Ch. 22

537 96 8
                                    

Kami tidak saling berbicara setelah berhasil keluar dari rumah sakit itu. Setelah memeriksakan keadaannya, syukurlah... tidak terjadi sesuatu yang serius pada luka Travis kali ini. Tidak serius dalam hal ini bukan berarti sesuatu yang tidak berbahaya, tetapi setidaknya ia tidak memerlukan perawatan khusus hingga membuatnya harus dirawat inap dan menimbulkan kecemasan pada Bianca seperti waktu itu.

Terdiam.

Hanya itu yang kami lakukan setelah berhasil masuk ke dalam mobil.

Aku tidak mencoba berbicara, begitu pula dengannya. Aku tidak tahu haruskah kami kembali berbicara lagi setelah apa yang terjadi... setelah janji apa yang terucap dari bibirku pada Bianca. Travis... aku tidak mengerti apa yang dipikirkan olehnya. Kupikir dia membenciku karena membuatnya berada pada masa sulit ketika harus berhadapan dengan Steve. Namun, mengapa ia malah datang dan menantang pria gila itu?

Sial. Memikirkan Steve membuatku teringat akan hal apa yang baru saja kulakukan. Apa aku adalah seorang psikopat karena dengan mudahnya melupakan kejadian tidak manusiawi yang baru saja kulakukan? Aku hanya... bagaimana bisa aku melakukan hal kejam seperti itu dan melupakannya dengan begitu cepat? Dan apa yang akan kulakukan selanjutnya? Apa semuanya akan baik-baik saja setelah ini?

"Apa... apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan itu dengan lirih terucap dari bibir Travis. Rasanya sedikit aneh ketika ia lebih dulu membuka suaranya.

Tanpa menatapnya aku hanya mengangguk memberinya jawaban.

Lagi. Aku merasa heran dengan diriku karena merasa baik-baik saja ketika aku baru saja menusuk lengan seseorang. Rupanya aku benar-benar seorang psikopat.

"Tidak seharusnya kau datang ke sekolah dan menemui Steve," ucapku selanjutnya, merasa perlu mengatakannya ini padanya.

Selain itu, aku begitu ingin meneriakinya karena bertindak bodoh seperti itu, tetapi aku tidak bisa melakukannya. Apa yang dia harapkan dengan datang ke sekolah dan menemui Steve? Apa ia pikir ia akan berhasil melawan Steve dengan pisau yang dibawanya itu dan membuat hubungan kami menjadi baik-baik saja? Atau mungkin ini semua mengenai harga dirinya yang sudah dipermalukan Steve? Huh, apa ia tidak mengerti jika sesekali seseorang perlu menjadi pecundang untuk tetap menang, tetap bertahan hidup, walaupun hanya di hadapan beberapa orang saja?

Maksudmu seperti dirimu, Ann?

Ya, aku memanglah seorang pecundang. Aku hidup tanpa memiliki tujuan apa pun, aku tidak memiliki keinginan dalam hidupku, sampai pada akhirnya aku mendapatkan kemenanganku dengan bertemu Travis dan keluarganya. Namun, bertemu dengan mereka pun saat ini menjadi sesuatu yang terlarang untukku. Mungkin ini menjadi salah satu kemenanganku yang lain, karena dengan menjauh dari mereka, mereka akan terhindar dari masalah.

"Ah... tentu saja itu merupakan hakmu untuk datang ke sekolah, tetapi mencoba menyerangnya? Apa kau gila? Apa kau... apa kau tidak berpikir jika sesuatu-"

"Jadi kau setuju dengan ungkapan Steve jika aku hanya pria yang tidak berguna?!"

Travis tiba-tiba saja berteriak keras. Kemudian menjambaki rambutnya dengan kuat.

"Aku memang idiot, aku memang idiot, aku tidak berguna." Ia terus mengatakan hal itu dan membuat sesuatu tanpa sadar mengaliri kedua sisi wajahku.

"Cukup..." lirihku memintanya menghentikan apa yang dilakukannya. Namun, ia tidak mendengarkanku dan terus menyakiti dirinya.

"Aku idiot, aku idiot!" Kali ini ia memukul kepalanya dengan keras.

"Cukup Travis, hentikan!" Aku meraih lengannya, kemudian memaksanya untuk menatap padaku.

"Apa aku pernah mengatakan padamu jika aku menyetujui perkataan Steve?" Tanyaku padanya.

Dia menunduk, tidak mencoba menjawab pertanyaanku.

Travis Mason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang