Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
2. Confusing •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

3. Moved Out •

1.2K 248 310
By anafeey

Pindah

"Sebentar, Genda belum masuk kan, ya?" tanya Revan pada Rio.

"Belum," jawab Rio singkat sambil menyilangkan lengannya.

....

"Bukan gimana-gimana. Tapi ya Ri ... kayaknya, kau itu seumuran deh sama si Genda," kata Revan sembari mengecek arlojinya.

"Kalau seumuran memangnya kenapa, Bang? Ini nih, masuk kerja pakai jalur rasa iba. Jadinya, gak perlu data yang aneh-aneh haha. Tuh, dia datang! Gen! Genda!" sahut Rio sambil melambaikan tangannya.

"Untungnya kau sudah kuanggap adik, kalau tidak sudah kulempar kau pakai spatula-nya Friska," dengus Revan kesal. Sungguh, Revan hanya ingin memastikan saja, tidak lebih dari itu.

"Kau kenapa, Bang. Gerah apa gimana? Haha," ejek Rio sambil cekikikan. Rio tahu, ia sangat suka menjahili Revan karena hidup bosnya itu jauh dari kata bercanda. Sekali bercanda malah pada tidak percaya.

"Ah, maaf, kalau aku terlambat." Itu Genda yang barusan sampai di Vanrevco.

"Gakppa, kita langsung ke atas saja," timpal Rio pelan seraya merangkul pundak gadis itu. Revan yang melihat secara secara sekelebat pun mencoba tak menunjukkan emosi apapun. Ya, emosi. Entah apa namanya, namun cenderung tak suka saat melihat adegan itu.

Lanjut, mereka bertiga pun menuju ke lantai atas, tepatnya di bagian dapur. Rio sama Genda pun nampak mengekori Revan.

"Ia tak mungkin menolak," smirk Revan pelan sembari menarik kemejanya sampai siku.

"Baiklah, karena Genda sudah datang. Tolong semuanya ke sini," titah Revan pada pekerjanya di restorannya itu. Sekarang, mereka pun nampak berbaris rapi di salah satu sisi dapur. Wajah mereka juga sudah nampak serius, penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Revan.

"Jadi begini, aku sudah membelikan apartemen baru khusus si Rio, Dion, Friska, dan juga ... Genda-"

"Hah!" potong si Dion karena kaget. Semuanya pun menatap Dion dengan tak percaya karena menyergah ucapan Revan. Sementara Rio, ia tak segan langsung mencubit pinggang Dion dengan keras.

"Ah, maaf" gumam Dion.

"Revan pasti punya sesuatu," batin Dion penasaran.

"Tenang saja, aku juga akan menyempatkan bermalam juga di sana untuk hari-hari tertentu. Sementara karyawan lain, kalian tidak akan di apartemen. Tetapi, gaji kalian akan aku tambah. Tenang saja," lanjut Revan tak menghiraukan hal barusan.

"Terima kasih banyak, Bos Revan." Mereka serempak merunduk, tanda terima kasih pada Revan.

"Nanti, Dion sama Rio bareng, Friska sendiri karena ia perempuan ...."
Genda yang menunggu ucapan Revan hanya bisa menelan ludahnya kasar. Entah apa yang akan dikatakan Revan. Semoga, nyawanya tidak berakhir saat ini juga.

"Genda sendiri juga, karena ia anak baru," putus Revan.

"Hufthh," Genda hanya menghembuskan nafasnya lega.

"Mengerti semuanya?" lanjutnya.

"Iya, Bos!" jawab mereka serempak.

Malam harinya tepat pukul 2: 13 AM di apartemen yang baru dibeli Revan.

Grrr... grrr... grrr...

"Ini kenapa bang Dion mendengkur terus, sih!" Rio menggoyang-goyangkan tubuh Dion yang sudah terkapar di sampingnya.

"Bang! Kau tidur apa sedang nyanyi? Berisik sekali kau, Bang! Woi!" Rio yang merasa kesal pun lantas menepuk-nepuk bahu Dion beberapa kali. Tapi, sayangnya itu tidak membuat Dion meresponnya dan masih saja mendengkur dengan keras. Tanpa kehabisan akal, Rio yang kesal pun langsung berniat ke kamar Genda.

Tok! Tok! Tok!

"Gen, boleh masuk tidak?" pinta Rio dengan suara paraunya. Maklum saja, ini masih pukul dua pagi.

Grepp!

"Apa yang kau lakukan, Ri?" seseorang menarik tangan Rio dengan cepat.

"Huh, aku mau tidur dengan Genda," ucapnya dengan suara yang sama seperti tadi.

"Jangan!" Revan pun menarik bahu Rio.

"Kenapa, Bang Rev?" tanya Rio sembari mengucek matanya.

"Jangan tidur sama Genda!" desak pria tampan itu pada Rio.

"Tetapi, ia kan laki-laki. Ah, ma-maksudnya daripada dia sendirian mending sama aku."

"Sudah. Kau ikuti saja perintahku. Sana, kau bisa tidur di kamarku," titah Reva kesal karena melihat sikap Rio begitu ngeyel.

"Ya, Tuhan, hampir saja." Revan pun lantas mengelus dadanya lega.

"Hmm, aku jadi tak bisa tidur."

Dilihatnya kini, Rio sudah masuk ke kamarnya dan memejamkan matanya dengan cepat. Sementara dirinya beralih ke lantai bawah tepatnya di samping kolam renang. Ia pun memainkan jemarinya di air kolam renang itu. Dan ...

"Genda?" Revan menoleh pelan.

"Bolehkah aku ke situ? Tidak ngantuk aku," kata gadis menyamar itu.

"Ah, boleh."

"Sebentar, apa kau seorang gay?" tebak Genda to the point pada Revan. Ia takut bosnya tidak normal.

"Kau berani bertanya hal begitu sama bosmu? Aku normal. Apa maksudmu? Aku mengiyakan kamu ke sini karena katanya kamu gak bisa tidur." Revan pun beranjak dari posisi jongkoknya dan berjalan pelan ke arah Genda menatap gadis itu tajam.

"Ah, ya sudah. Bos gak perlu berlebihan begitu reaksinya. A-aku kan cuma memastikan saja."

"Sudahlah, kau tak perlu berpikir sejauh itu tentangku." Revan mulai tidak nyaman.

"Hm, siapa yang memikirkanmu?"

"Iya, kau benar," jawab Revan dingin dan berlalu dari sana meninggalkan Genda.

"Kalau bukan karena uang aku tidak sudi kerja di sini. Dasar bos sialan. Cuma bisa marah-marah saja kerjaannya," umpat Genda masih dalam posisinya di samping kolam renang sana.
__

Vanrevco nampak ramai seperti biasanya. Namun, untuk hari cukup berbeda karena ada perayaan ulang tahun restoran tersebut. Revan sungguh terbawa suasana karena tak lain dan tak bukan dilihatnya Genda yang begitu bungah dengan bekerja di restorannya itu sekarang. Di ruangan pribadinya itu ia pun menatap gerak-gerik Genda yang sedang sibuk menata barang-barang. Entah kenapa? Revan merasa jantungnya bergejolak tidak karuan. Perutnya juga seperti terisi oleh ribuan kupu-kupu yang berterbangan.

Degggg...

"Perasaan ini muncul lagi. Sudah hampir enam tahun ...." gumam Revan yang matanya masih terpaku pada Genda.

Pranggg!

Kaget Revan, refleks ia pun berdiri dari lamunannya itu. Terlihat olehnya jika tubuh Genda bersenggolan oleh Rio kala gadis itu membawa begitu banyak loyang aluminium. Untung saja, loyang itu kosong walaupun itu membuat suaranya begitu keras. Namun, karena Rio yang merasa lebih bersalah jadinya ia yang beralih membawa benda-benda itu supaya ditaruh di dalam almari. Sungguh, hal ini membuat beberapa atensi karyawan lain, terlebih Revan yang kini nampak mengepalkan jemarinya kesal. Sementara Friska, ia hanya menaikkan alisnya yang satu seolah masa bodoh.

"Rio ...." Revan menatap tajam mereka berdua dari balik tirai jendela ruang kerjanya.

"Lagi-lagi," lanjutnya. Pria tampan itu pun beralih meremas kertas yang ada di mejanya dengan gemas.

▫◾▫◾▫◾▫

Acara ulang tahun restoran itu nampak meriah dengan disuguhi beberapa pelanggan setia yang datang. Beberapa di antaranya pun bersorak menyuruh salah satu dari Dion, Rio, Friska, dan Genda untuk menyanyi. Sudah tidak heran memang, karena Rio juga dikenal oleh mereka sebagai idol berkedok karyawan resto.

"Ayo, Fris, kalau mau nyanyi!" tawar Rio ke Friska.

"Ti-tidak!" jawab Friska dengan gugup. Ia bereaksi seperti itu bukan karena disuruh untuk menyanyi, tetapi perkara mengapa harus Rio yang mengatakannya?

"Ya sudah, aku mau sama si Genda, saja," Rio menarik tali apron Genda, hingga ia hampir terjungkal.

"Bodoh sekali, mengapa aku menolaknya," sesal si Friska.

"Eh," Genda terkejut, karena ditarik oleh si Rio.

Semua penonton bersorak melihat keakraban Genda dengan Rio.

"Genda, Rio!"

"Ayo dong! Kalian cocok sekali!"

"Wah, ternyata karyawan baru itu juga bisa nyanyi, ya!"

"Duet yang bagus!"

"Bos Revan harus punya tempat karaoke untuk mereka berdua, nih!"

Revan yang melihat keakraban mereka berdua hanya mendengus kesal. Ditambah mengapa pelanggannya jadi seperti makcomblang yang tidak tahu akan perasaan dirinya. Ia pun akhirnya memilih pergi ke ruang kerjanya.

"Hufthh." Revan hanya bisa  mengelus dadanya sembari menghela napasnya pelan.

Rio dan Genda kini menyanyikan lagu dengan judul, 'Stay' dengan penyanyi aslinya, Kid Laroi ft. Justin Bieber. Beberapa penonton juga sepertinya hafal atau sekedar karena asyik saja dengan irama lagu ini. Suasana di sana pun menjadi semakin meriah dan mengesankan. Jangan bertanya, Genda benar-benar menyanyikan lagu ini dengan suara deep miliknya. Langka, bukan? Tapi, ia memang benar memilikinya. Kendati demikian, Rio, karyawan lain serta pengunjung tidak mencurigai apapun.

"Baiklah, anggap saja Rio tidak mengetahui semua ini." Revan hanya berkacak pinggang seraya membuang pikiran negatifnya.
_

"Kau mau ke mana?" tanya Rio ke Genda yang juga membuka kamarnya di waktu yang bersamaan.

"Aku mau keluar sebentar," jawab Genda sambil menutup pintu kamarnya. Genda terlihat sudah rapi, lengkap dengan kemeja dan topi hitam yang ditentengnya.

"Oh, hati-hati," jawab Rio sambil mengusak rambut hitam lurus Genda.

"I-iya," balas Genda dengan senyum kikuknya. Benar sekali, Genda merasa diperhatikan oleh pemuda itu.

"Oh, aku pergi dulu, sampai nanti," pamit Genda.

"Iya," senyum Rio lebar. Ia pun masih pada posisinya, yaitu menyender di slot pintu kamarnya sambil menatap bahu Genda yang perlahan menghilang dari pandangannya. Cukup, karena Genda sudah ke lantai bawah, Rio pun balik lagi ke kamarnya.

Friska yang baru saja dari kamar mandi langsung segera menyembunyikan dirinya di balik tembok. Ia baru saja melihat pemandangan yang membuat mata nya memanas. Ia hanya merasa aneh saja dengan Genda. Mengapa aura nya berbeda, begitu.

Perpustakaan

"Selamat malam, Pak!" sapa Genda. Wanita manis itu sudah sampai di perpustakaan. Ia biasa menyapa penjaga perpustakaan itu dengan sumringah.

"Astaga! Mengagetkan saja. Dengan siapa ini?"

"Aku Genda, hehe," jawab Genda dengan cengiran di wajahnya.

"Kau ganti gaya rambut? Sudah hampir sebulan kau tidak ke sini, huh," dengus Ilham, si pemilik perpustakaan itu.

"Tolong jangan katakan pada siapapun ya, Pak." Genda membisikkan sesuatu pada pria paruh baya itu.

"Aku benar-benar tidak menyangka." Ilham membulatkan matanya yang sudah ngantuk karena menjaga perpustakaan ini hingga semalaman.

"Iya, hehe" angguk Genda yang akan mencari komik di rak.

Kriettt

Keduanya menoleh ke arah sumber suara.

"John ...."

"Genda,"

Terlihat John yang ternyata memasuki Perpustakaan itu. Atmosphere di sana menjadi semakin dingin di musim penghujan seperti ini. Ketiganya nampak mematung. Genda bingung, tidak lupa si Ilham yang mengira pasti dua muda-mudi ini ada apa-apa.

"Akhirnya aku menemukanmu di sini, by," Ucap John yang berjalan mendekat ke arah Genda.

"Jangan panggil aku seperti itu, John. Aku bukan kekasihmu lagi!"

TBC

Silakan vote dan comment-nya ya, teman-teman🙏

Continue Reading

You'll Also Like

8K 1.2K 7
[Mature - Dark Fantasy - Romance] Tahun 1930 adalah tahun terburuk untuk Yun Haerin. Gadis berusia 21 tahun itu terpaksa meninggalkan desa dan sauda...
264K 5.8K 6
Aku pikir aku yang paling menderita. Tapi... setelah semakin kenal dengannya dan tanpa sengaja mengetahui rahasia hidupnya, aku akhirnya tahu. Dibali...
283K 33.7K 31
[Completed] [Mature - Romance] Seorsum : terlepas Seonna melepas Ann dari hidupnya namun Tuannya selalu mengikutinya, mengusik Seonna agar kembali la...
104K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...