ππ’π˜π‚π‡πŽππŽπ’π’ : 𝐈𝐭𝐚...

By jichu_127

13.2M 1.1M 428K

β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter... More

Chapter 00 - Prologue
Chapter 00.5 - Weird as Fuck!
Chapter 01 - Italian Mafia Boss
Chapter 02 - Fuck Society!
Chapter 03 - Motherfuckin' Starboy
Chapter 04 - Alcohol and Drugs
Chapter 05 - First Sex
Chapter 06 - Psychopath's Lovely Girl
Chapter 07 - The Devil Wants Her
Chapter 08 - 36 Hours Missing
Chapter 09 - Hot Red Velvet
Chapter 10 - Blood Sweet and Tears
Chapter 11 - Natural Tatto; 'ACE'
Chapter 12 - Like, Wtf?
Chapter 13 - Romeo, Save Me!
Chapter 14 - Crazy Game
Chapter 15 - More Than The Devil
Chapter 16 - You Sick, Son of a Bitch!
Chapter 17 - The Master of Manipulate
Chapter 18 - Danger! Danger! Danger!
Chapter 19 - His Weird Fetish
Chapter 20 - Can a Psychopath Fall In Love?
Chapter 21 - Looks so Pathetic
Chapter 22 - Daddy Issues
Chapter 23 - Stockholm Syndrome
Chapter 24 - His Revenge
Chapter 25 - Psychopath's Idealism
Chapter 26 - What is Love?
Chapter 27 - Checkmate
Chapter 28 - Sex Before Marriage
Chapter 29 - His Tattoos
Chapter 30 - Annoyed and Disgusted
Chapter 31 - Me and You in the World
Chapter 32 - Love and Obsession
Chapter 33 - Brown Eyes
Chapter 34 - His Fiancee
Chapter 35 - His Future Wife
Chapter 36 - We are Making Love?
Chapter 37 - Who is He/She?
Chapter 38 - Loved by the Devil
Chapter 40 - Begging You; "Please Don't Go"
Chapter 41 - Don't Die!
Chapter 41.5 - Chara Description
Chapter 42 - Dear Mom
Chapter 43 - No Horny
Chapter 44 - Touch Her, You Die
Chapter 45 - Umm ... Want You
Chapter 46 - Marry You
Chapter 47 - Me, You, Bed, Now.
Chapter 48 - No Bra ... Hm?
Chapter 49 - Consume Me, Please
Chapter 51 - Don't Touch My Wife!
Chapter 52 - He's Dead
Chapter 53 - Sex Slave
Chapter 54 - He's Still Alive
Chapter 55 - The Good Husband
Chapter 56 - I'm (not) Fine
Chapter 57 - It's Okay, Baby
Chapter 58 - Wanna Kiss Me?
Chapter 59 - Let's Make a Baby
Chapter 61 - The Good Father
Chapter 62 - Screaming on the Bed
Chapter 63 - It's Me; Romeo
Chapter 64 - I Want to Eat You
Chapter 65 - Sex with You
Chapter 66 - I See Red
Chapter 67 - Get Naked in Front of Me
Chapter 68 - Baby Girl
Chapter 71 - Partner in Crime
Chapter 72 - Wedding Anniversary
Chapter 73 - Marry Me, Please
Chapter 74 - Sexy as Fuck
Chapter 75 - Fvcking in the Car
Chapter 76 - Psychopath's Baby
Chapter 77 - The Devil's Son
Chapter 78 - Tell You; "I Don't Go"
Chapter 79 - Lil' Monster
Chapter 84 - Epilogue + VOTE COVER
Chapter 85 - EXTRA + INFO HARGA
Chapter 86 - EXTRA + OPEN PO

Chapter 49 - Dissociative Amnesia

107K 13.1K 2.9K
By jichu_127

selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan 🙏

sebelum baca jangan lupa tumbuk bintangnya ya. sama minta komennya, boleh? mohon tandai typo juga

Klan mafia yang dipimpin oleh Alessandro berada di ambang kehancuran ketika Alessandro terbaring tak berdaya di atas ranjang besarnya. Sepulang dari pertemuan bersama para pemimpin klan mafia lain, Alessandro jatuh sakit, ia didiagnosis menderita HIV/AIDS.

Di saat itu, para anggota terbagi menjadi dua fraksi; fraksi oposisi atau pemberontak yang berisikan golongan muda yang menuntut untuk segera dilakukan pergantian pemimpin, serta fraksi solider yang berisikan golongan tua yang sangat setia kepada pemimpin mereka.

Ace, satu-satunya keturunan Alessandro, didesak untuk segera mengambil keputusan---ia harus memilih antara mengantikan Alessandro atau menunggu keputusan ayahnya itu.

Hingga tibalah saat di mana ia menemui Alessandro di kamarnya.

"Ayah, keadaan menjadi semakin kacau dan tidak terkendali. Mereka terbagi menjadi dua fraksi yang kini terlibat perang dingin. Tinggal menunggu terkena sedikit saja percikan api, maka sudah bisa dipastikan kedua fraksi tersebut akan saling bertempur hingga mati," jelas Ace yang duduk di tepi ranjang seraya melihat kondisi Alessandro yang memprihatinkan.

"Bunuh, Jav," titah Alessandro dengan suara lemah. "Bunuh siapa pun yang tidak setia kepadaku. Bunuh semua anggota fraksi yang berkhianat itu. Bunuh mereka semua. Bunuh!"

"Sesuai perintahmu, Ayah," balas Ace mengangguk sekali. Kemudian ia mengeluarkan pisau bedahnya dari saku jas, mengarahkannya ke leher Alessandro, menyayatnya hingga darah Alessandro menciprat ke mana-mana.

"Akhh!" Kedua mata Alessandro membelalak lebar menatap Ace. "Jav? Kenapa kau---" Alessandro tercekat tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia memegangi lehernya yang berdarah-darah. Nyawanya sudah berada di ujung tanduk.

"Kau sudah melakukan banyak dosa, Ayah. Jika kau terus hidup, kau akan terus menumpuk dosa. Inilah alasanku datang ke sini. Aku datang sebagai sosok dewa yang akan menyelamatkanmu, membebaskanmu, menghentikan semua kejahatanmu. Jadi, matilah! Mati dan susul jalangmu itu ke neraka!"

Jleb.

Ace menusukkan pisaunya ke leher Alessandro dalam-dalam, membuat Alessandro tidak bernapas lagi dengan mata melotot dan mulut terbuka lebar.

Bangkit, Ace memberikan tatapan merendahkan kepada jasad ayahnya. Di leher Alessandro masih tertancap pisau bedah, darahnya masih terus keluar meskipun sang empu sudah tidak bernyawa.

"Berterima kasihlah kepadaku, Ayah. Beri tahukan kepada semua penghuni neraka bahwa aku lah orang yang telah mengirimmu ke sana."

Ace tertawa kemudian, "Hahahaha, hahahahaha."

Ia membungkuk untuk meneriaki jasad ayahnya, "Lihat dirimu yang menyedihkan ini. Lihat! Sampah. Kau adalah sampah! Bagaimana, Alessandro?! Pada akhirnya aku yang menang! Pada akhirnya kau hanyalah bedebah sialan yang tidak bisa berbuat apa-apa! Hanya aku! Hanya aku yang bisa menyelamatkan klan yang sudah berada di tepi jurang kehancuran!"

Ace kembali tegak. Ekspresinya yang semula senang lengkap dengan senyuman lebar di bibirnya, kini berubah datar, selanjutnya berubah terkejut. Keningnya mengerut memandangi jasad ayahnya dengan tanda tanya besar di wajahnya. "Ayahku ... terbunuh?"

Ia menoleh ke belakang, melihat pada seseorang yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

"Romeo, siapa yang telah membunuh ayahku?"

Kamu pernah mendengar tentang Amnesia Disosiatif?

Amnesia disosiatif merupakan jenis gangguan disosiatif yang melibatkan ketidakmampuan seseorang untuk mengingat informasi pribadi yang penting. Gangguan disosiatif sendiri ialah penyakit mental yang melibatkan gangguan pada ingatan, kesadaran, identitas, dan/atau persepsi.

Amnesia disosiatif dapat terjadi saat orang tersebut memblokir informasi tertentu, misalnya peristiwa yang berhubungan dengan trauma atau stres, sehingga hal tersebut dapat membuat dirinya tidak mampu mengingat informasi-informasi pribadi yang penting. Gangguan ini berkaitan dengan stres luar biasa yang kemungkinan besar merupakan akibat dari sebuah peristiwa traumatis seperti perang, kecelakaan, pelecehan seksual, bencana alam, serta peristiwa pembunuhan/pembantaian.

Pada amnesia disosiatif, ingatan yang terlupakan tersebut sebenarnya masih ada, tapi tersimpan sangat dalam di pikiran dan tidak dapat diingat. Namun memori tersebut dapat kembali muncul dengan sendirinya atau setelah dipicu oleh sesuatu yang ada di sekitar orang tersebut.

Trauma. Ace mengalami trauma yang mengakibatkan beberapa memorinya hilang, dan baru muncul kembali setelah Romeo memicunya.

Di satu sisi, Ace sangat mengagumi ayahnya, tapi di sisi lain, Ace juga sangat membencinya. Kagum dan benci jadi satu. Mungkin hal tersebutlah yang membuatnya secara tidak sadar memblokir memori pada peristiwa pembunuhan ayahnya, yang ternyata dirinya sendiri lah pelakunya.

"Ahh, ya, aku ingat sekarang," kata Ace sembari masih memegangi kepalanya yang berdenyut sakit.

"Jadi, selama ini, orang yang kucari-cari adalah diriku sendiri?" tanyanya dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

Ace mendongak dan merentangkan kedua tangan lalu tertawa, "Hahahaha ... hahahahah ... HUAHAHAHAHAH! Alessandro mati, di tangan putranya sendiri! Alessandro dibunuh oleh anaknya sendiri! HAHAHAHAH! Kenapa?! Kenapa peristiwa seindah itu bisa hilang dari ingatanku?!"

Ia kembali melihat pada Romeo yang masih mempertahankan ekspresi datarnya. "Tapi, tidak apa-apa, berkat dirimu, aku mengingatnya sekarang. Terima kasih, Romeo." Ace melemparkan senyuman senang ke arah Romeo.

"Tadinya, aku sempat menduga bahwa dirimu yang telah membunuh Alessandro. Tapi ternyata bukan. Maaf karena sempat berprasangka seperti itu terhadapmu. Ternyata, orang itu, aku sendiri. Bagus. Diriku memang tidak pernah mengecewakan. Aku kagum terhadap diriku sendiri. Ahahahahahaha!"

"Besok malam," sela Romeo, membuat Ace menghentikan tawa bahagianya. "Ayo kita selesaikan semuanya besok malam."

Tatapan Ace berubah dingin, "Menyelesaikan apa?"

"Semuanya."

"Aku pulang."

Suara bass dari seseorang membuat Cassandra yang mulanya hendak masuk rumah jadi terhenti. Ia menoleh ke belakang, lalu mendapati Nate berdiri di depan undakan tangga lengkap dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Selamat datang," sambut Cassandra membalikkan seluruh tubuhnya.

Nate naik, mendekat kepada Cassandra seraya merentangkan kedua tangan, "Mau memelukku?"

Cassandra justru memukul pelan dada bidang Nate, lalu keduanya tertawa singkat.

"Sudah sembuh total?"

"Pecandu sepertiku tidak bisa sembuh total meskipun sudah menjalani rehabilitasi, karena sebagian sarafku sudah rusak, rusak parah," jelas Nate sembari mendudukkan diri di undakan. Cassandra menyusul duduk di sebelahnya.

"Rumah yang sudah pernah dihantam dengan palu besar tidak akan bisa pulih 100 persen meski sudah disemen lagi, karena bekas pukulan palu pasti berimbas ke konstruksi. Artinya, orang yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba sepertiku tidak akan bisa pulih atau normal kembali 100 persen. Narkoba, obat terlarang itu, meninggalkan dampak yang merugikan terhadap tubuh, terutama pada otak," sambung Nate melemparkan senyum kecut ke arah Cassandra.

Balas tersenyum, Cassandra berucap, "Yah, setidaknya kau sudah berusaha untuk keluar dari lingkaran hitam itu. Semangat terus, jangan pernah putus asa, jalan kita masih panjang." Cassandra menopangkan lengannya di atas pundak Nate, tersenyum lagi, berniat memberikan dorongan semangat kepada pemuda itu.

"Jangan pernah kembali mengonsumsi barang haram itu. Ganti rasa candumu ke hal-hal lain yang lebih positif, seperti kecanduan belajar, kecanduan membaca, atau kecanduan rebahan sepertiku."

"Kecanduan dirimu," timpal Nate memandangi Cassandra dengan tatapan meneduhkan.

Sontak Cassandra merapatkan bibirnya, menurunkan lengannya lalu membuang muka.

"Aku mencintaimu, Cassie," ungkap Nate tulus. "Selama menjalani rehab, aku selalu memikirkanmu, hanya dirimu. Dan aku menunggu saat-saat seperti ini, saat di mana aku tidak lagi merasa ragu ataupun malu ketika mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya."

Nate meraih satu telapak tangan Cassandra untuk ia genggam. Cassandra kembali menoleh untuk melihat wajah Nate. Dari pancaran matanya, Cassandra menemukan sebuah ketulusan di sana. Tidak ada Nate yang playboy. Tidak ada Nate si player yang suka menggoda semua perempuan cantik yang ditemuinya. Yang ada hanyalah Nate yang tulus mencintai Cassandra. Hanya Cassandra.

"Kuharap, kau juga---"

Perkataan Nate tidak berlanjut karena Cassandra menarik tangannya yang semula Nate genggam agar terlepas.

"Kau hanya kuanggap sebagai teman, Nate, tidak lebih."

"Apakah sudah ada orang yang kau sukai, Cassie?" tanya Nate lemah.

Bukan suka lagi, tapi udah cinta, cinta mati.

Cassandra bersuara, "Ya."

Nate ganti menatap lurus ke depan. Bibir tipisnya melengkung samar. "Orang itu beruntung sekali," komentarnya.

Setelah itu ia bangkit menghadap ke arah Cassandra yang masih duduk. Tersenyum dengan bibir rapat, menambahkan, "Semoga kau selalu bahagia dengannya, Cassie. Setidaknya sekarang aku merasa lega karena telah mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya kepadamu. Kalau begitu, aku masuk ke rumah dulu. Sampai bertemu nanti."

"Nate?" panggil Cassandra, membuat Nate menghentikan langkah kemudian menoleh.

"Kita tetap berteman, kan?"

"Tentu saja," balas Nate tersenyum manis.

Cassandra balas tersenyum, "Terima kasih."

Mungkin mereka berdua akan menjadi canggung setelah ini. Tapi, setidaknya, keduanya tetap berteman seperti apa yang Cassandra harapkan.

Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Carol.

Romeo.

Atasannya itu bertingkah aneh. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Carol jadi merasa sedikit tidak nyaman. Apalagi, saat itu, Romeo tiba-tiba mengajaknya untuk bercinta hingga berakhir dengan Carol yang menamparnya.

Aneh. Romeo benar-benar aneh.

Atasannya itu tidak mungkin menyukainya, kan?

"Tidak mungkin." Carol terkekeh merasa geli sendiri memikirkan hal konyol tersebut.

Bagi Carol, Romeo adalah seorang pria yang baik. Penyelamatnya. Ia datang di saat Carol tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki siapa-siapa. Romeo datang menawarkan sebuah harapan untuk Carol yang saat itu sudah putus asa dan hendak mengakhiri hidupnya.

Maka dari itu, sangat tidak pantas apabila Carol mengharapkan hal lebih seperti disukai oleh pria itu. Bisa bekerja untuknya saja Carol sudah sangat senang.

Tok-tok!

Suara pintu diketuk terdengar. Carol segera menuju ke depan untuk membuka pintu rumah kontrakannya.

Romeo.

Baru saja Carol memikirkannya, pria itu sudah ada di sini, mengunjunginya. "Tuan? Ada perlu apa?" tanya Carol penasaran. Karena ini kali pertamanya Romeo ke tempatnya pada malam hari.

"Boleh masuk?"

Sempat ragu sejenak, akhirnya Carol memilih untuk mempersilakan Romeo untuk masuk.

"Mau saya buatkan minum apa?" tawar Carol ketika Romeo mendudukkan diri di atas kursi.

"Tidak perlu."

Carol menyusul duduk di hadapan Romeo. Ia menggigit bibir bagian dalamnya dengan hati yang diselimuti oleh rasa was-was. Khawatir jika Romeo benar-benar akan memecatnya karena Carol telah lancang menampar Romeo waktu itu.

"Aku ke sini hanya ingin berpamitan kepadamu," kata Romeo serius.

"Anda ingin berpergian ke tempat yang jauh, ya?" tanya Carol. Tapi tidak biasanya dia berpamitan. Siapa aku baginya coba?

"Mungkin," singkat Romeo.

Jujur, Carol tidak paham. Tuannya yang satu ini jauh lebih misterius daripada Ace---bukan berarti Ace tidak misterius, keduanya sama-sama memiliki sisi misterius dengan versi masing-masing.

Romeo bangkit kemudian. Carol ikut bangkit.

"Sampai jumpa, dan jangan merindukanku, oke?"

Setelah mengatakan kalimat itu, Romeo berjalan keluar rumah, meninggalkan Carol yang menatapnya dengan tanda tanya besar di kepala.

Carol memegangi dadanya sendiri, tiba-tiba dadanya sesak, entah karena apa, ia juga tidak paham. "Perasaanku mendadak tidak enak," gumamnya lalu menelan ludahnya kasar.

Ketika membalikkan badan, mata Carol menangkap sebuah kotak di atas kursi yang tadinya diduduki oleh Romeo. Perempuan berdarah campuran Eropa dan Timur Tengah itu mengambilnya, lalu tanpa sadar membuka kotak tersebut ingin mengetahui isinya.

Sebuah kalung.

Buru-buru ia menutupnya kembali lalu melangkah lebar keluar dari rumah untuk menyusul Romeo, hendak mengembalikan barang pria itu yang tidak sengaja tertinggal.

"Tuan?" panggilnya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Namun Romeo sudah menghilang. Perasaannya kembali tidak enak. Romeo kenapa? Akan pergi ke mana dia? Kenapa berpamitan kepada Carol yang bukan siapa-siapa bagi pria itu? Dan, kalung di dalam kotak itu, sepertinya akan diberikan kepada seseorang yang spesial bagi Romeo. Tapi yang jelas, bukan dirinya. Bukan Carol. Carol yakin itu.

Karena, tidak mungkin, orang dari kalangan atas seperti Romeo menjatuhkan hati kepada perempuan jelata seperti dirinya.







(carolina zehra)







Continue Reading

You'll Also Like

362K 4.9K 27
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
617K 30.8K 44
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
280K 17.3K 25
Apa jadinya bila Almira Pradista Pertiwi, perempuan dua puluh empat tahun menikah karena dijodohkan dengan duda kaya raya beranak dua, berumur empat...
1.8M 16.5K 46
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...