Chapter 19: Phylarchus

379 60 8
                                    

-Phylarchus-

"Lihat, di sana ada sungai." Aku menunjuk ke arah jalur berair.

"Itu Beruna. Aku ingat sekarang. Pertempuran terakhir kita sebelumnya berakhir di sana. Semua kastil di Narnia pasti dekat dengan sumber air. Kalau dugaanku benar, Kastil Caspian tidak akan jauh dari aliran sungai ini. Aku tidak yakin arahnya ke mana. Mungkin Lantern Waste," jelas Lucy.

***

Itu bagaimana kami memulai perjalanan kami. Menuju kastil Caspian dan berharap menemukan Luna dan Edmund di jalan. Selama tiga hari terakhir, kami terus berjalan, berhenti dan beristirahat sesekali dan terus berjalan sampai langit gelap memaksa kami untuk bermalam.

"Aku akan berjaga, kau bisa tidur duluan."

Aku berjalan ke arah sungai dan mengambil air dengan tanganku lalu membasuh wajahku dengan air itu lalu aku terduduk di sebuah batu tepat di pinggir sungai. Kalau dipikir-pikir... aku masih belum mengerti kenapa aku bisa ada di sini lagi. Kalau Luna... aku tidak perlu mengira-ngira lagi, sepertinya seisi kerajaan ini juga sudah tahu kenapa dia bisa ada di sini tapi aku? Apa mungkin ada perang lagi? Padahal aku tidak merasa begitu berguna di perang sebelumnya. Lagipula tidak ada apa pun untukku di sini. Sepertinya aku akan lebih berguna di Amerika, apalagi setelah orang-orang yang ternyata adalah anak buah Voronin mulai masuk ke Amerika tahun lalu, banyak kasus-kasus kriminal di sana yang berhubungan dengan hilangnya artefak-artefak di museum atau buku-buku sejarah yang hilang dari perpustakaan-perpustakaan besar.

Aku ingat beberapa berkas kasus yang harus aku tangani yang berkaitan dengan "The Crows", Gagak-gagak. Itu sebutan yang kami berikan kepada kelompok orang-orang ini. Sebelumnya, kami tidak tahu kalau orang-orang ini adalah satu kelompok kriminal tapi mereka semua punya satu kesamaan. Mereka semua memiliki setidaknya satu barang yang memiliki emblem gagak yang sedang mencengkram sebuah gulungan kertas di kakinya. Entah itu dipakai sebagai pin, terukir di jam tangan, kunci, dan sebagainya.

Kami berhasil menangkap beberapa orang yang memiliki emblem gagak itu saat mereka mencoba mencuri sesuatu, tapi kami tidak tahu kalau ada lebih banyak orang dari yang kami kira yang ternyata berkaitan dengan kelompok ini.

Sampai aku bertemu Voronin.

Aku mengenali beberapa wajah di antara anak buahnya. Wajah orang-orang yang pernah aku tangkap sebelumnya. Mereka menculikku dan membebaskan tahananku di saat yang bersamaan. Tapi dari semua "kejutan" yang Voronin berikan padaku selama setahun terakhir, aku masih belum bisa menerima kalau si bajingan Voronin itu mengaku-ngaku kalau dia adalah pamanku. Oh, entah kenapa aku masih belum bisa melupakan memori saat ia mengakui siapa dirinya.

Yaaahhh... Sekarang rahasia si Voronin mulai terungkap, jadi mungkin saat aku kembali, aku bisa meyakinkan atasanku untuk mengirim orang untuk menangkap mereka semua.

Itu pun kalau aku belum di pecat.

YA TUHAN JANGAN SAMPAI AKU DIPECAT.

Aku sudah bekerja sebagai agen di sana sejak aku berumur delapan belas tahun. Sudah empat tahun berlalu, aku sudah naik pangkat menjadi agen lapangan, itu sebuah kemajuan dalam hidupku dan Luna sudah mengetahui kenyataannya kalau aku tidak benar-benar bekerja sebagai aktor theater. Maksudku, aku pernah menjadi aktor tapi itu hanya pekerjaan "samaran" untuk menyelesaikan misi penguji supaya aku naik pangkat.

Luna sudah tahu kalau aku adalah intel, agen lapangan dari lembaga penegak hukum swasta dengan markas berkedok kantor percetakan dan dengan posisi apartemenku yang berada tepat di seberang kedai tempat dia bekerja, seharusnya aku tahu kalau musuh-musuhku akan jauh lebih mudah menjadikannya sasaran empuk untuk melemahkanku. Apa pun itu. Setidaknya kami tidak akan diikuti oleh Voronin di sini.

Aku menengok ke arah Lucy. Sepertinya dia sudah tertidur lelap. Dia pasti kelelahan dan kebingungan. Dia bahkan tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan kakaknya. Dia hanya tahu kalau kakaknya dikejar oleh segerombolan pria bersenjata dan dia tercebur ke laut lalu sampai di Narnia terpisah dengan kakaknya. Tidak berbeda jauh denganku dan Luna. Kadang aku tidak bisa berbohong kalau aku mengagumi Edmund dan apa pun yang telah dia lakukan di perjalanan kami sebelumnya, tapi kadang aku juga meragukannya. Atau mungkin aku hanya cemburu karena adikku memikirkan laki-laki lain selain aku dan ayah. Entahlah.

Lalu sebuah suara ringkikan dan derapan kaki kuda terdengar dari kejauhan. Aku langsung berlari ke arah Lucy yang terbangun karena suara itu. "Tetap tenang. Kita tidak tahu siapa itu," bisikku kepadanya lalu aku mematikan api unggun dan kami bersembunyi di balik semak-semak.

Penunggang kuda itu mendekat dan yang lain... yang satu lagi adalah centaurus.

Mereka meneliti area api unggun kami. "Sepertinya mereka lari saat mendengar kita datang," kata sang centaurus pria itu. "Siapa yang tidak akan takut mendengar suara-suara yang kita buat di tengah malam seperti ini," kata pria yang lain sambil terkekeh.

Tunggu... suara itu... apakah itu...

"Tuan Hamid!"

Centaurus itu mengeluarkan pedangnya dan siap untuk menebas apa pun dan siapa pun sebelum ia berhasil melihatku di kegelapan malam.

Aku mengangkat tanganku dan berteriak, "Hey! Aku masih belum mau mati. Kenapa orang-orang di sini nafsu sekali menebas seseorang?"

"Ah! John Page!" Tuan Hamid tersenyum, menghampiriku dan menjabat tanganku.

Centaurus itu memberikan tatapan heran. Tuan Hamid berkata, "Dia bilang kepadaku kalau namanya John Page." sambil tertawa.

Glenstorm tertawa. "Tentu saja, tuan Hamid. Aku pikir tuan John Page dan Ratu Lucy ingin bertemu dengan kakak dan adik mereka sesegera mungkin."

"John Page? Memangnya kau orang Amerika?" Lucy jadi ikut menertawakanku.

"Oh ayolah. Hentikan."

"Aku ingat kau, tuan Glenstorm. Aku sangat beruntung bisa bertemu lagi denganmu. Dan terima kasih tuan Hamid. Apa ini perjalanan pertamamu ke Narnia?" tanya Lucy.

"Bisa dibilang begitu. Perkenalkan, namaku Halvor Hamid." Ia menunduk ke arah Lucy.

"Santai sekali orang ini. Pertama kali aku ke sini, aku tidak habis pikir melihat luwak bisa bicara," bisikku mengomel pada diri sendiri tapi sepertinya mereka mendengarnya.

Aku melihat ke arah mereka dan memberanikan diri untuk menanyakan sebuah pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang dikepalaku selama dua tahun terakhir.

"Apa kecoak di sini bisa terbang sambil memegang panah dan berbicara?"

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Where stories live. Discover now