Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin menemui mereka. Terlalu banyak orang di luaran sana. Dan sekarang rasanya aku bertingkah seperti Travis, menyukai kesunyian dan tempat-tempat sepi. Tetapi hal itu nyatanya tidaklah buruk, sebaliknya menyendiri malah terasa menyenangkan. Hidup dengan banyak mata yang tertuju padamu hanya akan membuatmu merasa tidak nyaman, membuatmu memiliki beban ekspektasi mereka, yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang penting untukmu.

Drrt... drtt...

Ponselku bergetar. Sebuah pesan singkat baru saja masuk.

Steve.

Mengapa terlihat murung?

Apa ia datang ke sini? Aku tidak menyadari keberadaannya. Kupikir hanya tim cheers yang datang kemari, tetapi ternyata tim basket juga datang? Ya beginilah, ketika kau merasa kesal dengan sesuatu, kau hanya akan berfokus pada kekesalan itu, bukan dengan yang lainnya.

Lalu, apa selanjutnya?

Aku memijit pelipisku ringan. Aku perlu membersihkan diri terlebih dahulu, dengan itu aku akan memiliki pemikiran yang lebih jernih.

"Sialan," ujarku tidak bisa berhenti mengumpat.

***

Aku sengaja memperpanjang waktuku di dalam kamar mandi, tidak ingin cepat-cepat keluar dan menghadapi orang-orang di luar sana. Sialan, aku berharap jika mereka akan pergi karena aku terlalu lama berada di dalam kamar, tetapi nyatanya itu tidak terjadi. Orang-orang ini adalah orang-orang pencinta dunia, mereka akan melakukan apa pun yang dirasa menyenangkan untuk dilakukannya.

Drtt... drttt...

Ponselku kembali bergetar. Mengambil ponselku, aku tahu jika itu adalah pesan dari Steve.

Satu pesan...

Dua pesan...

Tiga pesan...

Dan...

Travis.

Sebuah pesan dari Travis.

Seperti sebuah sistem canggih, secara otomatis bibirku terangkat membentuk lengkungan, sebuah senyuman lebar yang mungkin akan membuat rahangku pegal jika aku terus melakukannya. Buru-buru aku membuka pesan itu.

Hari ini sangat menyenangkan, Anniemarrie. Terima kasih.

Anniemarie. Aku menyukai bagaimana ia selalu memanggilku dengan sempurna.

Aku bersiap membalas pesan dari Travis ketika tiba-tiba saja sebuah tangan besar terulur meraih ponselku secara paksa.

Who the hell is this!

"Aku di sini, kau tidak perlu membalas pesanku."

Damn! Steve. Bagaimana ia bisa masuk ke dalam kamarku?!

Secara asal, ia melemparkan ponselku ke arah ranjang, kemudian dengan sedikit memaksa meraih tubuhku dan mendekapku cukup lama.

"Aku merindukanmu," ujarnya selanjutnya, sembari mengecup puncak kepalaku dengan paksa.

Aku tidak tinggal diam, aku mencoba melepaskan dekapannya dariku, tetapi ia terlalu kuat untuk dilawan.

"Kupikir kau akan keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan sehelai handuk saja."

Mendengar makna kotor dalam perkataannya membuatku kembali memberontaknya.

Dan syukurlah aku mengenakan pakaian lengkap ketika keluar dari kamar mandi.

Travis Mason [END]Where stories live. Discover now