keputusan Rheyna

22.2K 1.3K 35
                                    

Rheyna bersama Alvano dan kedua anaknya sudah sampai dirumah milik Alvano. Sejak perjalanan tadi Rheyna hanya diam menatap kearah jendela. Ucapan Rina tentang dirinya dan menganggap Rheyna sebagai wanita murahan sungguh membuat hatinya sakit.

Belum pernah ia dibicarakan seperti itu oleh orang lain dihadapannya.

"Mami, ayo masuk"ucap Enzi sambil menarik tangan Rheyna membuat lamunan Rheyna buyar.

"Enzi, kakak harus pulang sekarang..Enzi dirumah sama papa dan Ai ya"ucap Rheyna.

"Kenapa?"Alvano bertanya.

"Saya...saya ada urusan lain, pak"jawab Rheyna.

"Ai mau mami disini...mami jangan pergi"ucap Aileen sambil meronta dalam gendongan Alvano.

Alvano menghela lalu menurunkan Aileen dari gendongannya, "Ai sama Enzi masuk duluan ya"

Enzi dan Aileen mengangguk lalu berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Alvano dan Rheyna yang hendak beranjak kembali keluar. Alvano segera menahan tangannya dan menariknya hingga Rheyna berbalik menatap Alvano.

"Maaf atas ucapan mama saya"ucap Alvano.

Rheyna mengangguk dengan kepala menunduk, "gak masalah kok pak"

Grepp

Rheyna terdiam mematung saat tubuh Alvano secara tiba-tiba memeluknya.

"Saya tau apa yang kamu rasakan, tapi saya juga mengalami hal serupa dari dulu"ucap Alvano dalam dekapan nya.

"Saya hanya ingin menjalani kehidupan atas keinginan saya, bukan keinginan orang lain"lanjutnya lalu melepas pelukannya dan menangkup wajah Rheyna.

"Kamu masih punya banyak waktu untuk memutuskan jawaban dari lamaran saya, dan saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya, Rhey"ucap Alvano sambil menatap wajah Rheyna lekat.

Rheyna memejamkan matanya lalu menghela, kali ini ia yakin dengan kata hatinya. Ia akan menerima Alvano, dan berusaha untuk menjadi calon yang baik untuk nya.

"Saya----"

"PAPA AI NANGIS!"teriak Enzi dari ambang pintu.

Alvano dan Rheyna sontak menoleh lalu berlari masuk kedalam rumah. Aileen menangis diatas karpet ruang tamu sambil sesekali kakinya menendangi udara.

"Ai, kenapa sayang? Ada yang sakit?"tanya Alvano panik.

"Ai gak mah mama pulang! Ai mau mama nemenin Ai disini!"jawab Aileen dengan suara yang lantang.

Alvano menoleh membuat Rheyna diam kebingungan.

"Iya sayang, mama bakalan nemenin Ai kok disini"ucap Alvano.

Aileen bangkit lalu berjalan menuju Rheyna dengan napas yang masih terisak, "Ai belum bilang apa keinginan Ai yang waktu itu"

Rheyna berjongkok, "Ai mau apa?"

"Ai mau kakak mama jadi mami nya Ai"jawab Aileen sontak membuat Rheyna terdiam.

"Ai, kakak belum bisa"ucap Rheyna.

Aileen kembali merengut, "kenapa gak bisa? Mami gak sayang Ai?"

"Ai, kasih kakak mama pilihan ya.."ucap Alvano.

"Kalau kamu menerima permintaan Ai, itu tandanya kamu menerima juga permintaan saya..jadi sekarang kamu pilih pulang dan menolak permintaan saya dan Aileen, atau tetap disini dan menerima permintaan kami"lanjut Alvano.

Rheyna menghela lalu menunduk, ia menjadi tidak yakin dengan keputusan yang sebelumnya ia buat sekarang. Melihat bagaimana Aileen menangis dan melihat bagaimana wajah murung Enzi membuat Rheyna semakin berat untuk meninggalkan mereka.

"Saya....saya tetap disini"jawab Rheyna sontak membuat bola mata Enzi, Aileen dan Alvano berbinar.

"Kamu sudah yakin dengan jawaban kamu?"tanya Alvano memastikan.

Rheyna mengangguk lalu dalam hitungan detik Aileen dan Enzi langsung berhambur memeluknya. Entah lah, membuat keputusan seperti ini membuat hari Rheyna perlahan merasa tenang.

-

Hari semakin gelap dan malam semakin larut, Rheyna baru saja selesai membacakan dongeng untuk Enzi dan juga Aileen yang sudah tertidur dari 10 menit yang lalu. Alvano yang sejak tadi mengerjakan sesuatu didalam ruang kerja nya pun melangkah masuk kedalam kamar Enzi dan Aileen untuk mengecek keduanya.

"Istirahat, Rhey"ucap Alvano sontak membuat Rheyna menoleh.

"Saya gak bawa baju ganti pak, jadi saya pulang sekarang ya"jawab Rheyna.

"Ini sudah malam, saya gak mau kamu kenapa-napa dijalan..jadi nginap aja disini, besok baru saya antar pulang, biar baju ganti kamu bisa pakai dulu punya istri saya"ucap Alvano.

Rheyna terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Melihat itu Alvano mengulurkan tangannya yang langsung diterima oleh Rheyna. Mereka berjalan masuk kedalam kamar milik Alvano dan duduk dipinggiran ranjang.

Alvano berjalan membuka lemari milik mendiang Marhella dan mengambil baju tidur dan dalaman yang masih ia simpan didalam sana.

"Saya gak tau berapa ukuran dalaman kamu, jadi saya gak bisa mastiin ini bakalan cukup atau enggak"ucap Alvano sontak membuat semburat merah kedua pipi Rheyna.

"M-makasih pak"Rheyna sebenarnya ingin protes pada Alvano, tapi urung karena sudah terlanjur malu.

Dengan segera Rheyna masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengganti pakaian dengan baju tidur yang diberikan oleh Alvano.

15 menit tepatnya Rheyna berada didalam kamar mandi dan saat keluar ia melihat Alvano yang sedang mengerjakan sesuatu pada laptopnya.

"P-pak, saya tidur disofa ya"ucap Rheyna membuat alvano sontak menoleh kearahnya.

"Kenapa? Tidur dikasur aja, saya juga gak bakal macem-macem kok"jawab Alvano.

Sebenarnya bayangan hari itu saat ia terbangun dalam pelukan Alvano membuat Rheyna sedikit malu. Entah kenapa ia kembali mengingat kecanggungan itu dan membuatnya semakin kaku.

"Kejadian waktu itu rencana Enzi sama Aileen, bukan keinginan saya"ucap Alvano yang baru saja menyadari kekhawatiran Rheyna.

Mendengar itu membuat Rheyna tertegun, "bapak bisa baca pikiran saya ya?"

Alvano menghela lalu menutup layar laptopnya, "saya ini dosen psikologi"

"Oh iya ya"Rheyna bergumam.

"Udah, tidur dikasur aja.."ucap Alvano.

Rheyna menghela lalu melangkahkan kakinya untuk menaiki kasur dan tertidur membelakangi Alvano.

"Saya sebenarnya ingin menanyakan alasan kamu memilih untuk tetap disini, tapi saya akan tanyakan itu besok"ucap Alvano sebelum akhirnya mematikan lampu kamar dan membiarkan lampu tidur dipinggiran kasur menyala.

Duda LoversDonde viven las historias. Descúbrelo ahora