Chapter 8: Speechless

447 75 18
                                    

-Edmund-

Cambridge, Britania Raya - 1949

Keluarga Belgrave sudah sampai ke sini. Hanya ada tuan Belgrave dan Lucille. Mereka bilang nyonya Belgrave meninggal saat melahirkan Lucille, jadi kami tidak pernah mengetahui banyak hal tentangnya. Keluarga Scrubb, aku, dan Lucy menyambut kedatangan mereka berdua. Tuan Belgrave menerima sambutan paman Harold lalu beralih tersenyum kepadaku tapi entah mengapa aku merasa terintimidasi dengannya.

"Edmund! Apa kabar, nak? Sudah lama sekali aku tidak berjumpa denganmu." katanya sambil menjabat tanganku. "Lihatlah kau, sudah tumbuh menjadi pria yang tampan, tidak heran Lucille begitu mengagumimu."

Perasaanku jadi tidak enak setelah mendengar 'pujian' itu...

Paman Harold dan bibi Alberta mempersilahkan mereka masuk. Aku membiarkan tuan Belgrave lewat terlebih dahulu dan mereka semua masuk ke rumah. Aku menunggu Lucille berjalan melewatiku tapi saat aku melihatnya, dia sedang berjongkok sambal mengagumi bunga Bluebell milik bibi Alberta. Oh ayolah... Aku tidak bisa membiarkan seorang wanita berada di luar rumah saat langit sudah gelap begini. Aku menghela nafas dan berjalan ke arahnya. Dia sadar aku ada di belakangnya.

"Oh, halo Edmund," ucapnya lembut.

"Kau tidak akan masuk?"

"Oh, apa kau menungguku? Maafkan aku. Aku hanya suka bunga ini. Aku tidak punya bunga Bluebell dirumah," balasnya.

Aku menangguk mengerti dan sempat terdiam saat dia meneliti bunga itu lagi. Aku tidak bisa memaksanya masuk begitu saja, jadi aku hanya berdiri dan memandangnya dari belakang sambil menunggu. Selama ini dia selalu bersikap terlalu semangat kalau bertemu denganku tapi aku rasa dia berbeda hari ini. Entah kenapa dia... berbeda. Dari belakang aku bisa melihat jelas rambutnya diurai, warnanya pirang dan bergelombang. Masih terlihat jelas walaupun keadaan sekitar hanya disinari lampu jalan. Sangat berbeda dengan Luna. Luna memiliki rambut berwarna cokelat gelap yang sedikit lebih lurus dibandingkan rambut Lucille.

Mereka sangat berbeda.

Lucille berusaha berdiri dan aku menyodorkan tanganku dan membantunya. Aku kira dia akan terus memegang tanganku sampai kami masuk tapi dia melepaskannya dan aku mempersilahkannya berjalan di depanku. Hmm... baguslah...tapi rasanya aneh juga.

Saat kami sampai di ruang makan, Lucy dan bibi Alberta sedang menyiapkan beberapa hal yang belum sempat mereka siapkan. Paman Harold duduk di kursi paling ujung, lalu ada Eustace di kursi sebelah kirinya, lalu tempatku disebelahnya, di ujung lain ada tuan Belgrave, di sisinya adalah tempat Lucille, di seberangku ada tempat Lucy lalu di sisi kanan paman Harold adalah tempat bibi Alberta. Paman Harold berdiri untuk membantu bibi Alberta duduk, aku membantu Lucy dan Lucille duduk lalu berjalan dan duduk di tempatku sendiri.

Selama mereka mengobrol, aku terdiam, mencoba memakan makananku sedikit demi sedikit dan berusaha mengabaikan apa pun yang sedang mereka bicarakan sampai tuan Belgrave memanggil, "Edmund." Aku melihat ke arahnya. "Apa keluargamu sudah memberi kabar kapan kau dan adikmu bisa pergi dan tinggal di Amerika?" tanyanya.

Aku menggeleng perlahan. "Belum. Sepertinya mereka sedang banyak urusan juga, tapi mereka bilang secepatnya setelah Lucy lulus dari sekolahnya."

Belgrave mengangguk. "Aku yakin Lucille akan merasa sangat kesepian saat kau pergi." Yang lain terkekeh tapi aku hanya tersenyum dan melihat ke arah Lucille yang tertawa halus namun menunduk seakan sedang memikirkan sesuatu.

"Jangan menjahilinya terus, ayah," sindir Lucille kepada ayahnya.

"Sebenarnya aku dan ayahmu pernah berbicara soal menjodohkan Peter dengan Lucille tapi kau tahu, orang-orang bisa berubah dan karena kau di sini, aku bisa melihat bagaimana 'kisah' ini akan berakhir." Tuan Belgrave terkekeh, keluarga Scrubb pun tertawa dan menyetujui. Ini sangat canggung tapi aku berusaha tersenyum.

"Umm... Maaf atas gangguannya. Aku permisi sebentar." Aku berdiri dan pergi ke arah kamar air dekat, letaknya mengarah ke taman belakang rumah. Aku tidak berpikir panjang dan langsung duduk di tangga teras belakang.

"Aku seharusnya tahu mereka pasti akan kembali ke dalam hidupku lagi," bisikku kepada diriku sendiri. Pintu di belakangku terbuka perlahan, aku berbalik dan melihat Lucy yang menatapku prihatin. "Sekarang kau tahu kenapa aku tidak suka... Belgrave," keluhku. "Semua sudah terjadi sebelum kita ke Narnia, kau ingat?. Aku kira hidupku akan lebih baik saat kita diungsikan ke tempat profesor Digory Kirke tapi kita berakhir di sini lagi. Mungkin kalian bertiga tidak memperhatikannya, tapi mereka selalu melakukannya. Aku akui, Lucille itu wanita yang baik dan menarik, tapi dia bukan yang aku inginkan. Mereka selalu berusaha membuatku menyukai Lucille setelah mereka tahu kalau sejak kita kecil, Peter tidak menginginkannya. Lalu karena Peter menolak untuk menemaninya, aku satu-satunya anak lelaki yang tersisa untuk mengambil alih, dan sejak itulah aku sadar kalau aku akan menjadi 'tong sampah' Peter. Di sini, di Narnia. Semua hal yang Peter tidak inginkan akan berakhir kepadaku. Dia yang paling tua, yang paling tampan, dia Raja tertinggi dan paling berkuasa. Ia punya pilihan dan dia mendapatkan dan menyingkirkan semuanya dengan mudah da-"

"Ed, aku yakin Peter pun tidak bermaksud seperti itu. Keluarga kita tidak begitu," sela Lucy berusaha membuat situasi lebih baik sambil memegang pundakku.

Aku menghela nafas. "Jangan bohongi dirimu sendiri, Lucy. Aku tahu kau juga pernah merasa hidup di balik bayangan Susan."

Lucy melepaskan tangannya dari pundakku. "Umm... Maafkan aku, Lucy, aku tidak bermaksud berbicara seperti itu."

Lucy hanya tersenyum kecil. "Tak apa, Ed. Aku mengerti. Aku juga tidak seharusnya membuatmu berusaha menyerah terhadap Luna. Aku janji, setelah keluarga Belgrave pulang, kau bisa bercerita apa pun padaku dan aku berjanji akan membantumu menghadapi hal seperti ini. Aku baru sadar bahwa hal ini membuatmu begitu marah dan tertekan. Aku seharusnya tahu."

Aku berdiri dan memeluknya. "Terima kasih." Aku membukakan pintu untuk Lucy dan kami kembali ke ruang makan. Aku harap mereka tidak terlalu curiga kenapa kami kembali berdua. Kami berusaha duduk setenang mungkin lalu Eustace tiba-tiba berbicara dengan nada yang terdengar menjengkelkan bagiku.

"Maafkan aku, saudaraku, tapi aku menemukan ini terjatuh di dekat kasurmu. Ini liontin untuk wanita kan? Mungkin kau membeli ini untuk Lucille?" Eustace memegang sebuah liontin. Bukan liontin dari ayah. Itu liontin berbentuk bulan dan pohon kehidupan yang aku beli dengan uangku sendiri untuk Luna.

Lucy terlihat kaget, dia tahu untuk siapa aku beli liontin ini. Aku berusaha untuk tidak panik dan melihat ke arah Lucy lagi. "Oh, itu aku beli untuk Lucy," jawabku spontan. "Untuk... Hari kelulusannya. Aku berniat memberikannya nanti tapi sepertinya tidak ada gunanya aku simpan lagi." Lalu aku mengambil liontin itu dari tangan Eustace, sedikit memaksa dan memberikannya pada Lucy.

Lucy berusaha menutupinya dengan memakainya. "Oh, terima kasih, Ed. Ini sangat cantik." lalu ruang itu hening lagi.

"Edmund Pevensie... Pintar, tampan, pendiam tetapi sangat pengertian, bukan begitu, Lucille?" sindir tuan Belgrave dan wajah Lucille berseri seakan-akan dia tidak pernah berusaha untuk menutup diri sejak dia datang ke sini. Selama sisa waktu mereka berada di sini, aku berusaha untuk tidak terlihat seperti orang yang baru saja berdiri di ujung jurang dan ditendang sampai terjun bebas.

Ini sangat menyiksa.

Jam 9 malam, mereka bersiap untuk pulang. Lucille hanya berkata, "Terima kasih." Tapi ucapan terakhir tuan Belgrave membuatku berdiri mematung.

"Sampai jumpa lagi, dan Edmund... kutunggu lamaranmu," ucapnya, lalu mereka pergi.

Keluarga Scrubb masuk ke rumah dan Lucy memeluk pinggangku dan menyeretku masuk ke rumah. Lucy melepaskan liontinnya dan memberikannya padaku. "Lain kali kau harus lebih hati-hati." Ia tahu itu bukan untuknya tapi aku masih linglung. "Ed, saat aku lulus sekolah, kau harus cepat-cepat pergi dari sini. Kau bisa pergi ke mana pun kau mau. Italia? Amerika? Terserah. Dia mengingatkanku dengan pangeran Rabadash, apa kau ingat dia? Ia terlalu bersemangat menekan Susan untuk menikahinya. Setelah aku pikir-pikir, aku tidak ingin punya keluarga ipar seperti mereka."

Saat itulah aku yakin kalau aku harus menemukannya secepat mungkin.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Where stories live. Discover now