16_Suami

775 74 0
                                    

"Di kampus ini ada calon istri saya, dan dia perempuan galak."

_Kacamata Mertua_

Enggak kerasa, ternyata satu bulan sudah semenjak gue dilamar secara resmi oleh Pal Rama. Tidak ada hambatan apapun, bahkan saat mendekati pernikahan gue dan Pak Rama.

Oh iya, soal Rizwan, cowok itu udah ditahan untuk beberapa lama atas tuntutan dari keluarga gue dan keluarga Pak Rama.

Soal Rista juga, dia udah kembali sehat seperti sebelumnya dan kembali berkuliah. Ya... meskipun banyak caci maki buat sahabat gue itu.

Maka, gue selalu berada di samping Rista sama Chandriana juga. Ah, entah kenapa akhir-akhir ini gue bisa liat kalau Rista seperti terlihat menyukai sosok Pak Rama. Tapi ... gue enggak mau mikir jauh lagi.

"Ra, bisa anter gue enggak?" tanya Rista dengan wadah makanan di tangannya.

"Mau kemana, Ta?" Gue sempat bertatapan dengan Chan beberapa saat.

"Ke ruangan Pak Rama, anter ya sama kalian berdua," pinta Rista biat gue sedikit cemburu, mungkin?

"Mau ada urusan apa?" tanya gue penasaran sekaligus enggak suka. Iyakah? Hm...

Rista menunduk dengan senyum malu-malunya, "Gue mau kasih makanan ini buat Pak Rama," katanya kembali ngedongak untuk liat gue. "Anter ya, Ra, gue mohon."

Karena gue tahu hormon ibu hamil itu beda, akhirnya gue mengangguk meski berat hati. Apa iya Rista suka sama Pak Rama? Ya Allah... kumohon, jangan Pak Rama.

Selama perjalanan, gue tahu Chan juga ngerasa canggung anter Rista ke ruangan dosen. Tapi... ya mau bagaimana lagi? Oh iya, Rista juga enggak tahu kalau gue mau nikah sama Pak Rama. Tapi, Chandriana tahu semuanya.

Gue lirik Chan yang sempet-sempetin ngusap bahu gue lembut, "Lo yang sabar, ya," bisiknya yang gue balas anggukan.

Setelah sekian lama, akhirnya sampai juga di depan ruangan Pak Rama. Rista udah ketuk pintu dengan senyum lebarnya, dan gue cuma merhatiin aja.

"Masuk."

Setelah Pak Rama bilang itu, Rista masuk tanpa ditemani kami berdua. "Assalaamualaikum, Pak," ucap Rista malu-malu.

Pak Rama mendongak, dan bisa gue liat Pak Rama terkejut dengan kehadiran Rista, kemudian Pak Rama nengok ke luar, dan gue sama Chan ngangguk aja sebagai salam kami.

"Ada apa, Rista?" tanya Pak Rama datar.

Huh! Rasain tuh!

"Ini, Pak," Rista nyodorin bekal makan itu buat Pak Rama, "Saya sengaja buat untuk Pak Rama, tolong diterima ya, Pak."

Sebelum jawab, Pak Rama sempet lirik gue. Dengan berat hati gue ngangguk, nyuruh Pak Rama buat ngambil makanan pemberian Rista.

"Bego banget lo," bisik Chan yang gue bales geplak mulut seksinya.

"Diem, ah!"

"Terima kasih ya, Rista," kata Pak Rama seraya nyimpan wadah isi makanan dari Rista di mejanya. "Emh ... Rista ini terakhir kamu kasih saya makanan, ya," kata Pak Rama.

Gue nguping tanpa ikut masuk ke dalam ruangan Pak Rama, dan bisa gue liat Rista sedikit kecewa dengan penuturan Pak Rama. "Kenapa, Pak? Bapak enggak suka, ya?"

Pao Rama menggeleng, "Bukan, Rista. Alasannya itu karena di kampus ini ada calon istri saya, dan dia perempuan galak." Pak Rama tersenyum miring pada gue.

Nyebelin! Dia bilang gue galak? Huh! Enggak tahu aja segalak apa gue kalau lagi cemburu. Tapi ... gue tahan-tahan aja karena cewek yang buat gue cemburu itu sahabat gue.

"Chan, gue cemburu, Chan," bisik gue ke telinga Chandriana yang masih liatin Rista dan Pak Rama.

"Ck, terus kenapa lo mau aja anterin Rista?" tanya Chan yang gue jawab geleng-geleng.

"Kasian aja, sih."

"Ja--jadi ... Pak Rama mau menikah?" tanya Rista yang buat gue ketar-ketir.

Yaiyalah! Gue takut kali kalau Pak Rama ngasih tahu nama gue sebagai calon istrinya.

"Iya, kami tidak lama lagi akan menikah, Rista. Kamu boleh menyukai saya, tapi jangan sampai rasa suka itu menjadi cinta. Itu bukan perasaan yang benar jika kamu mencintai suami orang lain."

Setidaknya Pak Rama masih bisa jaga perasaan Rista. Meskipun ucapannya itu sedikit ... mengganggu.

Rista menunduk, "Saya tahu Bapak bohong," katanya kemudian ngedongak buat liat Pak Rama. Gue liat Rista ketawa kecil, "Bapak pasti sama kayak cowok lainnya, menolak saya karena kehamilan saya. Benar, 'kan?"

Ish!

Astagfirullah. Sabar, Ra, sabar.

Gue ngelus dada karena emosi dan cemburu yang membara. Huh!

"Saya tidak bohong, Rista." Pak Rama menghela napasnya, "Saya tahu kamu sedang mengandung, kalaupun saya menyukai kamu, dan saya masih dalam keadaan sendiri saya akan menjadikan kamu istri saya, Rista." Gue lihat Pak Rama nata gue secara terang-terangan, "Tetapi karena saya sudah mencintai calon istri saya, hati saya sudah menutup nama perempuan lainnya."

Rista kayaknya udah berkaca-kaca deh, gue yakin karena dia lagi hamil dan moodnya pasti berubah-ubah. "Bapak ..."

"Maafkan saya, Rista," kata Pak Rama dengan raut menyesal. "Pergilah, sebentar lagi kalian ada kelas, bukan?"

"Iya, Pak!" sahut Chandriana yang langsung menarik Rista keluar dari ruangan itu. "Kami pamit, Pak, assalaamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Sebelum bener-bener pergi, gue sempetin liat Pak Rama yang ternyata senyum manis ke arah gue. "Saya mencintai kamu, Azura Aldebaran."

Ungkapan itu buat gue tersipu di tempat, dan gue juga yakin kalau muka gue udah merah. Dengan senyum malu-malu, gue balas ungkapan Pak Rama. "Saya hanya akan mencintai suami saya, Pak. Kisah cinta saya dengan Rizwan menjadi pelajaran untuk saya, jadi ... saya hanya akan mencintai suami saya saja."

Pak Rama senyum, "Tetapi saya justru sudah mencintai gadis yang bukan istri saya, bagaimana jika kamu sudah menjadi istri saya, Azura?" Pak Rama diam untuk beberapa saat, "Mungkin saya akan sangat memuliakan kamu."

Udah!

Muka gue udah panass banget, dan dengan gugup gue berpamitan sama Pak Rama. Kayaknya, besok-besok enggak mau ketemu dulu Pak Rama, takutnya perasaan gue semakin meleduk-meleduk deket beliau.

Saya juga mencintai anda, Pak, tetapi saya belum memiliki keberanian untuk mengungkapkannya saat ini.

"Salah enggak sih keputusan gue?" Gue bertanya pada diri sendiri.

_Sekian_

JANGAN LUPA VOTE.

𝙼𝙰𝙽𝚃𝚄-𝙰𝚋𝚕𝚎✔Where stories live. Discover now