07_Rumah Sakit

667 82 2
                                    

"Saya yakin, Ra. Bahkan saya sudah sangat yakin untuk mempersunting kamu, Azura."

_Kacamata Mertua_

Meskipun pinggang gue masih "Saya yakin, Ra. Bahkan saya sudah sangat yakin untuk mempersunting kamu, Azura." , gue tetap memaksakan untuk kuliah dianter sama Abi. Selain motor masih di rumah Pak Rama, yah itu.. pinggang gue masih painful.

Waktu gue jalan di koridor buat ke fakultas Sastra Indonesia, gue liat Rista yang jalan berlawanan arah sama gue. Gue liat-liat mukanya pucet banget, terus juga kayaknya Rista lagi sakit, deh.

Gue cepet-cepet lari samperin Rista, "Lo kenapa, Ris?" tanya gue sambil rangkul dia.

Rista natap gue sayu, "Kepala gue peningg banget, Ra. Semalem gue begadang ngerjain tugas gue yang numpuk, gue lupa ngerjain." Tuh cewek duduk di kursi deket fakultas Teknik. "Lemes gue, Ra."

Gue usap bahu Rista lembut, "Tenang aja, Ta, gue ada di samping lo, kok."

"Sayang."

Panggilan Rizwan buat gue sama Rista ngedongak, gue dan Rista sama-sama senyum waktu liat Rizwan berdiri depan kita. Rizwan pun duduk samping Rista.

"Lo kenapa, Ta?" tanya Rizwan kemudian cowok gue nempelin punggung tangannya di kening Rista.

Cemburu? Oh tidak, karena Rista itu udah sahabatan sama Rizwan bahkan sebelum gue ketemu sama mereka. "Gimana, Wan? Rista panas, ya?" tanya gue.

"Nanti kita ke dokter, ya, biar gue yang anterin lo."

Ini yang gue suka dari Rizwan. Cowok gue itu enggak pernah pandang siapapun orang itu, selama dia kenal pasti dia bantu, kok. "Gue setuju, Ta. Lo nanti pulang kampus dianter Rizwan ke dokter, ya."

Rista noleh ke gue sambil ngangguk lemes, "Iyaudah kalau gitu."

Gue beranjak dari duduk buat Rista sama Rizwan ngedongak. "Mau kemana, Yang?" tanya Rizwan.

"Bisa enggak kita ngobrol berdua?" tanya gue sama Rizwan.

Rizwan ngangguk kemudian gue sama dia pamit ke Rista. Setelah itu, gue ajak Rizwan pergi ke taman kampus yang banyak dikunjungin sama mahasiswa/i kampus. Sengaja aja, supaya enggak ada salah paham aja.

"Mau ngobrol apa?" tanya Rizwan setelah gue sama dia duduk di kursi taman cat putih.

"Aku.. kamu serius, 'kan sama aku, Rizwan?" Gue tanya Rizwan sambil natap muka dia.

Rizwan ngangguk tanpa ragu, dan bisa gue liat mukanya juga serius. "Kamu ragu sama aku, Yang?"

"Enggak, aku cuma pengen tahu secara langsung aja, Wan." Gue nunduk kemudian memilin kemeja yang gue pake. "Aku pengen kamu berusaha lagi, Wan."

Rizwan terkekeh, kemudian dia ngangkat dagu gue sampe mata kita ketemu. "Aku pasti akan berjuang lebih buat dapetin kamu, Yang. Bilang sama aku, apa yang harus aku lakuin?"

Gue senyum bahagia, ternyata pilihan gue enggak salah dijatuhkan sama Rizwan, justru sekarang gue bangga karena Rizwan punya pendirian. "Deketin Abi sama Emak, ya. Berjuang supaya mereka bener-bener kasih restunya sama kamu."

Yang gue liat, senyum Rizwan sedikit kaku pas gue ngomong tadi. Gue harap jawaban dari dia enggak buat gue ragu sama dia, deh. "Selama ini perjuangan aku kayaknya dianggap bercanda sama orang tua kamu, ya."

Gue melotot pas Rizwan ngomong begitu! Kalau diinget-inget, emang bener ucapan dia, sih. Selama ini Emak sama Abi kayak orang yang nganggap perjuangan Rizwan itu main-main doang. Gue harus klasifikasi! Eh, apa salah, ya? Udah ah, bodo!

𝙼𝙰𝙽𝚃𝚄-𝙰𝚋𝚕𝚎✔Where stories live. Discover now