaf ya "I'm Not Psychopath, aku hanya lelaki k...
264K 5.8K 6
Aku pikir aku yang paling menderita. Tapi... setelah semakin kenal dengannya dan tanpa sengaja mengetahui rahasia hidupnya, aku akhirnya tahu. Dibali...