Fall on Deaf Ears [COMPLETED]

By anafeey

23.7K 3.8K 5.6K

Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉... More

1. Nameless •
• The Characters〃
3. Moved Out •
4. Different •
5. Don't Get Me Wrong •
6. At Least •
7. Prestige? •
8. Accompany Me •
9. Let Me Tell You •
10. Don't Lie •
11. Triggered •
12. Play Silly Buggers •
13. The Funeral •
14. You Caught My Eyes •
15. Where We Started •
16. Is it True? •
17. Hard to Resist •
18. Leave No Trace? •
19. Hush •
20. Delirious? •
21. Clear as Mud •
22. What If? •
23. I Saw You •
24. Too Young I•
25. Too Young II •
26. Ex •
27. Revenge •
28. No One's Perfect •
29. Hidden •
30. Astonished •
31. Vaguely •
32. Scariest Feeling •
33. Between Us •
34. The Rain •
35. Dilemma •
36. Overboard •
37. Make a Blunder •
38. Bold Decision •
39. Back to You •
40. There's No Shelter •
41. I'm Not Sure •
42. Dumpstruck? •
43. Wears Me Out •
44-45. I'm All Ears [END] •

2. Confusing •

1.8K 269 381
By anafeey

Membingungkan

Silakan, jangan lupa vote dan komennya 👀😊.

"Dengan Genda, bukan? Kenalin, aku Dion. Haha, kemarin kami tidak tahu kalau bos  kepleset dari tangga. Untung saja ada kamu yang nolongin," kekehnya pelan tak lupa menunjukkan deretan gigi rapihnya.

"Sudah tahu juga, ngapain tanya, Bang? Jelas-jelas ia yang nolongin Bos." Karyawan lain di samping pemuda bernama Dion itu pun lantas mencubit pinggangnya dengan cukup keras.

"Sialan ini. Kan biar akrab!" sinisnya sambil melirik tajam ke arah Rio.

"Salam kenal, Kak Dion," balas Genda sambil tersenyum ramah.

"Aku Rio. Jangan lupa, aku cowok paling tampan di sini sekelas Bang Revan. Tapi ... sebentar, kau beneran cowok, kan? Menurutku, kau itu terlalu manis," celetuk Rio pada Genda sambil merangkulnya pelan. Genda yang merasa risih pun segera menyingkirkan lengan Rio dari pundaknya. Ah, Genda lupa, kalau ia sedang menyamar menjadi pria sekarang.

"Dasar gak jelas, kasihan tuh si Genda. Ia kan nyapa aku, bukan kamu." Dion segera menarik Genda.

"Kau nampak seumuran denganku. Hmm, aku bakal iri, karena kau sudah menolong Bang Revan. Kau pasti bakal dapat tempat spesial sama dia."

"Haha. Kau menyebalkan tau gak, Ri? Lihat, dia jadi risih." Dion pun memutar bola matanya malas lanjut menendang pantat Rio.

"Ekhem, sudah ngobrolnya?" tanya Revan dari atas tangga.

Atensi semuanya pun langsung tertuju pada Revan.

"Pelanggan sudah pada datang! Lagi pada ngapain?" Terlihat Revan yang mengusak rambutnya memakai handuk karena baru saja mandi. Genda pun hanya bisa menelan saliva-nya pelan melihat pemandangan di depannya.Oke, Revan tidak sadar sepertinya.

"Biasa aja kali, cepat tua nanti, hufth...." gumam Rio sambil meniup poni miliknya.

"Aku masih dengar. Sekalipun umurku 1000 tahun, aku akan tetap tampan," narsis Revan sambil berkacak pinggang.

"Maaf, bos kami agak aneh. Jadi, mohon mengertilah," bisik Rio ke telinga Genda.

"Ohh, okelah," angguk Genda pelan dan segera melenggang ke dapur.

Dapur.

"Hai, Kak Friska!"

"Hai, Genda! Oh, Kamu baru, ya? Em,
menurutku kamu terlalu manis untuk ukuran cowok loh, hehe," kekeh Friska pelan.

"Ada-ada saja, Kak." Jangan tanya, pipi Genda memerah mendengar ucapan Friska padanya. Bagaimana tidak memerah? ia takut penyamarannya terbongkar.

"Baiklah, silakan kamu antar ini ke meja nomor tujuh."

"Okay, Kak," angguk Genda, sambil menggapai senampan makanan yang dipesan pelanggan yang dimaksud.

_

Lanjut, Genda pun berjalan perlahan menuju ke meja nomor tujuh. Kaki jenjangnya diangkat dengan begitu ringannya seolah tanpa beban. Ia tersenyum dalam diam. Sungguh, ia merasa bahagia kerena sudah menemukan pekerjaan.

"Ini tuan, silakan menikmati hidangannya." Genda beralih menaruh makanan yang ada di nampan pada pelanggan di depannya.

Genda bisa melihat orang itu lengkap memakai topi, sambil membaca komik.

"Taruh saja," ucapnya dingin.

Namun, saat saat Genda ingin berbalik, orang itu malah memanggilnya.

"Siapa kamu?" tanyanya.

"Hah?" Genda terkesiap.

Genda pun memiringkan kepalanya tanda bingung. Ia seperti tidak asing dengan suara di depannya itu.

"John?" Genda menutup mulutnya tanda kaget.

"Mengapa kau bergaya sepertiku? Haha, maksudku kau menyamar?"

"Diam, bodoh!"

"Kenapa kau lakukan ini, heumn?" tanyanya penasaran.

"Maaf, aku harus ke belakang." Genda.

"Genda," panggil John pelan, seraya mencekal lengan mungil itu.

"Aku tidak ingin melihatmu," tolak Genda. Gadis itu pun beralih membuang muka.

"Tolonglah, wajah cantikmu tidak akan hilang meski kau menyamar seperti ini haha," sindir John karena kesal.

"Apa-apaan ini, hah! Jangan berantem di sini! Pelanggan lain pada lihat!" geram Revan seraya menghampiri John dan Genda. Ya, Revan sebenarnya belum menyadari jika Genda sedang berdebat dengan John. Karena, pemuda bertopi itu membelakanginya dan tetap terpaku pada gadis menyamar itu.

Diam sejenak,

"Kau ini! pagi-pagi sudah ribut saja sama pelangg--" imbuh Revan kesal. Namun, ucapannya pun terpotong tatkala menyadari lawan dari percakapan Genda adalah John. Ia merasa heran, mengapa John berkunjung ke restorannya dengan penuh percaya diri?

"Oh, kau rupanya, aku tidak rugi jika satu orang sepertimu tidak membeli di restoran milikku, paham? Enyah lah dari sini!" usir Revan pada John.

"Baiklah, awas saja, ya!" sinis John, sambil menyeringai ke arah Genda dari pundak lebar milik Revan itu. Sungguh, kodrat seorang wanita dari Genda pun belum bisa beradaptasi secara maksimal. Detik selanjutnya, setelah John pergi, Genda masih dalam posisinya dengan bahu yang bergetar. Revan yang melihat Genda pun hanya berlalu saja. Lagian, ia melihat Genda kan sebagai pria. Masa lemah begitu?

"Kau punya masalah pada si John itu? Awas, hati-hati," bisik Revan pada Genda dan langsung berlalu darinya. Genda hanya merasa merinding, aroma daun mint dari mulut Revan membuatnya terpaku sejenak.

"Uhuk uhuk uhuk." Itu Genda yang tersedak sama ludahnya sendiri.

Malam harinya__

Genda lantas mengendarai sepeda miliknya ke sebuah gang-gang sempit yang cukup jauh dari tempat kerjanya. Kemana lagi jika bukan jalan menuju rumah miliknya. Tentunya, ia tak menyadari jika langkahnya kini sedang diawasi oleh seseorang.

Kriettt

"Melelahkan sekali," desahnya pelan sambil mencopot kaos kakinya.

"Ah, aku lapar," ia pun mengelus perutnya yang keroncongan.

"Ada mie instan tidak, ya?" Genda menggasak lemari di dapurnya. Namun, ia tidak menemukan apapun.

"Nggak ada, hufth." Genda hanya mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas meja tanda bingung.

"Bodoh, seharusnya aku makan saja di restoran milik si bos sensian itu," sesal Genda sambil menendang almari di depannya.

"Akh, sakit ternyata, dasar almari."

_

Karena bingung, Genda pun berniat untuk membeli bakso langganannya. Tidak mahal, hanya saja ia harus membelinya di area yang jauh dari lokasi rumahnya yang kelewat tidak bisa dijamah manusia itu.

"Bang, beli baksonya satu."

"Iya, Neng," respon tukang bakso itu sambil tersenyum.

20 menit kemudian

"Sudah, Bang. Ini duitnya, saya pamit dulu."
Pamit genda kemudian menarik sepedanya.

"Iya, Neng. Hati-hati," jawab tukang bakso paruh baya itu.
__

Genda kemudian menuju 'rumah tua' miliknya. Dibukalah pintu kamarnya, dan merebahkan dirinya dengan posisi terlentang sambil menatap kosong langit-langit ruang minimalis itu. Seperti biasa, ia mulai overthinking. Ah, tapi mungkin itu wajar saja. Mengingat Genda harus tetap bertahan meskipun segalanya dilakukan dengan sendirian. Ya, belum lama ini dia juga sudah berhenti kerja, dengan alasan bos lamanya itu sudah mengganti asisten baru di rumahnya.

Huftth...menyesakkan sekali, bukan?

Ia pun beralih membolak-balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri di atas kasur usang miliknya dengan gusar. Ia hanya memikirkan apakah penyamarannya diketahu oleh Revan. Ia takut jika itu sampai terjadi. Entahlah, Ia merasa, hidupnya itu benar-benar seperti sebatang kara.

"Mimpiku juga sudah hangus. Ah, aku tak tahu lagi. Sepertinya Ayah memang sudah lupa denganku."

Drttt ... drtt ... drtt

Terdengar bunyi telepon masuk membuyarkan lamunannya sejenak. Genda pun meraihnya tepat di nakas tempat tidurnya. Genda juga sudah mempersiapkan suaranya supaya mirip laki-laki.

"Iya, Bos Revan, ada apa ya?" tanya Genda.

"Jangan panggil bos, ya," pinta Revan.

"Haha, anda kan bos saya," protes gadis itu.

"Panggil saja kakak, dan jangan terlalu formal."

"Oh, oke, Kak Revan. Ada apa?"

"Kau besok harus tinggal di apartemen."

"Hah! Maksudnya?!"

"Gak usah sok kaget."

"Jangan bilang kak Revan argggh aku kan sedang menyamar sebagai pria. Tapi, kenapa ia berbicara lembut sekali padaku? Tidak seperti tadi pagi, bahkan, mata tajamnya itu seolah selalu melahap siapapun di depannya," batin Genda.

Ia pun hanya mondar-mandir tidak jelas di kamar miliknya yang luasnya tidak seberapa itu.

Begitulah yang Genda sedang pikirkan. Ia merasa aneh saja. Ketakutan akan Revan jika ia mengetahui penyamarannya yang mana akan membuatnya tidak bisa bekerja lagi.

"Kok diam? Gimana?"

Gimana, ya? Ji-jika besok aku ke tempat kerja sambil membawa koper kemungkinan aku mengiyakan hal ini.

"Hmm, ya sudahlah terserah kamu."

Tutttttttttt.

Genda pun malah memainkan lidahnya sambil berpikir keras setelah Revan mematikan panggilan itu. Sebenarnya, Genda merasa bimbang, masa ia harus meninggalkan 'rumah tua' miliknya ini?

"Hufthhh," hembus nafasnya pelan.

"Tapi, boleh juga lah ya," gumamnya, sambil kini tersenyum penuh arti.

Flashback on

"Ya Tuhan, aku memang benar-benar ingin tahu ia itu seperti apa? di mana ia tinggal, bersama siapa? anak siapa? "

"Arggh, ini membuatku frustasi." Revan mengusak rambutnya kasar.

Ckittt

Karena penasaran, Revan mencoba membuntuti Genda hingga ke rumahnya.

Bisa-bisanya ia menaiki sepeda butut itu untuk sampai sini," heran pemuda itu.

"Bahkan, ia tinggal sendirian di rumah yang terpencil di hutan seperti ini? "

Bagaimanapun juga, Revan adalah sosok yang peduli dengan karyawan yang bekerja di restorannya. Tidak peduli ia pria ataupun wanita.

"Siapa, ya, perempuan di sana? Revan kaget, sekaligus bingung. Apa Genda punya kekasih? Ah, tidak mungkin," begitulah yang ia pikirkan.

Karena posisi Revan yang semakin penasaran, mata doe-nya pun perlahan memicing pelan. Benar saja, Revan kini disuguhkan dengan sesosok wanita dengan memakai piyama warna dusty pink-nya dan bando panda nya yang menurutnya lucu.

Iya, lucu, karena seperti 'tak mungkin bagi Revan.

"Tapi, itu bukan sejenis pasangan sah atau kekasih Genda, atau apapun itu, melainkan ...."









"Ge-genda? Ia sendiri?"







"Sebentar! Dia membohongiku?

Flashback off
.
.
.
.
.
.
.
TBC

HAYOHH ... KETAHUAN, KAN 🌚

Vote dan comment-nya ditunggu, yaaaa😊

Continue Reading

You'll Also Like

2.1K 365 10
❗️FOLLOW DULU SEBELUM BACA❗️ ✨️SLOW UP✨️ Pikiran kolot orang tua yang tinggal di desa menganggap seorang wanita berusia di atas 22 tahun sudah seharu...
38.9K 2.6K 11
Semua hubungan kita didasari oleh paksaan dan tak ada satupun yang diawali dengan cinta. Lalu mengapa kita masih bertahan?
57.6K 5K 23
VRENE VERSION☑ Dua puluh lima macam sensasi berfantasi liar nan menakjubkan bersama dunia imaji Kim Taehyung dan Bae Irene. This is our story. ©bban...
951K 77.8K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...