Chapter 46: The Scent of War

189 45 21
                                    

Bunyi suara terompet menggema di perkemahan Voronin menandakan adanya sebuah pengumuman. Sebuah duel akan terjadi dikala fajar menyingsing keesokan harinya dan mereka harus bersiap dengan semua kemungkinan yang akan terjadi. Seakan-akan sejarah perang Telmar lima tahun yang lalu terulang kembali dan semua terjadi karena obsesi akan cinta, kekuasaan, dan pembalasan dendam semata.

Edmund sudah memerintahkan semua rakyat yang tinggal di area peperangan untuk pergi mengungsi ke kastil Telmar. Jumlah mereka tidak terlalu banyak namun cukup membuat Luna dan tuan Hamid kewalahan. Tentu saja. Rakyat Narnia di kastil bisa dibilang sedang bergantung pada wanita 'asing' untuk melindungi mereka. Meskipun sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Luna, namun Raja Caspian yang mereka kenal berada ratusan kilometer dari dataran mereka. Namun sebisa mungkin, mereka menyiapkan diri akan adanya kemungkinan bahwa ini akan menjadi salah satu perang terbesar dalam sejarah dunia mereka karena telah melibatkan tiga negara.

"Tuan Hamid, boleh aku minta tolong beritahu para pelayan untuk mengosongkan ruang singgasana? Ruang itu paling besar di Kastil ini. Aku harap itu bisa menampung mereka," pinta Luna kepada tuan Halvor Hamid sang supir taksi yang ikut tersasar ke Narnia. Salah satu dari sedikit orang yang ia percayai di tempat itu.

Berjam-jam tanpa berhenti Luna hilir mudik mencoba mengurus setiap kebutuhan pengungsi dibantu oleh tuan Hamid dan pelayan-pelayan kastil. Alas untuk tidur, selimut-selimut, minuman dan makanan. Tidak ada yang luput dari perhatian Luna sampai semuanya jauh lebih stabil. "Terima kasih, nonaku," ucap seorang bocah centaurus laki-laki yang terduduk dipelukan ibunya, meminum segelas air yang baru saja Luna berikan. Luna hanya menghela nafas dan tersenyum sambil menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah centaurus kecil itu.

Edmund memerintahkan semua ibu dan anak-anak untuk diungsikan terlebih dahulu. Banyak centaurus wanita yang bertahan sebagai tenaga pembantu pasukan perang namun tentu saja centaurus ibu dan anak itu tidak akan pergi ke medan perang.

"Nona. Kau juga harus istirahat. Biarkan aku membantumu menjaga mereka selama kau istirahat," ucap ibu centaurus. "Sebelum kami memiliki anak, aku dan suamiku turut andil dalam perang lima tahun yang lalu. Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi saat itu aku melihatmu sebagai gadis malang yang terjebak di dunia yang tidak ia ketahui. Aku rasa semua berubah dengan sangat cepat. Aku juga ingat saat itu kau ulang tahun. Keenam belas? Di hari penyerangan kastil Telmar?"

Luna terkekeh, mengangguk, dan menjawab, "Ya... aku tidak percaya seseorang ingat itu. Aku sempat tidak percaya itu terjadi lima tahun yang lalu di sini. Bagiku, semua itu terjadi baru dua tahun yang lalu. Aku delapan belas tahun sekarang."

Centaurus wanita itu mengangguk mengerti dan tersenyum lembut. Senyuman centaurus itu terasa sangat familiar, pikir Luna, jika ia pernah ingat seperti apa ibunya akan tersenyum, senyuman centaurus itu akan mirip sekali dengan senyuman ibunya. Dan gestur kecil itu membuatnya merasa jauh lebih tenang.

Jauh di jalanan berbatu, Lazzaro masih berusaha keras untuk menjaga kecepatannya. Ia harus sampai lebih cepat, tapi ia juga tidak boleh kelelahan. Namun saat ia berada di medan yang sedikit sulit, ia berjalan di antaranya lebih hati-hati. Sebelum ia selesai melalui medan itu dan bersiap untuk berlari lagi, telinganya naik mendengar sesuatu yang tidak seharusnya berada di sana di antara pepohonan. Ia mencoba untuk tidak terlihat mencurigakan, jadi ia terus berjalan kecil sambil melirik, mencoba mencari asal suara. Namun suara ranting terinjak membuatnya memalingkan wajah secara tiba-tiba.

"Tembak kuda itu! Aku melihatnya di perbatasan waktu itu! Dia pasti kuda yang bisa bicara!" teriak suara pria dengan helm baja kerucut dan baju baja dan kain yang tampak sedikit mencolok karena polanya.

Orang Calormen! Pikir Lazzaro.

Lalu beberapa orang turun dari pepohonan. Mereka memiliki penampilan yang berbeda. Sebagian ia kenali sebagai orang Calormen, namun sebagian lainnya memakai baju yang agak lain, seperti yang pernah ia lihat di sebuah relief tembok atau buku-buku sejarah Narnia. Pakaian yang mirip dengan yang dipakai Raja Peter saat pertama kali terdampar di Narnia. Kemeja-kemeja dan celana-celana modern yang awam untuk dunia lain, tapi bukan kemeja dan celana seperti yang biasa ia lihat dipakai oleh orang didunia ini.

Salah satu dari orang itu menembakkan sesuatu yang tidak pernah ia lihat pula sebelumnya. Ia sempat memperhatikan benda itu mengeluarkan percikan api kecil namun apa pun yang ditembakannya, tidak mengenai Lazzaro. Namun ia masih berasumsi bahwa benda itu berbahaya dan dia harus pergi secepatnya. Sebuah informasi lain untuk Lazzaro berikan kepada Luna. Ia pikir mungkin nonanya tahu apa sebenarnya benda itu dan bagaimana mereka bisa menghindarinya. Sebagian lain memegang senjata-senjata tajam seperti pedang, tombal dan parang. Bahkan orang-orang yang memakai senjata api aneh itu semuanya memiliki senjata tajam terkait di sabuk-sabuk mereka. Mungkin itu sumber kepulan asap yang waktu itu satu kerajaan lihat. Mereka menempa banyak sekali senjata. Jumlah orang-orang ini jauh lebih banyak dari perkiraan Lazzaro.

Ia mencoba untuk fokus berlari ke depan sampai seseorang turun dari pohon untuk menghalanginya. Lazzaro adalah kuda yang lebih suka menghindar daripada menyerang, namun jiwa Ksatrianya yang telah lama terpendam tidak lagi bisa menahan amarah mengetahui bahwa rakyatnya tersakiti dan membutuhkan bantuannya. Tanpa pikir panjang, ia mengangkat kedua kakinya, meringkik, dan menghantam orang di hadapannya.

Ia adalah kuda perang yang tidak diragukan sangat kuat. Satu tendangan kecilnya membuat orang tak sadarkan diri, dan satu pijakan kuatnya bisa membunuh seseorang. Tidak terkecuali orang yang menghadangnya itu. Ia tahu orang itu sudah tak lagi bernafas, namun ini adalah sebuah pengorbanan untuk peperangan yang mereka mulai, jadi ia terus berlari ke depan menuju kastil Telmar sambil mengucapkan, "Kuharap dewamu lebih berbelas kasihan padamu dari kuda Narnia yang hina ini."

Tapi jauh di sebelah kiri depannya, seseorang memacu kudanya begitu cepat. Lazzaro mencoba menambah kecepatannya, namun bahkan setelah ia melewati kuda itu, ia masih tidak tahu siapa pengendaranya. Dia hanya berharap kalau nonanya sudah bersiap atas semua kemungkinan yang bisa terjadi. Termasuk penyerangan tak terduga kastil Telmar, karena menilai dari apa yang baru saja terjadi, kemungkinan adanya penyerangan sangatlah besar. Orang-orang itu tidak membawa kuda-kuda mereka. Lazzaro pikir mungkin mereka menyembunyikan kuda mereka di suatu tempat supaya mereka bisa bersembunyi di pepohonan dan menghadang informan yang melewati jalur itu.

Setelah jauh berlari, Lazzaro berhenti untuk berbalik dan memeriksa apa mereka masih mengikutinya. Ia tidak melihat satu pun dari mereka. Kecuali satu. Sang penunggang. Masih di jalur yang sama, penunggang itu melambat tidak jauh dari tempat ia berdiri.

Ia mengernyitkan dahinya, mencoba memahami mengapa penunggang itu melambat saat ia berhenti dan tidak mengejarnya seperti yang lain.

Semakin dekat penunggang dan kudanya itu, semakin melambat pula mereka, jadi Lazzaro memberanikan diri, menegapkan tubuhnya untuk menunggu apa yang sepertinya ingin penunggang itu sampaikan. Sang penunggang behenti tidak jauh namun juga tidak dekat dengannya. Dengan suaranya yang terdengar kecil dan tenang, sang penunggang itu berkata, "Aku tidak tahu siapa kau, tapi aku dengar kau berbicara, kau kuda Narnia, kan? Jika iya, aku ingin meminta bantuanmu. Apakah kau berusaha pergi ke kastil Telmar, kudaku yang terhormat?"

Lazzaro sedikit lebih rileks setelah mendengar suara itu meskipun ia tidak tahu siapa dia karena seluruh tubuhnya tertutup jubah abu yang kotor dan mulut sampai ke lehernya tertutup kain berwarna cokelat tua yang lusuh. "Betul itu adanya, orang asing. Jika kau memiliki niatan yang baik padaku dan nonaku, Lady Luna, aku meminta kau menunjukan siapa dirimu sebenarnya."

Dengan itu, sang penunggang membuka tudung jubahnya dan kain yang menutupi mulutnya. Walau hanya cerita yang pernah ia dengarkan tentang sosok di hadapannya itu, ia tahu betul siapa dia.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Where stories live. Discover now