Chapter 42: The War to Come

209 38 5
                                    

-Edmund-

Aku mencarinya ke ruangannya. Ia berdiri di balkon sendirian dalam keheningan. Sebelum aku bisa mengatakan sesuatu, ia berjalan masuk melewatiku dan berkata, "Aku sudah menerjemahkannya." Luna menyimpan secarik kertas di meja, lalu terduduk di kasurnya. Ia melepas satu-satunya sepatu yang melekat dan terbaring menghela nafas.


The sooner, the better. They shall be wed in two days' time. We will have a wedding and a troupe. The phoenixes shall fall the morning after. – C. Voronin


Itu yang tertulis di kertas terjemahan tersebut. Aku membuka suratnya untukku, membaca ulang kertas-kertasnya, lalu kusadari kalau secarik kertas yang dikirim Phylarchus bersama surat-suratnya merupakan pesan yang ditulis Constance Voronin untuk seseorang. Sebuah informasi dan perintah. "Siapa yang kau pikir akan menikah?" tanyaku.

Luna merubah posisi baringannya menghadap ke arahku. Menahan kepalanya dengan satu tangan, menunjukkan ekspresi tidak puas. "Lucille... dan mungkin... Tisroc Nazaam... siapa lagi yang punya pasukan yang cukup untuk memulai pembantaian?"

"Kau akan baik-baik saja. Kita semua akan baik-baik saja."

Aku tahu bahkan setelah aku mengatakan hal itu, belum tentu semua akan baik-baik saja. Semua keputusan yang kami buat semenjak berada di sini berdampak sangat besar dalam kehidupan kami. Siapa yang tidak akan panik dan bingung saat mereka berada di situasi kami. Aku sudah jarang berdua dengan Luna karena harus mengurus urusan kerajaan ini, terlebih Caspian sedang dalam ekspedisi.

"Mereka akan menyerang dalam dua hari. Tidak ada cukup waktu untuk mengumpulkan pasukan dari luar," keluh Luna.

"Aku akan mengirim seseorang ke perkemahan mereka."

Luna bangkit tidurnya dan menatapku keheranan. "Apa kau gila?"

"Duel... aku akan mengajukan duel."

Luna menghela nafas panjang dan berat. "Aku tidak yakin Phil menginginkan duel."

"Aku yang duel." Meskipun hari belum gelap tapi aku sudah bisa mendengarkan suara angin dan jangkrik saking heningnya, aku tahu ia ingin berteriak, tapi kemarahan sesungguhnya terjadi jika menjawab dengan dingin, dan ia melakukannya.

"Untuk siapa? Untuk apa? Perang ini bahkan bukan tentang takhta Narnia," tanya Luna.

"Luna... mereka membuat perkemahan di Narnia, mereka berencana untuk menyusup ke dalam kastil utama Narnia. Narnia juga punya banyak alasan kenapa ini juga jadi pertarungan kami."

Dia terkekeh jengkel melihat ke pintu keluar. "Kurasa para dewan berkata sebaliknya."

Aku berjalan duduk di kaki kasur, mengusap kakinya berharap bisa menenangkannya dan diriku sendiri. "Jika kau masih ingin kita memiliki masa depan bersama, aku harap kau bisa lebih mempercayaiku."

Dia kembali membaringkan badannya. "Aku mempercayaimu. Aku hanya tidak mempercayai yang lain... dan aku tidak ingin kau pergi jauh lagi. Terakhir kali kita berpisah? Kita berpisah ribuan kilometer selama dua tahun. Tidak begitu lama, tapi juga tidak menyenangkan."

"Untukku terasa seperti... hmmm... lima tahun, sayang..." Dia menggerutu seperti anak kecil sambil menutupi wajahnya sendiri dengan sebuah bantal membuatku menertawakan tingkahnya, "Intinya. Duel itu dapat mengulur waktu. Bantu aku menulis surat untuk Lord Montreal dan tuan Galante di Archenland. Beritahu mereka semuanya, minta mereka bergabung secepatnya. Aku akan bicara kepada para dewan. Aku juga lelah mereka selalu memutuskan sesuatu tanpa seizinku. Aku tidak akan biarkan mereka mengambil alih kali ini. Aku akan pergi ke Aslan's How."

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα