Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

6. At Least •

787 233 226
By anafeey

Setidaknya

"Apa ini?" terdengar suara bas milik Revan yang membuyarkan Rio dan Friska.

"Sialan, mengagetkan saja."

"Lanjutkan saja haha," goda Revan pada dua orang itu kemudian berlalu ke tangga atas.

"Nggak," kesal Rio tidak suka. Ia pun langsung mengambil jarak dari Friska.

Bodohnya Rio, ia juga tak menyadari jika reaksinya yang berlebihan itu sampai menohok hatinya Friska. Semacam reaksi penolakan akan perasaan cinta gadis itu secara tidak langsung. Ketiganya pun beralih saling melempar pandang, tidak bersuara tetapi mata mereka seolah mengatakan sesuatu.

"Fris!" Rio pun menarik lengan baju Friska dari belakang tapi malah dikibaskan oleh gadis itu.

"Sudahlah! Kau memang menyebalkan, Ri!" kecewa Friska kemudian beringsut meninggalkan Rio di sana.
__

"Genda? Namanya sangat langka sih kalau dipikir-pikir. " Revan pun tersenyum simpul kemudian menarik gorden kamarnya sembari menatap lurus pemandangan malam dari balik kaca.
___

Lanjut, pemuda bertubuh jangkung itu pun bergegas mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Jarak dari apartemen ke tempat kursus tidak lah begitu jauh. Cukup dengan waktu 20 menit sudah sampai sana. Revan pun lantas menghentikan laju mobilnya tepat di halaman bangunan yang cukup besar itu. Banyak dari siswa dan pengajar lain di sana yang menyambut Revan dengan gembira. Ia pun berdiri sejenak setelah turun dari mobil, dan mengedarkan matanya pada tiap orang yang menyambutnya. Antara mau bahagia atau tidak, ia sebenarnya masih ragu akan perasaannya.

Apakah ini mimpi? batinnya tidak percaya.

Flashback on

"Hikss, hikss." Terlihat oleh Revan yang mana kakek, nenek, bibi, dan pamannya sedang menangis tersedu-sedu di ruang tengah.

"Mengapa ada polisi! Ada apa ini, hah!" panik Revan. Ia yang baru saja pulang dari sekolah pun lantas melempar tasnya sembarang.

"Ke-kenapa ini? Apa yang terjadi? Ayah mana? Ibu?" bingung Revan, ia merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Hiks, ayah dan ibumu meninggal, Van," ujar bibinya.

"Ti-tidak!"

Brakk!! tanpa aba-aba Revan pun menggebrak pintu di sana.

"Hentikan air mata kalian! Pembohong kalian! Tatapannya pun berubah nyalang pada keempat orang di depannya. Ya, empat orang, ada kakek sekaligus neneknya yang bernama Parvez dan Utari. Tak lupa, ada paman dan bibinya; Irza dan Silfi.

"Hahaha," tawa keras pamannya, Irza. Berubah seratus derajat dari emosi sedih sebelumnya.

"Baiklah, jadi ini yang kalian inginkan!" kecewa Revan.

"Mengapa kalian di rumah saja! mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun dan diam saja begini, hah!" gertak Revan tidak terima dengan reaksi orang-orang di depannya yang terkesan aneh.

"Lupakan! Ini sudah takdir!" nada tinggi lantas terlontar dari mulut kakeknya.

"Apakah seperti ini cara memperlakukan orang yang meninggal?" tatap Revan nanar. Empat orang berumur dewasa itupun hanya menulikan telinganya.

"Aku pergi! Cuih, aku semakin yakin , hati kalian memang tak jauh beda dari iblis!" Revan yang sudah tak habis pikir pun lantas mengambil sepedanya, dan melajukannya ke sebuah rumah sakit.

"Hei bocah! Kau sama saja seperti ayah dan ibumu. Keras kepala!" teriak pamannya yang sudah tidak digubris oleh Revan.

Rumah sakit

Revan sudah sampai di rumah sakit dan berlari ke sana kemari tidak tahu arah. Ia pun mencari kamar jenazah. Tepat di depan pintu dan akan membukanya tangannya pun bergetar hebat. Nalurinya pun memastikan apakah ia sedang di alam mimpi atau kenyataan. Sangat suram dan ia sungguh tak mempercayainya. Perlahan, dengan sedikit ragu yang menyertai, dibukalah kain putih yang menutupi dua manusia yang tak bernyawa di sana. Ya, betapa terkejutnya Revan. Kakinya pun melemas, merasa tak berdaya untuk sekedar bangun.

"Si-siapa yang melakukan ini? Revan tak percaya, Yah/Bu. Mengapa? Mengapa kalian meninggalkanku? Aku harus sama siapa setelah ini? hikss," tangis Revan pecah seraya memeluk dua tubuh orang tuanya yang sudah terbujur kaku di sana.

"Maaf, Nak. Kami tak bisa memproses kasus ini. Orang tuamu itu terbukti bunuh diri."

"Apa? Mengapa Anda tak memeriksa orang yang ada di rumah?"

"..."

"Pak!" geram Revan tak setuju akan perkataan polisi di depannya.

"Bawa anak ini keluar!" titah polisi itu.

Flashback off

Ah, gila. Bisa-bisanya jadi tak fokus. Pemuda itu pun lantas menggelengkan kepalanya cepat. Lanjut, ia pun melangkahkan kakinya ke tempat kursus itu kemudian menelusuri tiap lorong kelas. Baginya, ia tidak menemukan sesuatu yang baru di sana. Ia merasa payah karena sudah lama tidak mengurus usaha milik dirinya dan kakek dari pihak almarhum ibunya itu.

Pukk!

Seseorang menepuk bahunya pelan dengan gulungan kertas.

"Kamu sudah semakin dewasa saja." Seorang wanita dengan setelan kemeja rapihnya menghampiri Revan yang sedang melihat ke setiap sudut ruangan kelas di sana.

"Kayla?" sapa Revan, sambil memastikan.

"Iya, lama sekali aku tidak melihatmu," jawabnya.

"Haha, iya ...,'' jawab Revan seadanya.

"Ini, minumlah." Kayla pun menyodorkan sebotol minuman ion ke Revan.

"Oh, terima kasih," balas Revan sambil tersenyum tipis.

"Ngomong-ngomong, aku jadi teringat saat pertama kali mendaftar menjadi pengajar di kursus ini satu tahun yang lalu. Aku ... merasa beruntung saja bisa mengenalmu. Kau ini keren, di umur yang muda seperti sekarang ini kau punya banyak perusahaan, dan restoran yang terkenal," kata Kayla panjang lebar yang mana membuat Revan sedikit heran.

"Aku hanya bisa berterima kasih padamu, karena kau juga bagian dari orang yang mau membantuku memajukan kursus yang aku bangun," sambung Revan sambil tersenyum simpul.

"Menjadi pengajar di sini rasanya bisa membuatku bahagia. Sebenarnya aku merasa tak pantas mendapatkan hak untuk melanjutkan studiku. Kurasa, aku terlalu mengkhayal. Aku juga sudah membuat orang lain sangat menderita karenaku," ungkap Kayla dengan ekspresi murung.

"Kau pasti bisa jadi PNS, kau kan pintar. Bahagiakan orang tuamu yang yang menyekolahkan dengan susah payah," respon Revan.

"Aku juga sempat kecewa. Namun, gimana lagi. Aku merasa tak pantas mendapatkan apapun," jawab Kayla tak jelas yang mana membuat Revan mengernyit bingung.

"Maksudmu?" bingung Revan sembari menatap dari samping wajah gadis itu.

"Tidak ada ...." Kayla pun menggigit bibir bawahnya.

"Oh, begitu." Karena canggung, Revan pun beralih menatap pepohonan yang ada di depannya sembari mendongak, kemudian menghela napasnya karena cukup sesak. Entahlah, ia juga baru sadar ternyata di samping kantor kursus ada taman sebagus itu.

Kapan aku istirahat, Tuhan? batinnya pelanAku menyadari jika sisa hidupku hanya untuk mencari uang dan uang.

"Van, boleh minta nomor hp mu?" pinta Kayla sambil menyodorkan ponselnya ke Revan.

"Oh, iya. Maaf, nomorku sudah terblokir Jadi, ini pakai yang baru," respon Revan sambil menuliskan sejumlah nomor pada gawai milik Kayla.

"Iya, gakpapa," balas Kayla maklum. Tanpa disadari oleh Revan, Kayla pun menatap Revan dari samping dengan penuh arti.

"Sudah," kata Revan sambil tersenyum simpul.

"Ohh i-iya." Kayla pun gelagapan karena ketahuan sedang memperhatikan pemuda itu.

Diam...

"Makasih," lanjut Kayla.

"Sama-sama,"balas Revan. Ia pun beralih beranjak dari kursi sana. Benar sekali, ia menyadari kalau sedari tadi Kayla memperhatikannya. Hanya saja Revan mencoba untuk biasa saja.

"Hufthhhhh." Kayla menghembuskan nafasnya panjang, menatap punggung bidang itu yang perlahan kabur dari penglihatannya.

TBC

____
Vote dan comment-nya, ya ❤❤❤
Senang sekali jika ada yang mau membaca ceritaku ini, thank you💋!

Continue Reading

You'll Also Like

3.8K 470 13
[COMPLETED] Aeri fikir, pernikahannya akan bahagia jika ia memiliki seorang anak bersama Kim Taehyung. Ternyata Aeri salah. Kebahagiaan yang mereka b...
991K 59.9K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
8K 1.2K 7
[Mature - Dark Fantasy - Romance] Tahun 1930 adalah tahun terburuk untuk Yun Haerin. Gadis berusia 21 tahun itu terpaksa meninggalkan desa dan sauda...
949K 41.4K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...