Days Gone By

De hourdayhi

6.5K 1.4K 519

Hari-hari yang terus berlalu tidak akan memberitahu ke mana hidup dan hati ini berlabuh. Semua adalah rahasia... Mai multe

Start
00: Introduce
01: How about?
02: Meet again
03: What a surprise
04: Should I?
05: Busy world
06: Little story
07: Little story (2)
08: Moving
09: New things happen
Special Chapter
11: Beginning of all
13: Accident
14: Bad day, bad luck
15: Didn't expect it
16: For you
17: Interaction
18: I guess is a yes?
19: Let me tell you
Special Chapter
21: Neighbour
22: Lost and found
23: Lost and found (2)
24: Destiny
25: That feeling when ...
26: Less or more
27: You'll get hurt too
28: For the first time
29: Talk that talk
Special Chapter
31: Just my type
32: Save me
33: Save me (2)
34: Let You Go
35: The reason
36: The truth
37: I don't know if you're ...
38: Keep falling on you
39: Keep falling on you (2)
Special Chapter
41: Them
42: Them (2)
43: Them (3)
44: Them (4)
45: Them (5)
46: Green Light
47: Walk with me
48: There She Goes
49: There She Goes (2)

12: One by one

171 43 13
De hourdayhi

Setelah berkendara selama kurang lebih dua puluh menit, Jae akhirnya tiba di depan kafe satu lantai milik Lyra. Begitu pintu mobil terbuka, angin musim gugur yang dingin berhembus pelan ke arahnya. Jae mengeratkan mantelnya kemudian berlari menyeberang ke kafe Lyra.

Tring!

Bunyi lonceng kecil yang dipasang di atas pintu menandakan bahwa Jae sudah memasuki tempat yang baru buka selama beberapa bulan ini. Suasana di kafe tidak terlalu ramai. Mungkin akan bertambah ramai saat malam hari mengingat sekarang weekend.

"Wow, look who's here. Morning Doctor Park."

Lyra yang sedang berdiri di depan kasir terheran-heran melihat kedatangan pria tinggi dengan kacamata di depannya ini. Biasanya Jae datang ke kafenya saat ada panggilan live music saja, tapi kali ini dia datang sendiri ke sini.

"Yeah, morning. Pesan seperti biasa."

"Biasa yang kau maksud itu adalah yang kau bayar 'kan?" tanya Lyra. Kata 'biasa' yang Jae maksud adalah bayarannya kalau sedang live music di sini. Minuman atau makanan kecil disediakan khusus untuk Jae, gratis.

"Ya, ya. Aku bayar," jawab Jae sambil menyodorkan selembar uang. "Meja pojok," kata Jae memberitahu letak tempat duduknya dan langsung pergi dari hadapan Lyra yang tangannya sedang menyodorkan sesuatu.

Perempuan yang berada di depan kasir itu tersenyum kesal. Pria jangkung yang baru berlalu dari hadapannya tadi menghiraukan tangannya yang sudah menyodorkannya bel pemanggil pesanan.

Dasar kau Park Jaehyung, untung teman.

Meja pojok di dekat jendela adalah posisi yang paling pas untuk Jae. Tidak terlalu mencolok dan berisik tapi bisa mengamati seisi kafe.

Pria ini melihat interior tempatnya berada. Meskipun Jae datang saat first opening kafe dan sudah pernah beberapa kali ke sini, tapi belum pernah ia melihat seisi kafe Lyra dengan cermat. Temannya yang satu itu pintar sekali memilih tema. Warna coklat dan hitam yang mendominasi benar-benar cocok untuk tempat ini.

Jae pernah mendapati ulasan tentang kafe Lyra di sebuah blog milik seseorang saat sedang menjelajah internet. Tulisannya berisi review dari si pemilik blog terhadap makanan dan minuman serta pelayan di Kafe Glory. Si pemilik blog juga menuliskan bahwa kafe ini adalah hot place, cocok dijadikan tempat santai bersama teman atau pasangan.

"One hot coffee without sugar."

Jae memalingkan wajahnya ke nampan yang baru saja tiba di mejanya. Lyra menaruh kopi pesanan Jae dan sebuah mangkuk kecil berisi sesuatu.

"Thank you, and ... what is this?" tanya Jae begitu melihat makanan aneh yang tersaji di dalam mangkuk kecil di hadapannya.

"Dried squid. Never tasted it before?"

Lyra bertanya sambil menguyah cumi yang kalau dilihat-lihat memiliki tekstur keras.

Jae menggeleng sambil mengernyit. "No. Is it good?"

"Of course. Ahjumma toko sebelah yang memberikannya. Anaknya pengusaha cumi kering jadi dia memberiku secara gratis."

"Sejak kapan kau suka cumi kering?" tanya Jae. Perempuan yang sudah menjadi kawannya selama tinggal di LA ini hanya menyukai makanan western, meskipun ada darah Korea yang mengalir deras di dalam tubuhnya. 

Lyra mengendikkan bahu. "Tidak tahu." Kemudian ia menyodorkan mangkuk kecil di tangannya. "Wanna try it, Mr. Park?"

Tanpa menjawab apa pun, Jae mengambil satu cumi kering yang ukurannya kecil. Menguyahnya sebentar lalu menelannya. "Not bad," ungkap Jae. Rasanya tidak terlalu asin tapi enak untuk lidahnya. Selain lobster, ternyata cumi kering juga enak.

"By the way, bagaimana dengan temanmu? Apa dia sudah pindah?" tanya Lyra sambil mengunyah cumi.

Bukannya menjawab, Jae malah bertanya, "Kau tidak punya kegiatan lain? Menjaga kasir atau semacamnya? Menganggu pelanggan tidak akan menjadikanmu pemilik gedung."

Lyra mendecak, lalu menunjuk meja bar. "Aku tidak perlu menjaga kasir. Sudah ada pegawai baru yang melakukannya. Lagi pula ada Taeri yang setia menjaga kafe," ujarnya. "Jadi, bagaimana? Apa kau dan temanmu itu sekarang tinggal bersama?"

"Bukan tinggal bersama. Dia hanya akan tinggal sementara saja. Setelah renovasi apartemennya selesai, hubungan roommate kami selesai."

"Siapa namanya?"

"Dowoon."

"Oh, Dowoon."

"Kau mengenalnya?"

"Tidak."

Jae memutar bola matanya malas. Kalau dipikir-pikir perkataan Lyra ada benarnya. Jae sama sekali belum pernah memperkenalkan keempat temannya itu pada perempuan ini. Sedangkan Lyra malah tertawa melihat ekspresi Jae yang terlihat agak menggemaskan karena mata kecil pria itu.

Obrolan ringan mereka dimulai dengan pertanyaan Lyra. "So, tidak ada yang mau kau bicarakan? Maybe you're meeting someone or cerita aneh pasienmu? Aku akan sangat senang jika kau bercerita tentang pasienmu."

Jae menggeleng sambil menggigit cumi kering. "Dari pada bicara tentang pasienku, lebih baik kita berbicara tentang kau, Lyra."

Jae berbicara dengan mulut sibuk mengunyah cumi kering yang keras. Tangannya mengambil sesuatu dari saku mantel.

"Aku? Nothing special. Mungkin aku han—"

"Ini. Apa yang harus kujawab?"

Kalimat Lyra dipotong oleh Jae. Pria itu menunjukkan chat di ponselnya dengan display name seseorang yang Lyra sangat kenal.

"Tunggu. Ini mantanku yang brengsek? Kapan dia mengirimimu pesan?"

Lyra memajukan badannya untuk melihat keseluruhan chat Jae dengan mantan kekasihnya
. Tidak ada niat untuk merebutnya dan membacanya sendiri.

"Baru-baru ini. Aku juga tidak tahu kenapa mantan brengsekmu mengirimiku pesan."

Keseluruhan chat hanya berisi mantan kekasihnya yang berbasa-basi menanyakan kabar Jae dan sebagainya, tapi kemudian saat tangan Lyra bergerak ke chat yang paling bawah, matanya berubah tajam dan alisnya berkerut.

"Jangan dibalas!"

Isi chat terbaru dari mantan kekasihnya itu adalah menanyakan kabar Lyra. Chat itu sudah terkirim dari kemarin yang artinya sampai sekarang Jae belum membalasnya dan Lyra bersyukur akan hal itu.

"Jangan dibalas! Jangan pernah!" tegas Lyra. "Kenapa kau tidak menghapus atau memblokir nomornya?" lanjutnya penuh penekanan.

"Kenapa aku harus melakukannya? Yang punya masalah kalian berdua. Tidak ada gunanya bagiku melakukan hal yang kau suruh."

Lyra diam. Apa yang Jae ucapkan ada benarnya. Masalahnya hanya berpusat pada dirinya dan sang mantan, Jae tidak ada sangkut pautnya. Meskipun Jae juga melihat kejadian itu, bukan berarti temannya ini juga terlibat dalam hubungan yang sudah kandas.

Percakapan tentang Jae dan mantan kekasih Lyra berhenti di sini. Jae mengubah topik pembicaraan ke hal yang lain.

Obrolan ringan mengalir begitu saja sampai tidak sadar kalau matahari mulai meninggi di luar sana. Jam tangan Jae menunjukkan pukul sebelas siang, berarti sudah dua jam lebih ia di sini. Jae memutuskan untuk pulang. Di rumahnya itu masih ada satu manusia yang belum ia temui dari tadi pagi. Dowoon pasti sudah kembali—dari entah mana—dan mengacak-acak unitnya dengan keripik kentang yang berserakan.

"Jae!"

Teriakan dari Lyra menghentikan langkah Jae yang sedang berjalan ke mobilnya yang terparkir di seberang sana.

"Untukmu dan Dowoon."

Lyra memegang tangan Jae lalu meletakkan sebuah toples kecil berisi cumi kering yang mereka makan tadi.

"Thanks."

Jae tersenyum kecil. Lyra seperti tahu isi hatinya yang menginginkan makanan kecil ini untuk dibawa pulang. Mulai sekarang mungkin cumi kering menjadi seafood favoritnya yang kedua setelah lobster.

Setelah memberi Jae cumi kering, Lyra melambaikan tangannya. "Bye. Kapan-kapan mampir lagi!"

Jae balas melambai sambil tersenyum tipis sebelum masuk ke dalam mobilnya. Di dalam mobil, Jae membuka toples pemberian teman perempuannya tadi. Berkendara sambil makan cumi kering. Tidak buruk dan mengenyangkan perutnya. Pria itu menyalakan mesin mobil lalu pergi dari sana menuju ke apartemennya kembali.

Weekend berlalu, terbitlah weekday.

Hari ini Dowoon bersama dengan perawat Seo melakukan visite ke bangsal anak. Bangsal yang berisik pada siang hari dan sunyi waktu malam ini menjadi tempat singgah Dowoon selain PICU dan ruangannya. Banyak anak kecil imut nan manis yang bisa menyegarkan batin Dowoon yang kelelahan, namun keadaan para anak kecil ini sedang sakit. Untuk itu, Dowoon datang untuk menyembuhkan mereka.

Dinding di sepanjang lorong bangsal anak dihiasi dengan berbagai stiker animasi dan ada juga beberapa pelangi di sudut lorong. Rumah sakit berusaha membuat suasana di lantai khusus anak-anak ini berwarna meskipun terkadang tidak terlalu berguna karena masih ada beberapa anak yang menangis kala melewati lorong ini dan masuk ke ruang rawat inap.

"Halo semua!"

Kepala Dowoon menyembul sedikit dari balik pintu. Dokter satu ini menampilkan senyum lebar dengan mata yang melengkung sempurna.

"Pak Dokter!"

Suara teriakan girang anak-anak di dalam kamar inap membuat senyuman Dowoon bertambah lebar—hampir mirip Joker. Sapaan antusias anak-anak ini membuat Dowoon tidak terlihat seperti seorang dokter, tapi seorang guru taman kanak-kanak yang masuk ke dalam kelas. Dowoon membuka pintu geser sepenuhnya dan masuk ke dalam.

Di dalam kamar inap terdapat enam tempat tidur yang masing-masing sudah diisi oleh para pasien kecilnya. Sebelum mulai melakukan pemeriksaan, Dowoon menundukkan badannya sedikit menyapa para orangtua. Para orangtua pasien membalasnya dengan senyuman ramah.

Kemudian pria itu berjalan ke salah satu ranjang yang berada di dekat pintu masuk.

"Hari ini Bohyun mau pulang?" tanya Dowoon dengan nada manja. Dowoon tidak geli mengeluarkan suara semacam ini. Nada ini keluar khusus untuk pasien kecilnya, tidak untuk orang lain.

Bohyun mengangguk. "Hari ini Bohyun pulang."

Dowoon mengacak-acak rambut Bohyun gemas. Setelah dirawat selama seminggu, anak berusia 8 tahun ini akhirnya diizinkan pulang hari ini.

"Untuk informasi selengkapnya akan dijelaskan di luar. Mari," ujar perawat Seo pada orangtua Bohyun. Mereka pamit sebentar untuk keluar ruangan, meninggalkan Bohyeon dan Dowoon.

Dowoon kemudian mengangkat pasien kecilnya itu dan memindahkannya ke gendongannya. Bohyun mengaitkan tangannya di leher Dowoon. Mata anak itu tertuju pada tanda pengenal orang yang sudah merawatnya selama seminggu ini.

"Kenapa, Bohyun?"

Manik mata Dowoon menangkap anak di gendongannya ini menatap dirinya seperti punya seribu pertanyaan.

"Apakah seru menjadi dokter?" tanya Bohyun.

Dowoon berpikir sebentar. Pertanyaan Bohyun ini yang pertama untuknya. Kalau boleh jujur, profesi ini melelahkan dan merepotkan, tapi ia tetap suka. Apalagi dokter anak setiap hari bertemu dengan anak-anak yang manis, bisa dipastikan kalau Dowoon semakin menyukai bahkan mencintai pekerjaan ini.

"Tentu saja! Kalau jadi dokter, nanti Bohyun bisa menyembuhkan orang yang sakit lalu mendapat uang sebagai imbalannya," jawab Dowoon sangat jujur.

Mulut Bohyun terbuka sambil mengangguk polos. Dowoon tersenyum melihat reaksi Bohyeon yang menurutnya imut.

Dowoon mengembalikan lagi pasien kecilnya ke tempat tidur. Di saat yang bersamaan, pintu ruang inap terbuka dan memperlihatkan perawat Seo dan ibu Bohyun masuk kembali ke ruangan

"Terima kasih banyak, Dokter."

Ibunya Bohyun menundukkan kepalanya tanda terima kasih pada orang yang sudah merawat anaknya. Dowoon membalas dengan menundukkan kepalanya juga.

Melihat sang ibu berterima kasih, Bohyun juga melakukan hal yang sama. "Terima kasih, Dokter."

Dowoon tersenyum mendengar pasien kecilnya berterima kasih. Terima kasih adalah kata-kata yang membuat hatinya terharu. Sepele memang, tapi hal ini bisa membuat hati Dowoon berbunga-bunga sepanjang hari.

Setelah Bohyun dan ibunya pulang, Dowoon bersama dengan perawat Seo keluar ruang inap. Perawat Seo pamit untuk kembali ke nurse station yang ada di lantai bangsal anak dan Dowoon berencana untuk ke pergi PICU, memantau para pasien kecilnya lagi.

Dowoon menempelkan tanda pengenal rumah sakitnya pada sebuah mesin kecil di samping pintu masuk PICU. Di saat yang bersamaan dengan terbukanya pintu, ponsel di saku snelli-nya berdering.

"Halo?"

"Dokter Yoon. Ini Dokter Jo Yeoreum dari ER. Ada pasien anak kecil umur 5 tahun jatuh dari mobil. Kondisinya pingsan."

Alis Dowoon berkerut mendengar penuturan perempuan di seberang sana.

Anak lima tahun jatuh dari mobil? Bagaimana itu bisa terjadi?

"Oke, aku segera ke sana." jawab Dowoon. Tanpa basa-basi, dokter ini langsung berlari sekencang mungkin menuju ER.

Setelah Bohyun kembali sehat dan pergi dari sini, ada satu pasien lagi yang harus Dowoon tangani. Selalu seperti ini. Satu pergi dan satu datang.

Mumpung ide ngalir, mari kita update!

Oh ya, mau cerita. Sebenernya nama Bohyun tuh datengnya dadakan. Tiba-tiba kepikiran nama yang aneh terus dateng deh Bohyun. Tapi nama ini beneran ada orang Korea yang pake. Ahn Bohyun, dia aktor di drama Itaewon Class & Her Private Life. Mungkin aku pas lagi mikirin Bohyun 8 tahun, lagi mikirin Bohyun 33 tahun juga 😂

See you guys di next chap~

Terima kasih yang udah baca & jangan lupa vote&komen
Hira

Continuă lectura

O să-ți placă și

12.9K 1.8K 33
Bertahan dalam suka duka menjalin hubungan adalah bukan perkara mudah. Menjalani semuanya dengan penuh keikhlasan saat musibah singgah dalam kehidupa...
449K 4.7K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
1M 63.4K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
110K 11.4K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...