Ch. 5

1K 112 2
                                    

Aku menghentikan mobilku di depan area parkir sekolah, kemudiam mencoba menenangkan diriku dengan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Aku... Kupikir hari ini akan menjadi hari baru untukku. Tidak dan Ya....

Tidak, bukan maksudku sebuah hari baru dengan mengganti seluruh penampilanku, rambutku dan bagaimana caraku bersikap, tetapi aku akan bertindak seperti diriku, diriku yang sesungguhnya, bukan diriku yang sebelumnya. Aku tidak akan lagi dengan terpaksa memaksakan diriku untuk berkrumun dan bergaul dengan teman-temanku sebelumnya. Dan ya, aku akan mencoba mengubah diriku dari situ, mungkin dengan menjauhi Jessie dan mulai mencari teman baru yang mungkin akan membuatku merasa lebih nyaman?

Aku turun dari mobilku, kemudian berjalan ke arah depan sekolah.

Aku dapat melihat keramaian yang tampak begitu jelas ketika aku berjalan ke arah lokerku. Semua orang tampak berbicara dan saling peduli satu sama lain. Semuanya tampak normal dan tampak seperti biasanya.

Aku mencoba membuka kunci lokerku, kemudian mengambil beberapa buku yang akan kugunakan di kelas nanti. Salah satu buku yang kuambil adalah buku matematika karena hari ini akan ada kelas matematika dengan Tuan William dan hal itu seketika mengingatkanku akan Travis yang terus memperkenalkanku dengan mengatakan jika aku teman sekelasnya di kelas matematika.

Aku tersenyum mengingatnya.

"Hei, baby," aku terkejut ketika Steve tiba-tiba sudah berada di belakang tubuhku. Ia dengan tidak sopan menyentuh bagian pahaku, yang tentu saja membuatku merasa tidak nyaman.

Oh aku menyesal menggunakan rok yang panjangnya hanya sampai atas lututku ini.

"Kau tahu jika aku sangat menyukai ketika dirimu mengenakan rok seperti ini," ujarnya sembari mencoba menaikkan tangannya ke bagian yang lebih atas dari pahaku, tetapi aku menepisnya, kemudian dengan segera memundurkan diriku darinya.

"Apa yang kau pikir kau lakukan?" Ujarku berteriak marah kepadanya, yang kemudian mengundang banyak perhatian dari beberapa orang yang ada di sana, termasuk teman-teman basketnya yang membuntutinya kemana pun ia pergi, dan sekarang mereka berkerumun tepat di belakang kami.

"Hey, tenanglah," ia mencoba meraih lenganku agar aku tidak menjauhinya, tetapi aku menghindari sentuhannya.

"Baby."

Apa ia masih saja tidak memahami apa itu arti kata berakhir? Kupikir aku sudah mengatakan dengan jelas kepadanya.

"Kita sudah berakhir, Steve," ujarku sekali lagi mengingatkannya, sementara dirinya mengalihkan pandangannya pada teman-temannya, kemudian mengejutkanku dengan menarikku secara paksa untuk menjauh dari mereka.

"Apa yang kau katakan?" Bisiknya marah kepadaku. Dia benar-benar sudah gila sepertinya. Sedetik yang lalu ia berbicara padaku dengan nada suara yang begitu lembut, dan sekarang, nada suaranya berubah menjadi kasar, hal ini sama seperti apa yang dilakukannya pada malam itu.

"Kita sudah berakhir," ujarku menjawabnya. Ia bersiap mengangkat tangannya, tetapi terhenti ketika bel masuk kelas berbunyi. Dengan segera ia meraih tasnya yang entah sejak kapan sudah tergeletak di lantai, kemudian mengembalikan pandangannya padaku, "kita akan bicara nanti."

Tidak aku tidak ingin melakukannya. Nanti ataupun sekarang, aku tidak ingin berbicara padanya.

Dengan cepat ia berlalu pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban apa yang mungkin kuberikan kepadanya.

Aku menghela napas panjang, kemudian berjalan perlahan ke arah lokerku, kemudian menutup loker yang belum sempat kututup itu.

Ya Tuhan. Bagaimana cara untuk menghadapi seseorang seperti Steve?

Travis Mason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang