Chapter 34: La Biblioteca del Castello di Anvard

234 37 4
                                    

"Pakailah tudung dan cadarmu, nona. Kita akan memasuki wilayah kastil, Anvard," pinta Damien kepada nona Luna.

Damien meminta Drinian untuk kembali menunggu di pelabuhan di mana para kru kapal melabuhkan dan menjaga kapal mereka. Pasukan yang tersisa terpaksa harus menunggu di pedesaan karena aku yakin, membawa terlalu banyak orang ke dalam kastil akan sangat berbahaya walaupun Damien juga tidak yakin kalau membawa tuan Halvor Hamid adalah hal yang benar.

Meski Edmund sedang berada di Narnia, pikirannya berada di tempat lain sampai Caspian berkata, "Dia akan baik-baik saja, Ed. Dia akan segera kembali."

Mereka bersembunyi tidak begitu jauh dari pasukan Calormen yang berada di perbatasan. Cukup jauh untuk tidak terlihat mereka. Beberapa orang secara bergantian pulang-pergi ke kastil Telmar dan pantai terdekat untuk memberikan perkembangan. Hari ini adalah hari ketiga. Hari yang kami rencanakan sebagai hari terakhir misi ini. Sekarang sudah sore, dan tidak ada tanda-tanda kapal layar Lord Montreal terlihat dari pantai, ataupun kelompok Griffin yang Edmund tugaskan menjemput mereka di tempat pendaratan semula.

Kalau aku gagal membawa Luna dengan selamat kembali kepada Phil, habislah aku. Pikir Edmund.

Di Anvard, Luna, tuan Hamid, dan Damien menunggu cukup lama hingga mereka lihat satu-satunya penjaga yang berjaga dipintu perpustakaan tertidur begitu pulas hingga mendengkur. Mereka masuk sehati-hati mungkin. Mereka bersembunyi di balik rak, sangat hening hingga tak ada seorang pun yang tahu mereka ada di sana. Meski mereka hanya melihat sangat sedikit ornag di sana, mereka harus berhati-hati.

Saat mereka sampai ke depan ruangan yang berbeda dengan seisi perpustakaan, mereka masuk dengan begitu mudah. Mungkin terlalu mudah dan mereka tidak menyadari mengapa tidak ada satu pun orang berjaga di tempat itu. Tempat yang bahkan hanya memperbolehkan sedikit orang masuk ke dalamnya. Meski begitu, mereka fokus dengan apa yang mereka cari. "Buku itu seharusnya ada di sini," ucap Damien keheranan mengapa di meja altar khusus yang biasa digunakan untuk menaruh buku itu dulu saat terakhir Damien melihatnya, buku sejarahnya tidak ada.

Luna berusaha untuk bertanya dengan tenang, "Mungkin mereka sudah memindahkan bukunya. Mungkin kita harus masuk lebih dalam."

Tuan Hamid berjalan cepat jauh ke lorong kiri terdalam perpustakaan. Ia mencoba mendorong sebuah meja kayu di sudut ruangan, namun ia tidak kuat membukanya sendiri. Ia memberi sinyal untuk Damien supaya ia membantunya. Saat mereka sudah berhasil menggesernya, sebuah tuas tua di tembok terlihat. Tuan Hamid menarik tuas itu dan tak disangka, sebuah pintu yang menutupi lubang kecil terbuka.

Damien terlalu bersemangat, dia tidak sempat berpikir bagaimana tuan Hamid bisa tahu ada ruang kosong seperti itu di tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya, tapi Luna bertanya-tanya. Damien mengeluarkan sebuah buku tua dari dalamnya. Tuan Hamid menarik tuasnya dan tembok itu pun tertutup. "Ini bukunya. Kita bisa keluar sekarang," kata Damien memasukkan buku itu ke dalam kantung kain yang ia bawa.

Saat mereka mendengar suara baju-baju zirah terbentur satu sama lain, mereka melihat seseorang sedang berlari ke arah sini. "Waktu sudah habis, kawan-kawan... Ke arah sana!" bisik Luna sambil berlari ke arah pintu keluar sambil berusaha menghindari beberapa orang penjaga yang mulai berpencar ke berbagai sudut perpustakaan.

Mereka berhasil menghindari penjaga-penjaga itu sebelum Damien tidak sengaja menjatuhkan sebuah gelas logam dari salah satu meja. Orang macam apa yang meletakan gelas minum di perpustakaan? Pikir Damien. Para penjaga itu menemukan mereka, tapi sebelum mereka berhasil tertangkap, mereka sudah berlari keluar dari perpustakaan. Luna yakin masih banyak penjaga di depan sana, tapi kuda mereka sudah tidak ada di sana. Kuda tanpa penunggang dan tak berbicara seringkali hilang begitu saja. Bahkan di tempat penuh penjaga sekalipun, mereka akan mengira kuda itu milik kerajaan.

Tanpa sadar, langkah kaki Luna melambat, tapi tuan Hamid tidak membiarkannya berhenti terlalu lama. "Jangan berhenti, jangan berpikir, jangan melihat ke belakang!" teriak tuan Hamid.

Langkah Damien berhenti di pintu utama bangunan ini. Di depan sana terdapat beberapa ekor kuda yang meringkik keras seakan-akan berusaha mentulikan telinga para penjaga dan membuyarkan konsentrasi mereka. Menghentak-hentak dan menggesek-gesek kaki mereka ke tanah dan membutakan pandangan mereka karena debu. Salah satu kuda itu menghampiri Luna dan berbisik, "Aku Lazzaro, siap melayanimu, nona Luna."

Di saat salah satu kuda itu berlari ke arah berlawanan, menendang pot dan bangku yang ada di hadapannya, kuda lainnya menghampiri. Damien membantu Luna naik ke punggung Lazzaro dan ia menaiki kuda lainnya. Luna melihat ke arah tuan Hamid yang sedang menghadang para penjaga. "Bawa dia pergi dari sini! Aku akan berada di belakang kalian!" seru tuan Hamid kepada Lazzaro.

Lazzaro mulai berlari. Luna ingin berteriak memintanya berhenti dan menunggu tuan Hamid, tapi para penjaga akan lebih mudah mengingat siapa yang telah 'menerobos' masuk ke perpustakaan mereka.

Apa pun yang diperlukan.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Where stories live. Discover now