18_Taman Pengakuan

770 79 0
                                    

"Kenapa kamu bisa mau nikah sama Pak Rama? Pake pelet apa kamu sampe Pak Rama sendiri bilang, kalau dia cinta sama kamu."

_Kacamata Mertua_

Dua minggu setelah kejutan di kampus itu, ternyata Pak Rama minta buat ketemu sebelum akhirnya kami menikah dua minggu mendatang. Dengan tampilan seadanya seperti biasa, celana kulot berwarna coklat susu dipadukan dengan baju blouse tangan panjang berwarna putih, dan jangan lupa kerudung instan yang senada dengan celana gue.

Setelah dirasa menurut gue cukup, gue pun menyambar tas slempang putih bulat dan akhirnya keluar untuk bertemu Pak Rama di taman yang pernah menjadi saksi lamaran darinya.

"Mak, Teteh pamit dulu mau keluar ketemu Pak Rama, enggak lama, kok." Gue berpamitan sewaktu liat Emak baru keluar dari dapur.

"Ketemu dimana?" tanya Emak.

Kalian enggak tahu, 'kan? Sebenernya Emak itu orangnya over protective banget sama anak gadis satu-satunya ini. Ya ... meskipun terkadang gue jadi bahan laknat Emak, hehe.

"Di taman enggak jauh dari komplek kok, Mak," jawab gue jujur.

Emak mendelik sinis, "Mau ke taman aja pake sok cantik segala," sinisnya seraya jalan lewatin gue.

Si Emak tuh kebiasaan! Katanya pengen gue nikah sama Pak Rama, sekarang giliran udah mau bersatu dianya malah begitu. Waktu gue tanya, "Mak, kok kayaknya akhir-akhir ini sinis sama Teteh, ya?"

Mau tahu jawaban Emak, enggak? Diem artinya iya. Jawaban Emak itu seperti ini, "Kenapa kamu bisa mau nikah sama Pak Rama? Pake pelet apa kamu sampe Pak Rama sendiri bilang, kalau dia cinta sama kamu."

'Kan? Ngeselin emang.

Yang penting udah pamit, akhirnya gue pun melenggang keluar dan menaiki motor matic yang menemani gue selama SMA, dulu. Motor gue jalankan menuju taman malam itu, dan untungnya gue enggak telat.

Waktu gue sampai, ternyata Pak Rama lagi fokus mandangin anak-anak kecil yang lagi main sama temennya, terus ada juga piknik keluarga, maklum weekend pasti taman penuh sama orang-orang komplek.

"Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pak Rama."

Beliau noleh sebentar, "Waalaikumussalam warahmatuahi wabarakatuh, Azura. Silahkan duduk." Pak Rama sedikit bergeser sewaktu beliau memberikan izin gue untuk duduk.

Akhirnya gue pun duduk di samping Pak Rama, dan gue mulai bertanya tanpa mau memandang wajah tampan calon suami gue itu, hehe.

"Kalau boleh tahu, kenapa Bapak ajak saya ketemu disini, ya?" tanya gue sambil memilin jari gue.

Gue denger Pak Rama menghela napas sebelum menjawab. "Saya ingin mengatakan kebenaran tentang perasaan saya, Azura."

Gue secepat kilat noleh, dan bertepatan dengan Pak Rama yang juga noleh. Astagfirullah, kami berzina hanya dengan saling menatap beberapa saat. Gue pun segera menundukkan pandangan gue.

"Silahkan, Pak. Saya juga ingin mengatakan sesuatu." Gue enggak berani mendongak.

"Azura, sebenarnya saya sudah mengenal kamu jauh sebelum kita bertemu di parkiran mobil kala itu. Saya sudah mencintai kamu jauh sebelum kamu lulus sekolah dasar. Kedengarannya menakutkan, namun itu memang benar adanya, Azura. Kamu, adalah cinta pertama saya." Gue bisa liat Pak Rama mandang gue yang lagi nunduk, meskipun gue enggak liat langsung, tapi mata gue masih lirik-lirik manja. "Saat itu usia kamu sepuluh tahun, saya tahu dari Ibu saya. Kemudian, saya bertanya segala tentang kamu, dan saya melakukan hal yang kamu sukai. Dimulai dari menyolong mangga hanya karena rengekan kamu, membuatkan boneka hasil tangan saya untuk kamu, mencarikan ikan cupang yang sesuai dengan yang kamu mau.

𝙼𝙰𝙽𝚃𝚄-𝙰𝚋𝚕𝚎✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang