Ch. 25

566 100 8
                                    

Perjalanan menuju ke makam nenek membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Butuh kira-kira tiga jam lamanya hingga aku bisa sampai ke sana, tepatnya sampai ke rumah nenek yang berada tidak jauh dari tempat peristirahatan terakhirnya.

Aku menatap ke arah pemandangan jalanan yang tampak ramai itu. Bus ini masih melaju di daerah perkotaan, sehingga jalanan yang dilalui masih terlihat ramai. Ketika sampai di sekitaran rumah nenek nanti, semua keramaian ini akan menghilang, berganti dengan asrinya wilayah pedesaan.

Mungkin aku tidak pernah menceritakan sesuatu tentang nenekku sebelumnya. Nenek, atau ibu dari ayah, beliau adalah seseorang yang begitu menyenangkan dalam hal apapun, tidak seperti putranya. Aku tidak mengerti mengapa ayah bisa seperti itu ketika ia memiliki ibu yang begitu baik dan menyenangkan, tetapi nenek selalu menjelaskan padaku jika kakek adalah pria yang keras dalam mendidik anak-anaknya, dan ya... Mungkin ayah menjadi dirinya yang seperti saat ini adalah karena kakek. Apa boleh buat jika sudah seperti itu, aku tidak bisa mengubah sifatnya yang sudah terbentuk sejak kecil.itu.

Sebenarnya, nenek pernah tinggal di rumah kami, tepatnya ketika aku masih begitu kecil dan membutuhkan sosok seorang ibu untuk merawatku. Beliau merawat ku beberapa tahun hingga pada akhirnya ayah memutuskan jika nenek tidak perlu lagi melakukannya. Ayah tidak ingin aku menjadi lemah karena tumbuh dengan kasih sayang yang berlebihan yang diberikan oleh nenek, dan jujur saja, aku tidak memahami maksud dari keinginannya itu. Salahkah jika seorang anak yang ditinggalkan ibunya sejak kecil mendapatkan kasih sayang yang begitu besar dari neneknya sendiri? Bukankah peran nenek untuk menggantikan ibu adalah hal yang paling baik? Dan karena itu, aku tidak pernah mengerti jalan pikiran ayah.

Pada akhirnya nenek kembali dikirim ayah ke rumahnya, yang jaraknya cukup jauh dari rumah kami. Setelah semua itu, ayah kemudian akan membawaku sebulan sekali ke rumah nenek, itupun jika ia sempat melakukannya.

Mengalihkan kembali pandanganku ke luar jendela, aku mendapati seorang ibu yang tersenyum hangat sembari menyingkirkan helaian demi helaian rambut yang menutupi wajah putrinya. Melihat pemandangan seperti itu terkadang membuatku merasa tidak percaya jika ada orang seperti itu di luaran sana. 

Ibu...

Seperti apa ia sebenarnya? Alasan apa yang mendasarinya pergi dari kehidupanku? Apa ayah tidak cukup kuat untuk menahannya pergi dari sisiku? Dan apa ia tidak ingin memandang putrinya dengan senyuman hangat seperti itu?

Aku sudah hidup dengan banyak pertanyaan seperti itu di dalam diriku, dan aku selalu menemukan jawaban ini...

Apa gunanya ayah menahan seseorang yang tidak ingin tinggal bersamanya? Bersama suaminya dan juga putrinya sendiri?

Dan saat ini, ayah mungkin sudah bercerai darinya. Lagi pula tidak penting memikirkannya, aku bahkan tidak tahu apa ia masih hidup atau tidak di luaran sana.

Mengalihkan pandanganku ke arah lain, aku melihat toko ice cream yang pernah ku kunjungi bersama dengan Travis.

Pria itu... Dia begitu menyukai ice cream rasa cokelat, dan aku pernah menegurnya karena ia tidak segera memutuskan pesanannya.

Aku tersenyum mengingatnya.

Hal-hal itu... Semuanya hanya akan menjadi kenangan ku bersamanya, dan syukurlah karena setidaknya aku memiliki sesuatu yang indah yang pernah kualami dalam hidupku.

"Kau bilang kau ingin berbicara denganku."

Sebuah suara yang terdengar tepat di sampingku membuatku begitu terkejut.

Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi... Pria ini... Travis Mason... Sejak kapan ia berada di sini?

"Ka... Kau?" Bagaimana bisa ia berada di sini?

Travis Mason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang