Chapter 39: Queens

275 41 6
                                    

-Luna-

Beberapa hari setelah pembacaan buku itu, rapat dewan dimulai lagi. Namun kali ini, bahkan Eustace pun ada di ruangan. Sudah berhari-hari aku tidak melihat bocah itu. Dia pasti merasa gila berada di tempat seperti ini.

Aku pun masih tidak percaya kalau keluarga yang selama ini ingin aku kenal justru adalah orang-orang yang ingin membunuhku dan kakak. Maksudku, ini semua masih tidak masuk akal. Siapa sangka seorang supir taksi bisa berakhir di Narnia juga? Terakhir sebelum sampai kembali ke sini, tuan Hamid kesulitan melarikan diri dari penjaga istana Anvard. Supir taksi melawan penjaga bersenjata? Wow... itu tak pernah terbayang olehku... tapi pada akhirnya juga tidak ada yang menyangka kalau pelayan kafe sepertiku adalah seorang putri dari negeri antah berantah. Jadi kupikir, apa pun memang bisa terjadi di tempat ini.

"Kapal akan berangkat dalam seminggu. Jadi semua awak kapal harus bersiap sesegera mungkin, berkumpul di dermaga sebelum matahari terbit di hari keberangkatan, the Dawn Treader akan menunggu kalian di sana. Ekspedisi ini akan dipimpin oleh Raja Caspian dan Lord Drinian sebagai kaptennya. Ratu Lucy dan saudaraku Eustace akan ikut dengan kalian. Reepicheep pun akan ikut bersama kalian. Temukan bangsawan-bangsawan itu, temukan jalan pulang untuk mereka."

Sempat kupikir aku hanyut dalam fantasiku sendiri saat aku lihat wajahnya di depan sana. Mengingat betapa banyak perubahan yang kulihat darinya sejak pertama kali bertemu. Aku melakukannya setiap kali kami hanya berdua. Entah itu di taman, di lorong, atau di ketenangan malam di atas balkon. Begitu tenang hingga satu-satunya yang terlintas dikepalaku hanyalah memandanginya. Bukannya kumaksud sekarang adalah waktu yang tenang seperti itu, tapi aku harap mencoba memusatkan perhatianku pada satu orang akan membuatku merasa lebih tenang.

Tuhan... dengan semua yang Edmund miliki, tidak ada satu wanitapun di dunia yang akan dengan mudah mengabaikan keberadaannya.

Edmund selalu tegas dan keras jika dibutuhkan tapi dia jauh lebih tenang dibandingkan Peter atau Phil, meski ia harus berteriak terakhir kali ia menghadapi dewan yang marah. Meskipun aku tahu hatinya tidak setenang kelihatannya, ia masih melakukannya dengan penuh wibawa. Dia rela mempertaruhkan hidupnya untuk Narnia dan sekutunya. Bahkan untuk keluargaku. Seseorang yang bahkan belum lama ia temui. Aku hanya bisa berharap kalau perjuangannya tidak akan sia-sia.

Phil berulang kali membulak-balik lembaran buku sejarah itu dari pagi sampai malam. Kemarin pun ia menghilang semalaman dan kembali pagi-pagi. Kelihatan lelah namun wajahnya bersinar seakan ia baru saja mendapatkan sesuatu yang berharga. Dia berjalan di tengah hutan semalaman untuk berpikir apa yang seharusnya ia lakukan, dia kembali dengan jawaban, "Aku akan mengambil tempatku di takhta Archenland."

Seorang mata-mata dari Archenland yang dikirim oleh Lord Erwin Montreal berkata bahwa jauh lebih banyak pasukan Calormen sudah mulai dikirim ke sana. Ia melihatnya di perbatasan Archenland dengan gurun pasir yang memisahkan Calormen dan Archenland. Bangsa Calormen ingin pergi menuju Narnia untuk melawan kami, tapi bahkan mereka tidak menghindari menapakkan kaki dan melewati Archenland.

Seminggu berlalu begitu cepat. Kami pergi ke dermaga dan memberikan ucapan perpisahan. Aku tidak tahu kapan aku bisa bertemu Lucy... atau bahkan Eustace lagi. Aku tidak tahu apa mereka akan menemukan jalan pulang ke dunia mereka dan cerita macam apa yang akan mereka lalui dengan kapal armada laut Narnia terbaru "The Dawn Treader" itu.

"Luna. Aku mau kau simpan ini untukku," pintanya.

Lucy memberikanku Healing Cordial-nya, tapi akupun bimbang, "Lucy... apa kau yakin? Akan selalu ada kemungkinan kalian akan membutuhkannya. Orang-orang ini tahu mereka akan berperang, tapi kalian? Kalian tidak tahu apa yang akan kalian hadapi di luar sana. Bekal pangan dan pengobatan kalian juga terbatas. Aku akan menemukan cara lain untuk menyembuhkan luka orang-orang ini." Kami tidak bisa menyimpan bahkan beberapa tetes diluar botol aslinya karena tetesan-tetesan itu akan kehilangan kekuatannya. Dia menyimpan kembali botol itu disabuknya dan memelukku.

"Aku harap. Bagaimanapun itu. Aku bisa bertemu kalian lagi. Aku seharusnya jadi pengiring pengantin di pernikahan kalian suatu hari nanti tapi aku tidak yakin aku akan sempat berada di hari itu," bisiknya.

"Aku bahkan tidak yakin apa ini adalah pilihan yang tepat."

Lucy menarikku menjauh dari kerumunan para pria dan memegang lenganku. "Apa yang membuatmu ragu?" tanyanya.

Aku menggeleng berkata bahwa aku tak tahu. Aku juga tidak yakin apa yang sebenarnya aku takutkan dari kata 'pernikahan' itu.

"Apa kau ragu dengan gelar Ratu-nya atau dengan pengantin prianya?" tanyanya lagi.

Aku sempat terdiam tapi aku hanya bilang, "Mungkin... keduanya... maksudku aku mencintainya, tapi... kau tahu maksudku. Aku butuh waktu untuk memproses semuanya."

Lucy tersenyum padaku. Dia menggandeng tanganku, mengajakku untuk berjalan sebentar di pinggir pantai sebelum keberangkatannya.

"Dulu saat aku di nobatkan menjadi Ratu, aku masih terlalu muda untuk benar-benar paham apa yang harus aku lakukan... tapi kau sudah tahu banyak hal, Luna. Aku tidak akan ragu kalau kau akan melakukan perubahan yang diperlukan di sekitar sini. Kau hanya perlu percaya pada kakakmu, Edmund dan dirimu sendiri," jelasnya.

"Takhta bisa merubah seseorang. Bagaimana kalau aku tiba-tiba gila kekuasaan seperti paman atau saudariku? Darah mereka mengalir di nadiku. Aku yakin ada sedikit kegilaan yang sama tersimpan di suatu tempat di dalam otakku."

Lucy terkekeh, ia menjawab, "Tidak, tidak. Kau tidak seperti mereka. Kau tidak boleh membiarkan dirimu sendiri jadi mereka. Kau tidak akan menjadi mereka. Jangan khawatir... dan kau tahu... semua orang bisa berubah." Ia memalingkan kepalanya dan melihat ke arah Edmund yang sedang membantu awak kapal menaikkan barang. "Edmund paham tentang itu. Itu kenapa ia begitu berbelas kasih dan adil. Ia tidak selalu memperlihatkannya, tapi ia begitu penyayang, kau tahu?"

Aku melihat ke arah Edmund saat ia menghentikan langkahnya dan tersenyum ke arah kami. Aku tersenyum kembali lalu ia melanjutkan pekerjaannya. Lucy menghentikanku sebelum aku berkata apa pun. "Kau masih ragu dengan Edmund. Hmm. Aku kira kau menunggunya juga selama bertahun-tahun?"

"Ya! Tentu! Bukan Edmund masalah sebenarnya..."

Lucy sepertinya mengerti. Dia berhenti berjalan dan berbalik padaku. Ia berkata, "Kau tidak pernah berpikir untuk tinggal bersamanya di dunia ini? Aku tahu... dia berbisik pada dirinya sendiri setiap malam karena hal ini. Sungguh, aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya, tapi aku hanya ingin kau yakin bahwa dia mencintaimu tidak peduli di mana pun kau berada. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri sebagaimana kerasnya ia berusaha untuk menemukanmu. Ia mencoba untuk pergi ke Italia sebelum di panggil orang tua kami untuk pergi ke Amerika. Aku sempat ragu kalau kalian akan bertemu lagi, tapi setiap kali aku meragukan kalian, sesuatu menyangkal keraguan itu... dan, hey, hal seperti itu bukan sekedar kebetulan. Intinya. Kakakku yang satu itu belajar tentang cinta dan kesetiaan jauh lebih banyak dibanding aku, Peter, ataupun Susan. Dia tidak akan pernah membiarkanmu hidup sengsara dan tanpa cinta. Tidak akan."

Dari kejauhan, Edmund memanggil kami. Lucy mengangguk padaku dan aku membalasnya. Kami berjalan kembali ke kerumunan untuk melepas awak "Dawn Treader" pergi dan menyaksikan kapal itu menghilang di ujung horizon.

Dan saat itulah perang dimulai.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang