LEVANTER : ISTRI RAHASIA

Per niken_arum

237K 37.6K 5.1K

Tentang pria bernama Bang Christopher Chan dan hidupnya. Chan adalah sosok leader sebuah boyband terkenal. So... Més

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
EXTRA PART

48

2.4K 476 120
Per niken_arum

Happy reading naskah yang sebentar lagi tamat.

Semoga hari kalian menyenangkan...






"Kami besar di Australia. Terlebih Bang Chan. Dia menghabiskan 8 tahun masa kecilnya di sana sebelum menjadi trainee. Orang tua kami mendidik dengan pola hidup dimana kami tinggal dengan tidak melupakan kebudayaan dari mana kami berasal. Dan Bang Chan menyerap dengan sangat baik semuanya. Hidup membentuk dirinya menjadi pribadi yang seperti tidak memiliki rasa gentar di hatinya. Itu sedikit menakutkan, tapi itu adalah bagian terpenting dari dirinya. Dan dia nyaris tidak pernah memanggilku noona kecuali di waktu-waktu tertentu."

Hani menoleh ke arah JB dan tersenyum kecil. Pandangan Hani tertuju pada buku yang selalu ada di tangan JB. Kapanpun dan di manapun, Hani selalu melihat JB membaca. Di sela pekerjaannya. Ketika dalam perjalanan. Pada jam istirahat, atau ketika dia libur dan bersantai seperti sekarang.

Tidak ada yang berani mengusiknya ketika JB sedang seperti itu. Larut dalam bacaannya. Dan terlihat pintar tanpa dia harus mengatakan apapun juga.

JB menutup bukunya dengan memberikan pembatas. Dia menoleh menatap Hani dan balas tersenyum. "Aku bahkan tidak memiliki keraguan sedikitpun pada Chan ketika kau meminta pendapatku saat dia melakukan kesalahan besar. Dia tidak akan hancur."

"Kalian seperti itu. Kau seperti sedang menilai dirimu sendiri." Hani tertawa pelan dan tidak melepaskan tatapannya dari JB.

"Aku tidak sehebat itu. Aku menyerah dan tidak memperpanjang kontrak."

"Karena kau dan teman-temanmu tahu apa yang harus kalian lakukan. Kalian tim yang solid dengan orang-orang yang berkompeten di bidangnya."

JB tersenyum dan meregangkan tubuhnya.

"Mau makan kue beras?" Hani mengalihkan pandangan ke arah jendela yang berembun. Dia mendongak saat JB beranjak.

"Aku akan siapkan. Duduklah." JB melangkah ke arah dapur dan mulai sibuk mengubek isi kulkas. Sesungguhnya, JB bukan orang asing di kediaman Bang. Paling tidak beberapa bulan lalu sebelum Hani memutuskan untuk merencanakan sebuah pernikahan.

"Aku...sedang patah hati."

Suara pelan Hani membuat JB yang sedang sibuk dengan kompor menghentikan kegiatannya. Sejenak dia terdiam sebelum akhirnya berbalik dan tersenyum.

"Seseorang harus mengalami setidaknya satu kali patah hati selama hidup. Itu yang aku baca."

Hani meraih pisau dan mengiris daun bawang. Dia mengangguk pelan.

"Mungkin agak sulit melewati itu karena kau cukup lama bersamanya. Huum...2 tahun. Kau baik-baik saja bukan?"

JB berdiri di samping Hani, memperhatikan Hani yang menghela napas pelan dan menghentikan gerakan tangannya. JB berbalik mematikan kompor dan mencuci tangannya. Gerakan canggung dalam suasana sunyi. JB mengeringkan tangannya dan beringsut ke arah Hani.

"Tidak...aku tidak sedang baik-baik saja." Hani menoleh ke arah JB. Mereka saling tatap lama tanpa berbicara lagi dan JB tahu, Hani sedang menjalani situasi yang berat. Tangan JB terulur mengusap pipi Hani pelan.

Dan...

Seperti terjebak dalam situasi di mana mereka menyadari satu hal penting. Interaksi membingungkan yang selama ini mereka jalani. Seperti...sebuah hubungan pertemanan yang rumit dan masing-masing menyimpan perasaan yang membingungkan. Menjauh satu sama lain dan membuat ruang sendiri. Hati yang selalu mengingatkan dan mencoba melupakan dengan cepat ketika ingatan akan satu sama lain muncul. Mendekat tanpa menyadari tindakan mereka dan menjauh dengan perasaan campur aduk ketika menemukan kenyataan bahwa satu sama lain begitu sibuk dengan hidup dan perasaan masing-masing.

Seperti...benci tapi...cinta?

Sebuah kolaborasi perasaan yang membingungkan. Seperti mereka harus menyusuri labirin dan menemukan jalan yang sama setiap saat. Jalan yang mengarah ke...jalan buntu. Seperti...perasaan mereka yang terkunci satu sama lain, tapi sepertinya mereka kehilangan kunci untuk membukanya.

Tapi kali ini mereka mungkin berpikir untuk menyerah saja dan membiarkan naluri mereka yang bekerja dengan sangat keras...

Chan menutup mata Dae--Eun dan mereka membeku di dekat pintu dapur. Dae--Eun bergerak menepis tangan Chan namun Chan kembali menutup matanya hingga Dae--Eun menggeram kesal membuat Chan beralih menutup mulutnya. Dan Dae--Eun yang beringsut ke belakang Chan dan mereka berdiri membeku menatap ke arah dapur.

"Hoooh...JB oppa...dia pencium yang handal bukan?"

Chan menoleh ke arah Dae--Eun dengan gerakan perlahan dan menatap Dae--Eun yang terlihat acuh. Chan menggeram lirih. Dia benar-benar tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Wajah Chan seketika menjadi aneh dengan bibir mengerucut.

"Kau tidak pernah seperti itu." Dae--Eun memicing mempertegas pandangan matanya.

"Heh?" Chan kembali menoleh pada Dae--Eun yang berdiri tegak bersandar di tembok. Mereka berdiri membeku dan saling tatap. Pembahasan yang sangat berat dengan suara rendah dan gerakan tangan yang menggambarkan apa yang mereka maksud.

"Dari awal...kita...tap...tap...tap..." Dae--Eun melakukan gerakan memotong dengan satu tangan mengetuk tangan lain seperti pisau. Chan memperhatikan tangan Dae--Eun dan menggeleng.

"Kita...masih muda. Darah kita menggelegak lebih cepat dari mereka."

Dae--Eun menatap Chan tak percaya. Sudut bibirnya naik menandakan dia benar-benar tidak mempercayai apa yang Chan katakan.

"Apa itu asas pembelaan diri?"

Chan termenung. Lalu menggeleng. Dia mengusap dagunya perlahan dan terlihat berpikir lebih keras.

"Itu...aku...pengendalian diriku memang sangat tipis."

"Nah." Dae--Eun mengangguk puas atas jawaban yang keluar dari mulut Chan. "Apa mereka belum selesai?"

Sungguh pertanyaan yang membuat Chan menatap Dae--Eun dengan tatapan tak percaya. Namun yang terjadi adalah mereka kembali melongok ke arah dapur dan menahan napas.

"Wooooh...mereka...imut sekali." Dae--Eun berbisik di telinga Chan.

"Mereka 28 dan 27 tahun, Kim Dae--Eun. Dan imut tidak cocok lagi untuk mereka. Lagi pula...lama sekali. Kapan mereka..." Chan melakukan gerakan tangan menunjuk ke arah kamar Hani membuat Dae--Eun memukul kepalanya pelan. Tangan Chan terulur mengusap kepalanya sendiri sambil tertawa pelan.

Dae--Eun menarik Chan tepat ketika Chan ingin melongok lagi ke arah dapur. Mereka berdua duduk canggung di ruang tengah. Niat mereka untuk makan buah urung begitu saja. Chan merebahkan kepalanya ke bahu Dae-Eun dan mengusap perutnya pelan. Mereka mendongak dan mencoba memasang wajah biasa ketika Hani dan JB muncul dari arah dapur dengan membawa mangkok. Mereka terlihat duduk di ruang makan.

"Para dewasa sangat pandai menyimpan perasaan mereka." Chan mengendus leher Dae--Eun pelan membuat Dae--Eun menahan napas dan menatap ke arah Hani dan JB yang menatap mereka dengan tatapan aneh. "Kau mau bertaruh?" Chan berbicara dengan suara rendah.

"Eh?"

"Mereka pasti memutuskan untuk berkencan."

"Hooh..."

Mereka terdiam membisu dan mencoba untuk tidak menatap Hani dan JB yang sibuk dengan makanan mereka dan berbincang. Bersikap seperti orang bodoh yang tidak pernah menyaksikan apapun itu kejadian di dapur keluarga Bang.

"Mau keluar dan mencari sesuatu?" Chan mencium dagu Dae--Eun kecil.

"Aku melihat mobil mencurigakan di kedai kopi depan. Wartawan jelas tahu kalian libur, jadi diam saja. Aku akan membuat sesuatu."

"Sejak kapan kau mengamati situasi?"

"Aku pengangguran. Aku melakukannya kalau sedang bosan. Aku berencana membawa peralatan...melihat luar angkasa milikmu ke rumah ini. Kita bisa memasangnya di rumah pohon. Jiwa detektifku meronta-ronta ketika aku menyadari suamiku seorang artis ternama. Dan aku membalik keadaan, aku yang akan menjadi paparazi bagi para wartawan itu. Menggemaskan! Hiih!"

Dae--Eun mengepalkan tangannya dan menatap Chan dengan anggukan mantap sebelum beranjak dengan susah payah. Chan membantunya berdiri dengan tatapan yang tak percaya. Dia membayangkan betapa membosankan hidup istrinya itu hingga sanggup melakukan hal-hal konyol itu. Chan merebahkan tubuhnya ke sofa. Namun sesaat kemudian dia beranjak ke kamar dan kembali dengan laptopnya.

*Tangannya aja ganteng hiiih...

"Aah...hyung." Chan melesakkan bokongnya dan mendapati JB yang sudah duduk di ruang tengah sambil membaca bukunya lagi.

"Huum." JB menjawab tanpa mengalihkan tatapannya.

"Tidurlah hyung."

JB rebah ke sofa dan menerawang.

"Kita keluar minum nanti malam? Aku yang akan minta ijin ke Dae--Eun. Ada yang ingin aku bicarakan."

"Huum. Baiklah." Chan menatap JB yang memejamkan mata. Sesaat kemudian Chan memasang earphone dan mulai sibuk dengan laptopnya.

"Dia tidur?" Dae--Eun merunduk ke arah Chan yang segera melepas earphone nya.

"Huum." Chan menerima semangkok salad buah yang diulurkan Dae--Eun.

"Apa perlu aku bangunkan agar pindah ke kamar?"

Chan menggeleng dan menyuapkan salad buah ke mulutnya. "No. Kelihatannya dia lelah sekali."

"Huum. Apa yang kau kerjakan?" Dae--Eun ikut melongok ke arah laptop Chan.

Chan menunjuk layar laptopnya dan mulai menjelaskan dengan pelan apa saja yang dia kerjakan. Dae--Eun mengangguk-angguk pelan. "Apa kau menyimpan video porno di situ?" Dae--Eun justru bertanya tentang hal yang jauh dari apa yang Chan kerjakan.

"Ada. Mau lihat?" Chan menaikkan alisnya menggoda.

"Hiiih! Kau melihat perempuan lain!" Dae--Eun melotot ke arah Chan.

Chan tertawa pelan. "Tidak ada. Jangan khawatir. Aku tidak tertarik yang lain." Chan mengacak rambut Dae--Eun.

Dae--Eun mengangguk-angguk dan mengusap kakinya perlahan. Chan sontak menatapnya.

"Kenapa? Sakit?"

Dae--Eun menggeleng. "Mungkin karena sudah dekat. Pinggulku juga panas sejak pagi."

"Oh! Itu...apakah tidak masalah? Maksudku...ke rumah sakit sekarang? Bagaimana? Atau..."

Dae--Eun menatap Chan yang terlihat bingung.

"Bagaimana kalau kau tidur sekarang? Simpan tenaga mu. Mungkin sebentar lagi." Dae--Eun menatap Chan yang mengusap lembut kakinya.

"Aku akan menjagamu. Bagaimana mungkin aku tidur. Aku sudah cukup tidur."

Dae--Eun menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan berdeham pelan. "Huum...ada sebuah teori."

"Teori?"

"Huum... seharusnya ini cepat."

"..."

"Masa seperti ini, melakukan sex mempercepat semuanya."

Chan tertegun.

"Oooh...mulutmu. Aaargh...apa ada teori seperti itu?"

"Kenapa mulutku? Kau harus mempertanyakan pada dokterku. Dia mengatakannya seringan kapas dan tanpa ekspresi apapun."

"Benarkah?"

"Kau pikir aku tertarik dengan sex sementara membawa tubuhku saja aku sudah kesulitan?"

Chan terlihat berpikir keras. "Tidak tertarik? Benarkah?" Chan mendekatkan wajahnya ke wajah Dae--Eun. Udara hangat menerpa pipi Dae--Eun membuat Dae--Eun mengeryit. "Benarkah?"

"Tanganmu!" Dae--Eun menepis tangan Chan yang bergerak mengelus pahanya dengan gerakan mesum. Chan tersenyum menggoda dan menaikkan alisnya.

"Kalau itu mempermudah kenapa tidak dicoba?"

"Ayo." Dae--Eun menjawab dengan wajah menggoda.

Chan tertawa keras dan berakhir dengan menutup mulutnya sendiri ketika menyadari bahwa ada JB di dekat mereka. Chan mencium bibir Dae--Eun lembut. Ciuman yang pada akhirnya menjadi sangat lama ketika mereka sepertinya sudah menetapkan sebuah tujuan.

"Jangan di sini...aku masih bujangan."

Geraman lirih JB membuat gerakan Chan dan Dae--Eun terhenti.

"Kalian tahu apa fungsi suara saat dua orang berciuman?"

"Heh?"

"Eh?"

Chan dan Dae--Eun menatap JB yang bahkan tidak membuka matanya.

"Suara itu menstimulasi otak untuk bekerja. Otak akan menyuruh tubuh bereaksi terhadap suara itu. Kalian tahu tubuh akan bereaksi seperti apa terhadap suara ciuman. Terangsang! Ooooh...pergilah ke kamar kalian. Ini menyulitkan untukku."

JB berbalik menghadap ke sandaran sofa membelakangi Chan dan Dae--Eun.

"Buku apa yang dia baca? Tentang itu? Suara ciuman? Apa judulnya?" Chan terlihat berpikir keras dan menatap Dae--Eun yang menggeleng.

Chan beranjak dan mengulurkan tangan ke arah Dae--Eun. Dae--Eun meraih tangan Chan dan tertawa pelan ketika Chan justru meraihnya lebih mendekat dan mencium bibirnya dalam. Mendecapnya dengan suara yang sangat jelas. Dan mereka terhenyak ketika JB tiba-tiba beranjak duduk sambil menyugar rambutnya dan menatap mereka dengan tatapan tak percaya.

"Pindah!"

Chan tertawa keras dan meraih Dae--Eun untuk berjalan ke arah kamar mereka. Teori tentang suara orang berciuman itu sepertinya sangat serius. Dae--Eun menahan tawa sekuat tenaga. Dari wajah JB dia tahu bahwa teori itu sangat serius.

"Aaargh..." JB menghempaskan lagi tubuhnya ke sofa. Dan menatap kamar Hani yang tertutup rapat. JB meraih lagi bukunya dan membacanya hingga beberapa baris sebelum menutupnya sambil menghela napas pelan. Sepertinya kegiatan membaca buku menjadi sedikit tidak menarik kali ini.

JB memejamkan mata. Dia berdeham perlahan dan tertawa kecil...berpikir bahwa sejak beberapa menit lalu hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia akan membicarakan semuanya dengan Chan. Berbicara dengan serius.

JB berpikir. Menjadi bagian dari kehidupan Christopher Bang mungkin semacam takdir? Interaksi yang terjadi seperti sangat alami dan mengalir begitu saja tanpa harus di buat-buat. Walaupun semuanya tidak akan mereda sebelum Chan benar-benar keluar dari industri hiburan, tapi menghadapi semuanya bersama membuat segalanya nampak sedikit lebih mudah.

"Apa yang kau pikirkan?"

JB membuka mata dan tertawa pelan. Menggeser tubuhnya dan membiarkan Hani duduk di dekatnya.
Mereka saling tatap dan tersenyum kecil. JB meraih tangan Hani dan menggenggamnya erat.

"Mau bertemu ibuku besok siang? Aku sudah membuat janji."

Hani terhenyak.

"Kau sudah membuat janji, jadi aku bisa apa?"

JB tertawa pelan. Menatap Hani dengan tatapan tak percaya. Mungkin dia akan butuh waktu sedikit lebih lama untuk mempercayai apa yang sudah terjadi di antara mereka. Sesuatu yang mereka sadari setelah berjalan begitu lama di jalan yang berbeda.

"Tidurlah. Aku akan di sini sebentar." Hani meraih buku JB dan mulai membacanya. Membiarkan JB menatap dan mengamatinya.

***

Hi kalian...

Saya mabok gambarnya JB. Sekian. Terima Bang Chan.

👑🐺
MRS BANG

Continua llegint

You'll Also Like

176K 8K 21
"Dikhianati Anaknya. Ku nikahi Bapaknya." ____________________________ Ajeng di tinggal kabur Galih, tepat di hari pernikahan mereka. sedih? tentu sa...
108K 11.3K 33
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
96.1K 2K 17
(Terinspirasi dari kejadian pademi 2020 dan dibuat pada saat pandemi.) Agartha adalah seorang dokter yang berkerja di RS Purnama Jakarta. Setelah pan...
188K 18.5K 70
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...